Perubahan besar dalam 15 tahun terakhir membawa dampak yang signifikan terhadap kehidupan. Berbagai pembangunan tidak memperhatikan aspek kelestarian alam hingga akhirnya memicu dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan kata lain, sumber daya alam dan lingkungan memiliki kapasitas daya dukung terbatas yang akan menyebabkan permasalahan dikemudian hari.Â
Perkembangan sejarah dalam bidang kesehatan mengalami masalah yang cukup serius. Data Kemenkes dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakernas) menyebutkan bahwa permasalahan kesehatan yang sampai saat ini belum tuntas ditangani, yaitu penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), pengendalian penyakit HIV/AIDS, TB, Malaria serta peningkatan akses kesehatan reproduksi (termasuk KB). Ditambah dengan adanya kasus pandemi COVID-19 yang muncul awal tahun 2020 hingga saat ini masih terus bertambah. Data dari Worldometers yang dilansir dari kompas.com (2021), pada 24 Mei 2021, jumlah kasus COVID-19 di dunia mencapai 167.502.621, diantaranya 3.477.593 orang meninggal dan 148.491.511 orang sembuh.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengatakan bahwa ada 600 juta orang atau 1 dari 10 orang di seluruh dunia jatuh sakit karena kontaminasi makanan setiap tahun. Dari data tersebut, 420 ribu jiwa diantaranya meninggal, termasuk 125 ribu anak-anak di bawah usia 5 tahun. Dari kondisi ini, kesehatan menjadi suatu hal penting karena merupakan sumber daya yang dibutuhkan untuk menangani permasalahan lingkungan.Â
Peraturan Kemenkes No. 472 terkait pengamanan bahan berbahaya bagi kesehatan, bahwa bahan kimia dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup, karena mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Adapula kontaminasi makanan yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, racun, bahkan bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit jangka panjang, seperti kanker, gagal ginjal, dan gangguan otak.
Badan POM selaku badan yang memiliki otoritas didalam pengawasan obat dan makanan di Indonesia, menjelaskan bahwa fenomena peredaran obat ilegal dan penyalahgunaan obat menjadi masalah serius. Hal ini bisa berdampak terhadap kesehatan, ketergantungan, hingga kematian. Â World Health Organization (WHO) merilis 10 ancaman kesehatan global terbesar pada 2019, salah satunya resistansi obat.Â
Resistansi obat ini menimbulkan banyak penyakit infeksi seperti, pneumonia, tuberkulosis (TBS), genore, dan salmonellosis. Disisi lain, sudah ada 1,6 juta orang meninggal setiap tahun karena TBS dan pasien lain menderita karena antibiotik tidak berfungsi. Penggunaan obat dengan campuran beberapa bahan kimia, seperti antalgin, fenilbutason, piroksikam, teofilin, dan sildenafil sitrat, bagi penderita penyakit tertentu dapat membahayakan kesehatan jika dikonsumsi sembarangan dan tidak sesuai anjuran dokter.
Pengurangan bahan kimia dalam obat dan makanan sangat penting untuk menghindari resiko kompleks bagi kesehatan manusia dan ekosistem. Pemanfaatan bahan alam yang didalamnya sudah terkandung bahan kimia asli dapat menjadikan solusi untuk pembangunan kesehatan berkelanjutan. Kebijakan pembangunan kesehatan sudah seharusnya mampu mengarahkan kepada mutu pelayanan kesehatan melalui dukungan dan inovasi serta upaya preventif dari berbagai kalangan. WHO menyerukan kepada pemerintah dan industri untuk meningkatkan pemeriksaan dan kontrol obat dan makanan, mulai dari ladang dan peternakan sampai ke pabrik dan berakhir di konsumen.Â
Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan yang mampu mengatasi paparan bahan kimia yang membahayakan kesehatan. Salah satu kebijakan pembangunan kesehatan dalam aplikasi kimia adalah Sustainable Development atau Pembangunan Berkelanjutan. Â Secara sederhana pembangunan berkelanjutan dapat mewujudkan kebutuhan hidup tanpa mengurangi kehidupan yang akan datang. Dalam Sustainable Development terdapat 17 tujuan, salah satunya terkait kesehatan dan kesejahteraan hidup.
Menurut Dian., (2018) Sustainable Development dibahas dalam sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-70 pada 2015 di Amerika Serikat, membawa prinsip dasar yaitu, People (Manusia), Planet (Bumi), Prosperity (Kemakmuran), Peace (Perdamaian) dan Partnership (Kerjasama) atau sering disebut dengan prinsip 5P. Beberapa penelitian lainnya terkait Sustainable Development memiliki tujuan di bidang kesehatan, diantaranya menurunkan angka kematian, meningkatkan kesehatan, memastikan kelestarian lingkungan hidup serta mendorong kesejahteraan bagi semua orang disegala usia. Target pencapaiannya yakni menjamin kualitas hidup sehat dan umur panjang untuk semua masyarakat.Â
Kontribusi yang signifikan dalam bidang kimia mampu memajukan kesehatan manusia sekaligus pendorong utama dalam pengembangan obat-obatan, air bersih, dan pertanian yang lebih efisien. Banyak bahan kimia tidak berbahaya atau bahkan bermanfaat bagi kesehatan dan lingkungan.Â
Bidang kimia bahan alam berpotensi meningkatkan kesehatan dengan menerapkan Sustainable Development tanpa menimbulkan paparan bahan kimia beracun.Â
Alternatif obat dari bahan alam menjadi solusi yang baik, karena didalamnya sudah banyak terkandung manfaat murni tanpa perlu adanya tambahan bahan kimia yang membahayakan kesehatan dan lingkungan. Salah satu bahan alam yang kaya akan manfaat dan mampu meningkatkan kesehatan tubuh serta mencegah dan mengobati berbagai penyakit, yaitu saffron.
Saffron (Crocus sativus) tanaman herbal yang berasal dari Iran dengan genus Iridaceous dan bunga yang berwarna ungu yang dianggap sebagai salah satu tanaman penting dalam bidang medis.Â
Bunga Saffron terdiri dari 6 kelopak bunga, 3 benang sari berwarna kuning dan 3 putik bunga. Kandungannya yang lebih dari 150 komponen kimia, dimana tiga komponen utamanya adalah crocins (crocetin), picrocrocin (perantara safranal) dan safranal. Selain ketiga komponen tersebut, saffron juga mengandung komponen lain, seperti karotenoid, karbohidrat, raw fiber, protein, lemak, antosianin, flavonoid, vitamin (riboflavin dan tiamin), mineral dan elemen lain yang dianggap sebagai elemen bernutrisi dan bermanfaat bagi kesehatan (Ismail, 2020). Â
Banyaknya komponen pada saffron menjadikan tanaman ini sebagai obat tradisional murni tanpa banyak campuran bahan kimia. Penelitian menyebutkan bahwa saffron memiliki manajemen kesehatan melalui aktivitas antioksidan, antimikrobial, hepatoprotektif, anti tumor dan aktivitas penangkapan radikal hidroksil.
Pemanfaatan saffron sebagai alternatif obat alami dan mampu meningkatkan kesehatan tubuh sudah banyak diteliti, diantaranya  crocetin pada saffron untuk pengobatan kanker paru-paru, ekstrak saffron yang mengandung trans-crocin-4, safranal dan crocetin dapat menghambat kanker payudara, (Ummah, 2018). Di China, saffron menjadi obat mujarab dari berbagai penyakit karena produknya yang sangat berharga dalam pembangunan berkelanjutan di daerah produksi rempah-rempah (Mzabri, 2019).Â
Bahkan saffron ini disebut sebagai pengobatan 90 penyakit yang telah terungkap dalam rentang waktu 4000 tahun dan digunakan secara luas sebagai tanaman obat untuk memperbaiki kesehatan manusia terutama di Asia (Afifah, 2020). Di Indonesia saffron sudah mulai dikonsumsi oleh banyak orang sebagai pengobatan beberapa penyakit, diantaranya pengobatan Pre Menstrual Syndrome (PMS), anticemas, insomnia, antihipertensi , antidepresan, dan antikanker. Saffron bisa dikonsumsi dengan tidak lebih dari 10 helai putik saffron dalam sehari, karena jika lebih akan merasakan efek terlalu bahagia. Satu kali minum maksimal 5 helai putik saffron dalam 500 mL air dan diminum saat warna air berubah menjadi kuning keemasan.
Secara umum penggunaan bahan alam sebagai upaya meningkatakan kesehatan tubuh sekaligus alternatif obat alami dalam bidang kesehatan dapat menjadi solusi terbaik, karena selain melindungi lingkungan dari limbah bahan kimia juga menjadi tujuan penerapan Sustainable Development atau pembangunan berkelanjutan. Kesehatan menjadi prioritas ke-2 dalam Sustainable Development setelah tidak adanya kelaparan dan peningkatan gizi. Hampir semua Sustainable Development secara langsung atau tidak langsung berkontribusi pada kesehatan.Â
Komponen atau substansi kimia bahan alam dalam saffron diproses menjadi produk dan bahan baku untuk pengobatan dan pencegahan penyakit, serta dapat meningkatkan kesehatan tubuh. Upaya pemanfaatan kimia bahan alam saffron ini mampu meningkatkan kesehatan tubuh dan dapat membawa target Sustainable Development  kesehatan pada tahun 2030. Tentunya dibutuhkan peran dan dukungan yang besar dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan kesehatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah. (2020). Saffron (Crocus sativus L): Kandungan dan Aktivitas Farmakologinya. Majalah Farmasetika. Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
Bappenas. 2021. Kehidupan Sehat dan Sejahtera, Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia http://sdgs.bappenas.go.id/tujuan-3/ Diakses pada tanggal 31 Oktober 2021 pukul 20:15 WIB
Dian, Puspita Sari. (2018). Pengaruh Belanja Fungsi Kesehatan, Belanja Kesejahteraan Sosial, Belanja Modal Dan Dana Alokasi Khusus (Dak) Terhadap Pencapaian Sustainable Development Goals (Sdgs) Dibidang Kesehatan (Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota Se-Indonesia Tahun 2018). Seminar Nasional dan Call For Paper. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Ismail. (2020). Potensi Saffron sebagai Antidiabates. Jurnal Penelitian Perawat Profesional. Vol.2. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Matlin et al., (2015). The role of chemistry in inventing a sustainable future. Nature Chemistry. www.nature.com/naturechemistry
Mzabri. (2019). Traditional and Modern Uses of Saffron (Crocus Sativus). Review Cosmetics. Laboratory of Biology of Plants and Microorganisms, Faculty of Sciences, Morocco
Nugroho, Agung. 2017. Buku Ajar Teknologi Bahan Alam. Banjarmasin : Lambung Mangkurat University Press
Golmohammadi. (2019). Saffron as a Main Cash, Medical and Resistive Plant For Sustainable Economy and Livelihood of Rural People in Dried Regions of Iran. Journal of Agriculture. Islamic Azad University, Iran
Rivai. (2016). Konsep dan Implementasi Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor
Sazaro. (2019). Crocus sativus dan Insomnia Crocus sativus and Insomnia. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. Vol. 10
Ummah. (2018). Saffron ( Crocus Sativus L ) Sebagai Penyedap Dan Pewarna Alami. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Windratie. 2020. WHO : Makanan Tercemar Bunuh 420 Ribu Orang per Tahun https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20151204125619-262-95984/who-makanan-tercemar-bunuh-420-ribu-orang-per-tahun Diakses pada tanggal 30 Oktober 2021 pukul 13:45 WIB
World Business Council for Sustainable Development (2018) 'Chemical Sector SDG Roadmap. https://www.wbcsd.org/Programs/People/Sustainable-Development-Goals/Resources/Chemical-Sector-SDG-Roadmap
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H