Mohon tunggu...
Atris Suyantohadi
Atris Suyantohadi Mohon Tunggu... -

Pengembang Pekakekal - Program aplikasi kedelai lokal Indonesia dari hulu hingga hilirisasinya. (Penjualan dan e-trading Kedelai lokal non GMO dan Benih, Training, Manajemen dan Konsulitasi Kajian Kedelai Lokal )

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Saatnya Kedelai Menjadi Primadona di Negeri Sendiri

9 Maret 2017   17:36 Diperbarui: 10 Maret 2017   20:01 3011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Program Operasi Khusus Kedelai yang diberlakukan pemerintah untuk membantu petani dalam meningkatkan produksi kedelai lokal dibeberapa daerah saat memasuki masa panen, harga panen dirasakan belum berpihak pada petani di Harga Pokok Produksi (HPP). Hasil panen kedelai relatif sangat bagus dan sedikit yang terserang hama penyakit tanaman. 

Sayangnya, kondisi ini masih belum ditunjang dengan bagusnya harga kedelai lokal di pasaran. Biaya produksi pada titik impas bagi petani dalam menanam kedelai dikisaran harga Rp 7000, sehingga pemerintah telah menetapkan harga pokok produksi panen kedelai petani di angka Rp 7.800. Dipasar, yang terjadi para pedagang memberikan harga kedelai petani dengan pembanding harga kedelai import.  Harga kedelai import berada di kisaran Rp 7.200 untuk pelaku industri. 

Meskipun HPP kedelai lokal petani di harga Rp 7.800 namun karena masih dibawah harga kedelai import, di pasar harga kedelai petani dikisaran Rp 6.000 sd Rp 6.500. Dalam situasi seperti ini, jika tanpa bantuan adanya program upsus, petani masih menanggung resiko kerugian jika bertanam kedelai. Bisa dipastikan, petani akan beralih untuk budidaya komoditi lain yang lebih memberikan peningkatan nilai ekonominya seperti padi, jagung dan kacang hijau. 

Melalui program pengembangan kemitraan agribisnis kedelai, Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementrian Pertanian dengan melibatkan kemitraan petani dan gapoktan dengan pelaku industri, dilapanganpun belum berjalan sesuai dengan harapan yang mampu melindungi harga kedelai petani dipasaran.

China sebagai negara pengimport terbesar di dunia sebesar 56.50 juta ton / tahun  dibanding Indonesia yang berada di no 5 sebesar 1.95 ton / tahun (USSEC,2012), saat ini telah mampu mengurangi jumlah import dikarenakan  produksi dalam negerinya meningkat.  Dengan berkurangnya import kedelai oleh China, kondisi ini sangat berpengaruh terhadap ketersediaan pasokan kedelai yang melimpah yang di produksi oleh USA sebagai importir terbesar dengan kapasitas produksi mencapai 42 juta ton. 

Melimpahnya produk Import kedelai USA menjadikan harga kedelai import di dalam negeri cenderung tidak mengalami kenaikan. Bagaimanakah dengan harga kedelai petani yang saat ini panen dengan program Upsus Nasional masih di bawah HPP dengan kata lain masih belum berfihak petani ini?. Petanipun mau tidak mau menjual dengan harga dikisaran Rp 6.000 ke para pedagang pasar dan tengkulak pasar untuk menutup kebutuhan ekonominya. 

Program peningkatan produksi kedelai lokal ditingkat petani target meningkatkan produksi kedelai lokal tahun ini bisa mencapai 1.2 juta ton. Kebutuhan kedelai nasional oleh masyarakat sebesar 2,55 juta ton hampir sebagian besar dipergunakan untuk produksi tempe 60%, tahu 30 % dan sisanya dipergunakan untuk produk olahan yang lainnya seperti kecap, susu kedelai, dsb. Sekor Usaha Kecil Menengah yang mengolah kedelai menjadi tahu tempe di Indonesiapun mencapai angka 115.000 hingga 125.000 lebih. 

UKM inipun melibatkan dan memberikan nafkah 2,5 hingga 3 juta orang. Angka yang sangat tinggi, betapa pentingnya peran kedelai dalam menunjang produksi pangan tahu dan tempe yang hampir sebagian besar masyarakat familiar dengan ini. Konsumsi tempe pun ditingkat perkapita penduduk di Indonesia sebesar 7 Kg / tahunnya dan tahu sebesar 6,6 kg/tahunnya.

Harga kedelai menjadi kunci insentif untuk menyelamatkan petani kedelai sehingga di tahun tahun mendatang bisa meningkatkan animo petani untuk menanam kembali. Perlindungan petani terhadap produk pasca panen kedelai dapat diterapkan melalui berbagai hal : 1. Upaya proteksi harga dan subsidi harga ke petani melalui Kebijakan Pemerintah. 

Dalam hal ini peran Bulog untuk komoditi dapat dilakukan di masing masing daerah untuk membeli kedelai petani ditingkat Harga Pokok Produksi. Dengan demikian, penentuan HPP oleh Pemerintah akan dapat diterapkan dilapangan, petani mendapatkan harga jual yang minimumnya sama dengan HPP. 2. Upaya Masyarakat untuk disadarkan pentingnya memilih produk pangan dari bahan baku kedelai lokal dibandingkan dengan produk pangan dari bahan baku kedelai import. 

Kedelai lokal ukuran biji besar yang sama bahkan sedikit lebih besar dari kedelai import seperti varietas Grobogan, Anjasmoro, burangrang bersifat non modifikasi genetik ( non-GMO/ Genetically Modified Organism), warnanya lebih cerah dan lebih aman untuk konsumsi pangan. Pandangan sementara para pengrajin yang menilai kedelai lokal ukurannya kecil kecil dan kurang baik kualitasnya adalah kurang pada tempatnya.  Sebaliknya, kedelai import malah bersifat sebaliknya, berasal dari rekayasa genetik/transgenik (GMO), warna lebih kusam dan masih pro dan kontra untuk pangan dari bahan GMO seperti ini. 

Dinegara maju seperti di Uni Eropa, penggunaan bahan baku pangan dari bahan GMO telah banyak ditolak saat ini, minimumnya harus menyantumkan label agar konsumen mengetahui dari GMO atau Non-GMO guna perlindaungan keamanan pangan. Hasil pengujian Kimia dan Biokimia, kandungan lemak pada kedelai lokal justru lebih rendah dan kandungan proteinnya lebih tinggi. Hal ini merupakan keuntungan yang didapatkan konsumen jika mengkonsumsi bahan kedelai lokal. 3. Menggalakkan penguatan produksi kedelai tidak hanya ditingkat on farm namun juga pada tingkat off farm di kelompok usaha tani dan masyarakat petani kedelai.  

Proses produksi pengolahan kedelai misalnya saat dijadikan tahu dan tempe di masyarakat saat ini cenderung kurang higienitasnya dari sisi pekerja yang mengolah, penggunaan peralatan dan penanganan limbah seperti limbah tahu yang kalau tidak diperhatikan akan menimbulkan bau dan keresahan masyarakat disekitarnya. 4. Program berkelanjutan pada komoditi kedelai yang melibatkan peran dari Pemerintah daerah dan jajarannya, lembaga litbang, institusi pendidikan tinggi, petani dan gabungan kelompok tani. 

Dengan demikian, komoditi kedelai yang memiliki peran strategis ke tiga setelah padi dan jagung di Indonesia akan dapat ditingkatkan dan swasembada kembali mengingat komoditi ini sangat penting dalam menunjang produk Tempe sebagai salah satu warisan budaya Indonesia yang di akui oleh Dunia. Kita tidak menginginkan, tempe yang dirujuk oleh dunia ini, nantinya justru produksinya sangat bergantung pada import seperti yang terjadi saat ini.

Swasembada kedelai di Indonesia terjadi di tahun 1984-1985. Hasil tercapai melalui program yang direncanakan secara lima tahunan oleh Pemerintah yang kita masih diingatkan dengan program repelita yang diawali di era tahun 1969. Saat ini, import kedelai dari kebutuhan nasional kedelai yang semakin meningkat dari tahun ketahun diangka lebih dari 60% dari kebutuhan nasional dan harga jual panen petani kedelai yang masih terjun bebas dibawah harga pokok produksi, lambat laun potensi kedelai lokal akan semakin berkurang untuk ditanam petani dan tentunya kita semua menginginkan kejayaan kembali swasembada kedelai yang mampu memberikan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan petani. 

Melalui adanya proteksi dan subsidi harga kedelai ditingkat petani, mempopulerkan kembali ke masyarakat dan pengrajin terhadap kedelai lokal, menjadikan keseimbangan dan penguatan produksi kedelai mulai dari budidaya (on farm) hingga ke tingkat pengolahan yang memenuhi standart bahan baku pangan (off farm) ditingkat petani dan masyarakat pedesaan, penyusunan program komoditi kedelai yang berkelanjutan melibatkan petani, gapoktan, pemerintah daerah dan jajarannya, lembaga litbang dan institusi pendidikan tinggi. 

Masyarakat dan pengrajin sudah perlu  untuk disadarkan kembali terhadap kecintaan pemakaian kedelai lokal, tidak hanya dari sisi kualitasnya lebih bagus, namun ada hal yang sangat penting yaitu menunjang produk pangan Tempe sebagai warisan budaya bangsa Indonesia yang diproduksi tidak bergantung pada kedelai import.

Sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun