Mohon tunggu...
Mutia Rahmah
Mutia Rahmah Mohon Tunggu... pegawai negeri -

menjadi dewasa adalah keajaiban yang harus disyukuri dengan tetap berbuat baik

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Anak -anak yang Belajar Puasa

22 Juni 2015   10:05 Diperbarui: 13 Juli 2015   07:40 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Masih ingat fatir vs cintani? Sepupu kecenya aku? Iyes, kali ini ceritanya tentang ramadhan mereka. Dan meereka sama seperti kebanyakan anak muslim lainnya dalam menyambut puasa.semangat ibadahnya full. 

Mulai dari terawih malam pertama. Jadi, begitu kami mau berangkat salat terawih, suara heng hengan itu kembali semarak.

"lon jak shit, lon jak cit (aku ikut juga)", kata mereka. Awalnya mamaknya ngak kasih izin mereka ikut. Karena pengalaman sering menunjukkan anak umur segitu, 4 rakaat aja salat selebihnya "main main", peugadoh mesjid. 

Lelah mendengar heng hengan itu, mamaknya pun membuat perjanjian dengan mereka. "jeut jak, tapi bek karu hideh. Miseu fatir karu ayah ba puwoe miseu cintani karu mak ba puwoe, singoh goh bek jak le ( boleh, tapi kalau ribut di mesjid pulang dan besok jangan pergi lagi )" kata mamaknya.

Mereka mengangguk takjim. Dan yes, malam itu mereka pergi tarawih perdana.

Selama kami salat apa yang dilakukan cintani? Dia ikut gerakan kami sebanyak 4 rakaat selebihnya tidur, golek golek, sangak sangak sampek salat selesai. Tapi sesuai janji tidak karu karu. Apa yang dilakukan fatir? Wallahualam.

Salat selesai kami pulang sama sama. Begitu sampek ke rumah fatir udah stand by di beranda.

"mak, lon hana karu bunoe beuh. Singoh jak lom beuh ( mak, fatir tadi ngak ribut, jadi besok boleh pergi lagi ya)". Katanya jengir. Mamaknya mengiyakan dan masuk rumah.

Udah sekitar setengah sebelas kami sampe rumah, jadi ngak banyak cakap lagi dan langsung masuk kamar masing masing. Tapi sebelum berpisah lagi lagi fatir berpesan untuk kesekian kalinya.

"singgoh beungeh peubedoh lon wate sawo, sampek lon beudeh mak beuh (besok bangunin fatir ya, sampek bangun)", katanya.

"jeut".

xxxxx

Sahur tiba. Meja makan penuh. Sahur bersama itu selalu mengasyikkan. Tapi karena subuh dan mati lampu kemampuan kami bercerita berkurang, kecuali fatir. Dia berkoar koar dari mulai sahur hingga selesai. Meja makan selain penuh dengan makanan juga penuh dengan celotahannya. Bahkan cintani yang biasanya juga ikut ikut berkoar, saat itu bungkam. Dari kelopak matanya aku tau dia sedang menahan kantuk berat.

xxxxxxx

Aku masuk kerja pagi di puasa pertama. Begitu sampek rumah seperti biasa pertanyaan wajib adalah "hoe ka fatir dan cintani?". Rumah terasa sepi tanpa mereka. 

"ka ijak maen, bunoe poh 2 ka ji buka puasa ban di kaleun paman hana puasa (udah pergi main dia, jam 2 udah buka puasa begitu lihat paman ngak puasa)", kata mamak ku.

Hahahahahahahahahaha! Anak miet ciret. Iyes, rumah kami dekat dengan pasantren jadi orang dayah puasanya lusa. Dan paman ikut orang dayah, kami ikut pemerintah. Fatir? Ikut mana yang enak. Hahahahaha.

Singkatcerita, puasa hari pertama dia gagal!

Puasa ke dua. Terawih seperti biasa dan sahur masih seperti kemarin. Semangat

Puasa ke dua aku jaga siang jadi baru sampe rumah jam sembilan malam. Sekencang apapun aku bawa motor pasti jam segitu sampek kerumah. 

Dan seperti malam malam sebelumnya, rumah kosong karena semua pergi tarawih. Aku sengaja tunggu mereka pulang. Baru jam setengah sebelas mereka sampek rumah.

"hey tir, kiban puasa uroe nyoe? (hey, gemana puasanya hari ini?)" tanyaku.

"sampe abeh puasa, tapi singoh hana ek puasa le ( sampek habis puasa, tapi besok ngak mau puasa lagi)", katanya.

"jeh pakeun?"( kenapa?)

"meu kheut kheut bunoe anda. Wate teumek maen game langenyoe jaro ( bergetar getar anda, waktu mau maen game aja udah gini tangan)", katanya sambil meniru tangannya yang bergetar. 

Hahahahahahaha, jelas lah. Hipoglikemia.

"le ka maen kadang". ( banyak kali maen kadang"

"hana anda", jawabnya. ( ngak ada)

"hahaha, na rasa kiban puasa? Kah meunteng meu kheut kheut. Kiban mamak kah? Puasa, jak kerja, jak u keude, magun lom, urus awak kah lom. Bantot lom kah, pekaru adek lom. Mak keun meu keut kheu le, karab duroh ok kadang", kataku. (ada rasa gemana puasa? Fatir aja bergetar, gemana mamak kalian. Puasa, tapi kerja, ke pasar, masak, urus kalian lagi. Terus kalian batat, fatir juga suka ganggu adek. Mamak bukan bergetar lagi tapi udaha mau rontok rambut kadang)

"hahahahahw", dia tertawa.

"singoh puasa sampe poh 2 meunteng, lusa poh 3, lusa poh 4, bacut bacut. Latihan", kataku.(besok puasa sampe jam 2, terus lusa jam terus lusa jam 4 sampe bisa penuh, dikit dikit)

Dia pun mengangguk.

Akhirnya kami menghabiskan berbincang bincang tentang pengalaman puasa ketika aku kecil ditemani sebungkus good time sambing menunggu kantuk datang. 

Ah, anak anak. Selalu menarik untuk ceritakan. Bagaimana nasib puasa fatir? Wallahualam, kita tunggu saja. Semoga istiqamah. 

Kuta alam, 20 juni 2015, ramadhan ke 3

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun