Mohon tunggu...
Mutia Rahmah
Mutia Rahmah Mohon Tunggu... pegawai negeri -

menjadi dewasa adalah keajaiban yang harus disyukuri dengan tetap berbuat baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Do Da Idi

17 November 2014   18:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:36 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"laila haillallah, salsabila beu meutuah

beu udep beu panyang umur

salsabila beu meubah gia

allah di pujo nabi di ikot



ba meunorot ba meubah gia

lailahaillallah"

"lailahaillallah, salasabila semoga mulia

terus hidup anak ku sayang dan semoga panjang umur

Salsabila semoga bahagia

Allah di puji dan nabi diikut

Semoga menjadi penurut agar bahagia



Lailahaillallah"

Kira-kira itu artinya.

Itulah salah satu do da idi pengantar tidur saat mengayun anak di rumah kami. Rumah orang di penghujung indonesia yaitu aceh. Sebenarnya banyak versinya ada berupa salawat kepada nabi, kisah-kisah nabi dan rasul atau berupa nazam. Mamak dan nenekku biasanya lebih jago untuk urusan ini. Semuanya akan dibaca kalau yang di ayun tidak kunjung tidur. Dulu do da ida ini sering aku ucapkan saat menidurkan adik kecil ku di ayunan. Dan dia tidur ayun sejak dia kecil hingga kelas 2 SD.

Ayunan saat itu sangat sederhana. Hanya sebuah per, besi, tali dan kain sarung. Lalu di ikat di tiang rumah yang mudah di jangkau siapa saja. Maka tidurlah adikku disana selama 7 tahun lamanya tanpa mengeluh kecuali kain sarungnya mulai kekecilan untuk badannya yang semakin panjang. Jadi, sebelum tidur kami selalu menida bobokan dia dengan bacaan bacaan seperti di atas. Isinya berupa pemujaan kepada Allah dan salawat kepada rasul serta harapan sebuah kebahagiaan untuk anak-anak yang diayun. Kalau dia mulai bangun, dia sering buat ulah yaitu meliuk liuk kan badannya di ayun sebagai pertanda "aku mau bangun jadi ayun lagi". Sebagai kakak maka aku akan mulai mengayun lagi dan mulai lagi dengan lailahaillallah adek beu meutuah, beu udep beu panyang umu. Adek beu meubah gia.

Waktu berjalan sangat cepat. Tidak terasa, ayunan kain itu sudah lama disimpan mamak di dalam lemari karena adikku sudah tumbuh besar. Dan do dai idi itu semakin jarang aku dengar kecuali sesekali berkunjung kerumah tetangga yang punya anak kecil. Alhamdulillah tradisi do da idi anak dengan kalimat taibah ini masih ada di setiap rumah-rumah.

Hingga beberapa bulan yang lalu. Taraaaaaaaa.. Teman mainku waktu kecil, teman berantam, teman kejar-kejaran, teman yang terus menyuruhku pulang saat ikut dia bermain tapi paling ingat hari ulang tahunku, teman yang mengajarkan ku menabung, teman yang selalu membuatku takjub padanya, teman yang bahkan gaya berpakaiannya menjadi panutan walau dia laki laki dan aku perempuan, teman ku pergi sekolah dan mengaji, dikaruniakan anak oleh Allah. Dialah abang ku satu satunya. Dan itu keponakan pertama ku. Barulah do da idi ini terdengar lagi dirumah. Mengisi setiap ruang rumah. Setiap pagi, siang dan malam sesuai jadwal tidur salsabila. Hanya saja bentuk ayunanan nya saja yang jauh berbeda. Sudah ada per khusus yang dihubungkan dengan mesin penggerak sehingga sepanjang tidur si adik tetap bergoyang nikmat. Sehingga tidak perlu lama lama menunggunya tertidur hingga semua perbendaharaan do da idi kami habis.

Yap. Menurut ku do da idi ini bukan hanya sekedar tradisi yang diturunkan. Tapi ini doa. Doa seorang ibu untuk anaknya. Agar kelak anaknya selalu bahagia dan melakukan perintah serta menjauhi larangannya. Sederhana memang. Hanya dilantunkan saat menjelang tidur. Tapi ini merupakan proses yang kontinue terus menerus. Setiap hari hingga beberapa tahun kemudian doa ini terus dipanjatkan kepada Allah. Apalagi yang memanjatkan doa adalah seorang ibu yang doanya tidak ada hijab. Insyaallah doanya akan sampai. Sehingga kelak anaknya bisa menjadi sesuai harapan orang tua.

Jadi menurutku, modern apapun zamannya sehingga tercipta ayunan canggih yang begitu dimasukkan, si anak langsung tertidur. Tetap, jangan pernah lupakan menina bobokkan mereka dengan kalimat yang baik ini. Karena ini bukan sekedar tradisi yang bisa saja memudar seiring waktu. Tapi ini adalah doa. Doa yang terus kita panjatkan kepada anak kita, saudara saudara kita atau cucu cucu kita. Doa yang terus kita dengungkan, cerita baik yang terus kita kisahkan. Agar kelak mereka bisa menjadi lebih baik.

7 november 2014. Banda aceh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun