Mohon tunggu...
Johan Lukman
Johan Lukman Mohon Tunggu... -

Entepreneur, Dinar and Dirham User, Kontributor dinarbandung.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bolehkah Kita Mencicil Emas dan Dinar?

13 Februari 2012   04:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:44 2183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bantahan terhadap fatwa DSN adalah sebagai berikut :



  1. Emas walaupun pada saat ini bukanlah sebagai alat tukar/ mata uang tapi sejatinya emas dan dinar adalah barang yang memiliki kekuatan membeli ( purchasing power) . Emas adalah universal trandabel goods artinya dibanding dengan uang kertas rupiah, maka emas dimanapun masih bisa diterima dengan baik dibanding rupiah. Ketika anda berada di negara bekas Sovyet, anda membeli barang sedangkan di tangan anda hanya ada rupiah dan emas, maka dipastikan penjual akan memilih menerima emas dibanding rupiah.


  2. Emas diciptakan bukan karena dimanfaatkan wujudnya. Anda membeli beras maka anda akan membeli beras tersebut untuk anda manfaatkan sebagai makanan, begitu juga kurma, garam, anggur. Berbeda dengan emas dan perak yang diciptakan sebagai alat ukur kekayaan dan sebagai alat tukar karena keunikan yang dimilikinya.


  3. Pendapat Ibnu Taimiyah tidak bisa dijadikan acuan dalam pengambilan hukum atas bolehnya murabahah emas, karena apa yg difatwakan beliau adalah pada konteks membeli perhiasan dari emas. Sedangkan emas batangan dan dinar disini bukanlah perhiasan kecuali ada di antara anda yg menggunakan dinar dan emas batangan sebagai perhiasan baik berupa cincin, kalung dan anting. Fatwa Syaikh Ibnu Taimiyah ini yang sering disalahgunakan sebagai pakar syariah sebagai alasan diperbolehkan murabahah/ kredit emas dan penukaran barang ribawi yg tidak setara. Konsekuensinya menuduh Syaikh Ibnu Taimiyah memperbolehkan adanya riba fadhl. Suatu tuduhan yg serampangan ini saya temukan pada twitter penulis buku ekonomi syariah.


Ulama ulama telah berijtihad tentunya dalam mengeluarkan fatwa, dengan segala upaya pendalaman nash baik Al-Quran- Al-Hadits dan Qiyas, serta pemahaman pemahaman ulama ulama mazhab dari Ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah dan Hanabilah. Namun bila ternyata ada hujjah atau fatwa yg lebih kuat dari segi penggalian nash dan argumen argumen, maka sikap kita adalah kembali kepada fatwa yang lebih kuat dan tetap bersikap adil terhadap sebagian orang yang berpemahaman bolehnya murabahah emas yaitu cukup kita memberikan argumen tanpa memaksakan kehendak apalagi sampai mencela.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun