Mohon tunggu...
Daniel Yonathan Missa
Daniel Yonathan Missa Mohon Tunggu... Administrasi - Anak kampung

Saya anak kampung yang kampungan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Reward untuk Guru Sulit Direalisasikan?

8 Oktober 2017   13:39 Diperbarui: 8 Oktober 2017   13:55 1269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa pembicaraan tentang reward selalu menarik jika dikaitkan dengan peserta didik sedangkan ketika dihubungkan dengan guru menjadi tidak menarik? Mungkin pertanyaan ini berkali-kali terlintas dalam benak kita hingga terasa mengganggu. Kenyataannya memang demikian. Reward untuk guru sangat sulit diterapkan dalam suatu lembaga pendidikan. Bahkan jika pada akhirnya diberlakukan, sebenarnya, itu telah melewati proses panjang syarat perdebatan.

 Padahal penerapan reward untuk guru berimplikasi pada performance guru, baik di dalam maupun luar kelas. Dan memang sejatinya efek reward terhadap guru dan peserta didik pada dasarnya sama: menguatkan perilaku peserta didik dan pendidik, meskipun dalam penerapannya ada perbedaan signifikan. 

Faktor pemimpin

Maju atau mundurnya suatu organisasi, termasuk sekolah bergantung kepada pemimpin atau kepala sekolah. Pemimpin atau kepala sekolah-lah yang menentukan ke arah mana pergerakan institusi yang dipimpinnya. Inilah fungsi utama pemimpin: membukan jalan dan menentukan arah lembaga. 

Jika pemimpin menginginkan organisasi yang dipimpinnya bergerak maju, tentu telah dipikirkan cara -cara yang harus ditempuh. Dan salah satu cara effektif yang patut diterapkan ialah pemberian reward (penghargaan) kepada organisme organisasi yang berprestasi. Perilaku kepemimpinan yang demikian dapat menjadi referensi konstruktif bagi karyawan atau guru yang tidak berprestasi sehingga mau bekerja dengan orientasi berprestasi. 

Disamping itu, penghargaan yang diberikan dapat memotivasi guru yang menerimanya untuk mempertahankan dan meningkatkan perilaku prestasinya. Bukankah ini yang diharapkan oleh para pemimpin terhadap orang-orang yang mereka pimpin? Lagipula jika seorang guru mampu mempertahankan perilaku prestasinya, maka hal itu akan menjadi contoh yang baik sekaligus ajak kepada rekan-rekannya untuk melakukan hal yang sama. 

Namun sebaliknya, jika respon kepala sekolah terhadap prestasi guru biasa-biasa saja, dalam arti bukan sesuatu hal yang pantas dihargai, lambat laun performance guru mengendur. Bahkan bukan tidak mungkin tanpa prestasi. Guru hanya akan terfokus pada bagaimana survive bukan bagaimana berprestasi. Kalau sudah begini, maka  organisasi / sekolah yang akan menerima dampaknya. Tidak heran jika ada organisasi atau sekolah yang telah bertahun-tahun berdiri tetapi kesan "hidup enggan, mati tak mau" begitu kuat. Para pemimpin / kepala sekolah selayaknya menyadari hal ini. 

Faktor Paradigma

Paradigma pertama yang sering diungkapkan dalam kaitannya dengan reward untuk guru nyata dan jelas dalam kalimat ini: "itu kan sudah menjadi tugasnya sebagai guru". Ya, tugas guru ialah mentrasfer ilmu pengetahuan dan kehidupan. Bukan ini yang menjadi objek reward. Objek reward ialah cara guru melakukan tugasnya. 

Apakah dilakukan dengan tanggung jawab penuh? Apakah dilakukan dengan disiplin? Apakah dilakukan dengan komitmen? Atau apakah dilakukan dalam integritas?  Hal-hal inilah yang patut dihargai. 

Faktanya, ada guru yang melakukan tugasnya tidak dalam tanggung jawab penuh, tidak dalam disiplin, tidak dalam komitmen, tidak dalam integritas. Sementara itu ada pula guru yang dengan penuh tanggung jawab, disiplin, komitmen, dan berintergritas dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Guru semacam ini patut mendapatkan penghargaan. 

Kedua, paradigma "kan sudah digaji"?! Ya guru memang digaji. Pertanyaannya: apa yang digaji? Jabatannya sebagai guru? Atau tugas dan tanggung jawabnya? 

Guru digaji karena jabatannya sebagai guru dan dalam melakukan tugas-tugas keguruan yang diembankan kepadanya. Jelas, bagaimana guru melakukan tugasnya tidak digaji! Padahal cara guru melakukan tugasnya merupakan kunci utama keberhasilan suatu proses pembelajaran. 

Sejatinya, cara mengajar guru yang satu dengan guru yang lain dapat dengan mudah dibedakan. Cukup dengan melihat bagaimana guru-guru itu mengajar. Ada guru yang tidak mau dipusingkan dengan mempersiapkan perangkat dan media pembelajaran hingga ditegur berkali-kali oleh pimpinan pun tetap tidak mengubah perilakunya. Sebaliknya ada gury yang dengan senang hati berleha-leha mempersiapkan perangkat dan media pembelajaran. Meskipun ia sendiri terbatas dalam banyak hal.

Tidak ada uang

Alasan ini klasik tapi ampuh membekukan usulan pemberian reward kepada guru. Tidak hanya itu, segala obrolan atau bahkan perdebatan seketika terhenti ketika jurus pamungkas ini dikeluarkan. Apa pun formula yang dipakai untuk menaklukan jurus tersebut, hasilnya nol. Dan alih-alih mendapatkan reward justru kekecewaan yang didapat. 

Hal ini terjadi oleh karena para pemimpin / kepala sekolah masih terkonsep bahwa reward selalu dalam bentuk uang. Padahal tidak. Reward bisa dalam bentuk kenaikan jabatan/pangkat, diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan training, disekolahkan  atau sekedar pujian. Lagipula kalau memang harus dalam bentuk uang, mengapa tidak menjanjikan sejumlah uang kepada oknum guru yang berprestasi? Meskipun mungkin realisasinya relatif lama, paling tidak oknum guru tersebut tahu bahwa kerja kerasnya dihargai. 

Kadang-kadang, janji yang demikian memang dilakukan tetapi tidak ditepati. Ini salah satu hal yang mengakibatkan hilangnya kepercayaan guru kepada kepala sekolah. Para pemimpin sebaiknya menunjukkan teladan dalam hal menepati janji. Janji bukan soal waktu, melainkan soal ditepati atau tidak. Lama atau cepat tidak jadi soal asal ditepati.

Tidak penting

Hal yang lain yang berkontribusi dalam pemberian reward kepada peserta didik ialah adanya anggapan bahwa hal itu tidak penting. Anggapan ini dilatarbelakangi oleh landasan berpikir bahwa diberi atau tidak diberi reward pun tidak ada dampaknya. Para guru akan tetap bekerja dengan performance yang tinggi. Betulkah?

Reward berpengaruh positif terhadap perilaku kerja guru. Guru yang mendapatkan reward akan konsisten menunjukkan kinerja yang baik. Ia akan berjuang dengan keras untuk mengabaikan segala hal yang mencoba mempengaruhi kinerjanya, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan tempat kerja yang baru.

Sebaliknya, guru yang tidak memperoleh reward akan terhimpit dalam perasaannya sendiri yaitu perasaan bahwa kerja kerasnya tidak dihargai. Seiring berjalannya waktu logikanya akan mempengaruhi kinerjanya. "Untuk apa bekerja keras, toh tak dihargai sama sekali?!" Ini akan selalu menjadi referensinya dalam bekerja. Maka tujuan mengajar hanya untuk menyenangkan hati kepala sekolah bukan untuk prestasi pribadi dan kelompok (sekolah). 

Reward untuk guru penting! Perilaku positif dan kontributif guru dapat dipertahankan dan ditingkatkan dengan reward. Guru dengan motivasi berprestasi rendah menjadi termotivasi untuk beprestasi karena ada reward.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun