Mohon tunggu...
Daniel Yonathan Missa
Daniel Yonathan Missa Mohon Tunggu... Administrasi - Anak kampung

Saya anak kampung yang kampungan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bandit Komunikasi

11 Juni 2018   21:06 Diperbarui: 11 Juni 2018   21:24 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak bisa dipungkiri, bagian yang erat dan penting dalam kehidupan kita adalah komunikasi (communication). Setiap orang/pihak yang menyampaikan informasi, pesan, gagasan, perasaan, dan sikap disebut komunikator (communicator).

Sedangkan orang-orang/pihak-pihak yang menerima segala sesuatu yang disampaikan oleh komunikator dan selanjutnya menerjemahkan atau menginterpretasi hal-hal tersebut lalu mengirimkan umpan balik (feed back) dikenal sebagai komunikan (communicatee).

Komunikasi memungkinkan kita melakukan banyak hal. Apalagi identitas kita sebagai makluk sosial mengharuskan kita berinteraksi dengan sesama, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Tanpa komunikasi kita tak dapat berinteraksi secara efektif.

Bisa dikatakan, sebagian besar aktifitas manusia tidak mungkin dapat berlangsung tanpa komunikasi. Komunikasi dilakukan untuk menyampaikan berbagai kebutuhan. Tidak hanya kebutuhan primer yakni sandang, pangan, dan papan tetapi juga kebutuhan lain yang juga menunjang kehidupan kita. Lewat komunikasi kebutuhan akan informasi, berbagi, mengembangkan diri, menyampaikan gagasan, dan perasaan bahkan sikap dapat dipenuhi.

Sebagai sarana penting, komunikasi tidak hanya dapat mengimplementasikan berbagai aktivitas, tetapi juga dapat mengidentifikasi maksud, tujuan, bahkan identitas setiap orang yang berkomunikasi. Dengan komunikasi, setiap orang dapat saling mengetahui atau bahkan mengenal karakteristik masing-masing. Bahkan komunikasi membuat kita bisa mengetahui siapa diri kita.

Tujuan utama komunikasi adalah mempengaruhi perilaku. Faktanya, tidak semua orang setuju dan mendukung atau tidak setuju dan tidak mendukung gagasan kita. Ketidaksetujuan atau ketiadaan dukungan tentu merupakan persoalan yang mesti diretas. Dan dengan komunikasi permasalahan semacam ini bisa diselesaikan. Orang-orang yang tadinya tidak mendukung, akhirnya dapat memberikan dukungan. Perilaku yang tadinya tidak searah menjadi searah. Jelas, ada perubahan perilaku.

Pada saat komunikator menyampaikan segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingannya mungkin akan berbenturan dengan kepentingan komunikan. Dalam situasi yang demikian, bisa saja terjadi komunikasi yang manipulatif. Komunikator akan berusaha mencari cara agar kepentingannya dapat terpenuhi dan tidak jarang dengan memanfaatkan kepentingan komunikan untuk tujuan tersebut.

Berdasarkan pengalaman kita semua, komunikator dengan gaya memanfaatkan kepentingan komunikan tidak sulit ditemui. Hampir di setiap aktivitas kita selalu ada orang-orang/pihak-pihak seperti ini. Orientasi mereka hanyalah kepentingan diri mereka sendiri. Bagi mereka, kepentingan komunikan merupakan tumbal yang harus dikorbankan agar kepentingan mereka tercapai.

Kita hidup di zaman yang serba instan. Di zaman ini tersedia banyak kemudahan yang dapat membantu melancarkan segala aktivitas kita, tidak terkecuali aktivitas komunikasi. Maka tidak heran bila secara faktual, banyak orang tidak lagi menempuh cara-cara yang dirasa menyulitkan. Kalau pun ada, kemungkinan, hal itu dilakukan pada saat segala cara yang dianggap mudah ternyata belum membuahkan hasil sesuai harapan.

Dewasa ini, banyak orang tidak lagi mempedulikan cap atau stigma negatif yang disematkan kepada mereka karena aktivitas komunikasi yang bersifat destruktif terhadap citra diri mereka sendiri. Seakan-akan mereka lebih bergembira disebut inkonsistensi dalam berkata-kata asalkan tujuan mereka tercapai dalam waktu singkat daripada dipandang berintegritas tetapi tidak berhasil atau membutuhkan waktu yang relatif lama untuk meraih yang diharapkan. 

Kenyataan bahwa ada komunikator yang memanipulasi kepentingan komunikan sebagai cara untuk mencapai tujuannya, menguak identitas mereka yang sebenarnya. Identitas yang dimaksudkan di sini bukanlah soal data diri, melainkan lebih kepada motif yang menggerakkan komunikator menggagas suatu aktivitas komunikasi dengan komunikan. Dari hal ini pula kita dapat mengetahui maksud seseorang berkomunikasi dengan orang lain. Tentu mengetahui motif komunikasi seseorang bukanlah perkara gampang. Penyebabnya, motif merupakan sesuatu yang ada di dalam diri seseorang.

Motif merupakan faktor penggerak seseorang melakukan tindakan-tindakan tertentu, tidak terkecuali tindakan komunikasi. Karena itu, siapa pun yang hendak mengukur atau mengetahui motif seseorang, tidak bisa tidak, ia harus menunggu hingga motif yang telah terkonversi dalam aktivitas komunikasi itu dinyatakan.

Maksudnya, kita hanya dapat menyatakan seseorang konsisten atau inkonsistensi dalam perkataannya apabila memperlihatkan tingkah laku yang tidak berseberangan dengan kata-katanya. Memang dari sudut pandang disiplin ilmu psikologi, hal ini mungkin saja dilakukan dengan memperhatikan body language sang komunikator (komunikasi nonverbal), tetapi harus diakui pula bahwa hal ini bukanlah sesuatu yang pasti.

Ada komunikator yang berkomunikasi karena berdasarkan motif yang benar atau tulus. Mereka adalah orang-orang yang tampil apa adanya, tidak memiliki maksud terselubung, sungguh-sungguh peduli, dan  memperjuangkan kepentingan komunikan hingga terrealisasi.

Orientasi mereka adalah kepentingan komunikan, bukan kepentingan mereka semata. Namun, ada pula  orang yang berkomunikasi secara tidak benar atau tidak tulus. Terpusat kepada kepentingan diri mereka sendiri, ingin selalu terlihat perfect dalam berbagai hal, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan merupakan ciri utama orang-orang ini.

Bandit Komunikasi

Setiap orang yang berkomunikasi dengan motivasi serampangan memasukkan dirinya ke dalam kelompok bandit komunikasi. Entah apa yang ada dalam pikiran Anda ketika membaca istilah ‘bandit komunikasi’? Jika boleh menduga, mungkin Anda mulai membedah istilah tersebut menjadi dua kata sehingga mudah dipahami, sebagaimana yang pernah saya lakukan ketika berkenalan dengan istilah ini beberapa waktu lalu. Kita akrab dengan istilah ‘Bandit’ karena istilah ini bukanlah istilah yang asing bagi kita.

Bahkan mungkin kita pernah menggunakan istilah tersebut beberapa kali. Karena itu, ketika berjumpa dengan istilah ini pemikiran kita langsung terarah pada hal-hal negatif dan buruk. ‘Bandit’ selalu mengacu kepada para pelaku kejahatan. Dan memang kata ‘bandit’ merupakan penggambaran tentang individu atau kelompok tertentu yang biasa melakukan tindak kriminal, seperti perampokan, pencurian, dan sebagainya.

Tidak ada orang yang dijuluki bandit padahal sepanjang hidupnya ia tidak pernah melakukan tindak kriminal. Lain halnya dengan istilah ‘komunikasi’. Meski tidak semua orang menggunakan istilah ini dalam berbagai kesempatan, namun tidak berarti mereka sama sekali tidak memiliki pengertian tentang istilah komunikasi itu sendiri. Minimal, tidak ada persepsi negatif.

Rupanya identitas setiap orang yang berkomunikasi, baik komunikator maupun komunikan, penting untuk diketahui. Tujuannya tidak lain daripada agar kita dapat menentukan sikap dan keputusan secara tepat. Pengenalan kepada orang/pihak yang berkomunikasi dengan kita membuat kita dapat membuka atau menutup diri terhadapnya. Lagipula sikap dan keputusan kita: menerima atau menolak pesan atau berita yang dikomunikasikan bergantung pada pengetahuan atau pengenalan kita akan teman komunikasi kita.

Nah, apakah ‘bandit komunikasi’ itu? Istilah ini terdiri dari dua kata, yaitu ‘bandit’, yang oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (2013) diartikan sebagai penjahat; pencuri, dan ‘komunikasi’ yang memiliki arti pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

Komunikasi juga memiliki arti hubungan; kontak; dan perhubungan. Keit Davis (1996) menerangkan komunikasi sebagai cara menyampaikan gagasan, fakta, perasaan dan nilai kepada orang lain. Komunikasi juga diartikan sebagai usaha mendorong orang lain menginterpretasikan pendapat seperti apa yang dikehendaki oleh orang yang mempunyai pendapat tersebut (Sukanto Reksohadiprodjo & T. Hani Handoko, 2001).

Sementara itu, menurut Budyatna & Ganiem (2012) bandit komunikasi (communicative gangster) adalah orang-orang yang bertindak untuk kepentingan diri mereka dengan orientasi komunikasi yang sangat egosentris. Singkatnya, bandit komunikasi adalah orang-orang yang tidak memiliki kemurnian motif dalam berkomunikasi.

Berdasarkan arti dari kata bandit, komunikasi dan pengertian komunikasi yang dikemukakan diatas, istilah ‘bandit komunikasi’ dapat dimaknai sebagai sebagai penjahat; pencuri yang melakukan pegiriman dan penerimaan pesan atau berita dengan orang lain sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Atau dapat diartikan sebagai pencuri; penjahat yang memotivasi orang lain menafsirkan pendapat seperti yang dikehendakinya. Bandit komunikasi bisa juga berarti pencuri; penjahat yang mengadakan hubungan/kontak/ perhubungan.

Hal apakah yang menggerakkan bandit komunikasi menggagas suatu komunikasi? Berdasarkan uraian Budyatna dan Ganiem tentang bandit komunikasi, maka motif yang menggerakkan bandit komunikasi memulai suatu aktivitas komunikasi tidak lain dari pada kepentingan diri mereka sendiri. Itu sebabnya orientasi mereka sangat terpusat kepada diri mereka sendiri.

Kita tahu, yang diharapkan dalam proses komunikasi ialah adanya titik kesamaan saling pengertian. Padahal misunderstanding berpotensi besar terjadi karena kurang tepatnya penerimaan orang lain terhadap berbagai hal yang dikomunikasikan. Bandit komunikasi menyadari hal ini dengan baik. Itu sebabnya mereka berkomunikasi secara strategis.

Para bandit komunikasi tidak pernah kehabisan strategi. Mereka mengerahkan segala kemampuan mereka untuk memperoleh strategi terbaik dalam menjalankan rencana mereka. Suatu strategi yang berhasil diterapkan pada waktu lalu akan kembali dijalankan, tidak peduli berapa kali melakukannya. Bagi mereka, yang terpenting bukan bagaimana mendapatkan hasil melainkan cara apa yang dapat mendatangkan hasil maksimal.

Karena itulah mereka tidak menghindari komunikasi apa pun yang menipu, penuh akal bulus, atau di bawah martabat manusia (Stephen R. Covey, 1997). Lebih lanjut dijelaskannya, unsur paling penting dalam komunikasi bukan pada apa yang tertulis dan terucap, melainkan pada karakter pengirim pesan kepada penerima. Jika komunikasi dibangun dari tekhnik hubungan yang dangkal, bukan dari dasar diri yang paling dalam, maka hubungan komunikasi akan berlangsung dengan cara seperti yang dipraktekkan para bandit komunikasi.

Kita tahu, setiap orang yang tidak sungguh-sungguh berusaha memperjuangkan kepentingan orang lain atau bandit komunikasi merupakan para pencari keuntungan. Yang ada dalam pikiran mereka hanyalah hal-hal yang menguntungkan mereka. Kalau kepentingan komunikan dapat membawa keuntungan, mereka akan memanfaatkannya. Sebaliknya, kalau kepentingan komunikan ternyata berpotensi menimbulkan kerugian bagi mereka, tidak akan dipedulikan. Fokus mereka adalah hasil, bagaimana dan apa pun caranya. Itu sebabnya menghalalkan segala cara sudah menjadi kebiasaan mereka.

Tampaknya merugi merupakan kata yang tidak ada dalam kamus para bandit komunikasi. Kalau pun ada, mungkin inilah kata yang paling mereka benci. Hal ini ditandai dengan adanya rasa tidak percaya kepada orang lain. Mereka takut dibanditi sebab jika hal itu sampai terjadi, bukan tidak mungkin mereka akan mengalami kerugian karena ulah orang-orang yang mereka percayai. Para bandit komunikasi lebih memilih menyembunyikan strategi komunikasi mereka dan berharap selalu berhasil. Dengan berbagai cara mereka berusaha agar tidak mengalami kerugian.

Tujuan para bandit komunikasi sudah pasti untuk menciptakan kesan-kesan yang tidak hanya menimbulkan simpati tetapi juga menguntungkan diri mereka. Mereka rela menyampaikan hal-hal yang bahkan mungkin tidak dapat mereka sanggupi. Para bandit komunikasi sama sekali tidak memiliki keinginan untuk menepati janji mereka meskipun ada kesempatan dan potensi untuk melakukannya. Maksud mereka adalah menciptakan situasi dan kondisi yang dapat mereka kontrol guna pencapaian tujuan mereka. Tak pelak lagi, sepak terjang para bandit komunikasi cenderung merugikan dan memanfaatkan orang lain.

Bandit komunikasi tidak memiliki keinginan untuk memaksimalkan aktivitas komunikasi secara timbal balik, dimana kepentingan mereka dan kepentingan komunikan dapat dicapai. Mereka berusaha untuk tampil sebagai orang-orang yang paling berhak memiliki kepentingan. Tidak heran, kepentingan komunikan direbut dan dimanipulasi demi kepentingan mereka.

Sepak terjang para bandit komunikasi didesain sedemikian rupa sehingga tampak menarik dalam pandangan komunikan. Dengan begitu, publik akan menaruh ekspektasi yang besar terhadap mereka. Ketika memberikan sesuatu kepada komunikan, sebenarnya, mereka telah mengambil lebih banyak dari yang mereka berikan. Dengan kata lain, para bandit komunikasi tidak akan pernah memberikan apa pun bila belum mengambil.

Siapa sajakah yang berpeluang menjadi bandit komunikasi? Saya, Anda yang membaca opini ini, orang lain, pemilik dan staff koran ini, wartawan, anggota TNI/Polri, ulama, pemerintah, politisi (kandidat), dan sebagainya berpotensi disebut sebagai bandit komunikasi. Individu dan kelompok masyarakat yang telah disebutkan dapat menghindarkan diri mereka dari stigma bandit komunikasi apabila mereka tidak mungkin berbohong atau menipu, atau tidak ingkar janji. Jadi, saja setiap orang, baik secara individu maupun kelompok, bisa bertindak sebagai bandit komunikasi.

Kandidat = Bandit Komunikasi?

Kelihatannya kelompok masyarakat yang paling menarik untuk didalami aktivitas komunikasinya lebih lanjut ialah kandidat. Mereka menerapkan banyak strategi, baik langsung maupun tidak langsung, seperti mendatangi konstituen dan bertatap muka dengan mereka. Dalam kesempatan komunikasi tanpa media ini, para kandidat memanfaatkan segala potensi komunikasi agar calon pemilih dapat diyakinkan.

Tidak hanya itu. Para kandidat juga memanfaatkan media, baik cetak maupun elektronik, sebagai penyambung lidah mereka. Apalagi menjelang pesta demokrasi seperti pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilihan umum (pemilu), dan pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres). Pada berbagai momentum penting ini, para kandidat begitu eksis.

Seolah-olah media milik kepunyaan mereka. Dengan strategi komunikasi face to face dan melalui media kandidat berusaha meyakinkan masyarakat umum. Biasanya komunikasi mereka sarat janji. Mulai dari janji yang dirasa bisa diwujudnyatakan hingga yang melebihi kemampuan mereka pribadi. Harapannya, rakyat mempercayai omongan mereka dan menyatakan dukungan kepadanya.

Bukan rahasia lagi, kandidat merupakan kelompok masyarakat yang sangat sering mengucapkan janji. Pada musim kampanye, janji kandidat seperti jagung yang di tanaman pada musimnya. Tumbuh di mana-mana dan dikemas secara apik dari segi tampilan dan redaksinya. Namun telah menjadi rahasia umum pula bahwa, mungkin, janji yang paling diragukan ketepatannya ialah janji kandidat. Entah mengapa. Dugaan saya kenyataan ini erat kaitannya dengan tindakan yang menyertai janji itu. kandidat lebih pandai berjanji ketimbang menepatinya.

Banyak kandidat memiliki kemampuan menaburkan janji, tetapi sangat sedikit kandidat yang memiliki kemampuan menaburkan dan menumbuhkan janji mereka menjadi kenyataan. Mungkin karena fenomena ini, tidak sedikit orang yang menyebut kandidat sebagai pengumbar/pengobral janji. Istilah umbar/obral digunakan untuk menggambarkan begitu mudahnya kandidat mengucapkan janji. Tetapi paling sulit ditepati.

Kita sering mendengar ungkapan “janji gombal”. Pada prakteknya, ungkapan ini ditujukan kepada insan yang sedang dilanda asmara alias jatuh cinta. Akhir-akhir ini ungkapan tersebut juga disematkan kepada janji para kandidat. Kita tahu, gombal artinya bohong; omong kosong. Kata ini sering dihubungkan dengan aktivitas muda-mudi yang sedang jatuh cinta karena aktivitas komunikasi mereka bersifat rayuan.

Berarti, kalau janji kandidat disebut janji gombal, artinya dalam pandangan masyarakat janji kandidat sama dengan janji bohong; janji omong kosong. Gombal juga memiliki arti ucapan yang tidak benar, tidak sesuai dengan kenyataan.

Dengan demikian, janji kandidat merupakan janji yang memiliki kesetaraan dengan ucapan yang tidak benar, tidak sesuai dengan kenyataan. Pada saat berkampanye, mereka berjanji akan melakukan ini dan itu. Tetapi setelah terpilih dan menjabat sebagai legislator atau eksekutif, janji-janji itu dilupakan begitu saja, seolah-olah tidak pernah diucapkan.

Bagaimana mungkin publik dapat diyakinkan kalau menerapkan gaya berkomunikasi yang mirip dengan bandit komunikasi?? Sikap publik terhadap mereka tak akan berubah. Sebab pada dasarnya, perubahan sikap hanya bisa terjadi manakala ada kepercayaan (trust) pada pihak/orang yang menggagas komunikasi, pesan yang disampaikan, dan situasi yang dihadapi. Apabila publik tidak mempercayai gagasan, informasi, pesan sang kandidat, maka gagasan, informasi, pesan tersebut tidak akan mampu mengubah sikap mereka. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kunci untuk memperoleh dukungan secara politis adalah komunikator itu sendiri. Semakin besar prestige seorang komunikator, makin besar perubahan sikap yang dihasilkannya.

Jika dicermati, janji-janji para kandidat hanya akan ditepati apabila terpilih. Sebaliknya, apabila tidak terpilih, maka tidak perlu ditepati. Dengan sedikit kritis, rakyat bisa mengajukan pertanyaan kepada mereka: kalau memang ingin melakukan sesuatu demi bangsa dan negara, mengapa nanti pada saat telah menjadi legislator atau eksekutif?? Pertanyaan ini penting untuk disimak oleh para kandidat, khususnya bagi mereka yang akan dan sedang bertarung dalam pemilihan umum 2014 mendatang.

Dan juga bagi mereka yang memiliki niat untuk maju, baik sebagai legislatif maupun eksekutif, pada pesta demokrasi yang akan datang. Tidaklah sulit dan tidak perlu mengucapkan janji-janji gombal apabila setiap kandidat membangun image-nya sebagai kandidat ‘yang telah melakukan’, bukan ‘yang akan melakukan’. Sebenarnya, citra diri para kandidat bisa terbangun dengan sendirinya manakala mereka telah melakukan sesuatu, meskipun mereka tidak membangunnya. Dan jangan lupa, apa yang kita lakukan memiliki makna lebih daripada apa yang kita katakan.

Kandidat ‘yang telah melakukan’ adalah kandidat yang telah melakukan sesuatu demi kepentingan orang banyak sebagai wujud pengabdiannya kepada bangsa dan negara meskipun belum menjadi wakil rakyat. Kandidat dengan karakteristik seperti ini tidak akan menemui kesulitan yang berarti ketika ingin mengembangkan dirinya sebagai legislator atau eksekutif.

Sebab rakyat dengan sukarela dan senang hati memberikan dukungan bahkan mendaulat mereka sebagai wakilnya. Situasi berbeda akan dialami oleh kandidat dengan karakteristik ‘yang akan melakukan’, yaitu kandidat yang melakukan sesuatu demi kepentingan orang banyak apabila telah menjabat sebagai legislator atau eksekutif. Perjalanan kandidat seperti ini penuh warna karena dipenuhi dengan berbagai strategi komunikasi yang mencurigakan. Mengucapkan janji bohong atau gombal sudah pasti mereka lakukan. Bagaimana mungkin rakyat dapat mendukung mereka??

Jangan Pilih Kandidat ‘Bandit Komunikasi’

Orientasi para kandidat (tidak semua) adalah bagaimana mencapai target untuk meloloskan mereka menduduki posisi yang mereka inginkan. Aktivitas komunikasi yang digagas, dikembangkan, dan dipertahankan hanyalah untuk meraih simpati publik. Janji untuk berbuat demi kepentingan orang banyak disampaikan tidak dengan keinginan yang kuat untuk menepatinya. Mereka hanya berusaha menampilkan diri sebagai orang-orang yang tampak peduli pada berbagai persoalan publik, padahal sebenarnya tidak demikian. Bukan suatu pernyataan komitmen yang mau tidak mau harus ditepati. Untuk hal itu, berbagai cara ditempuh, termasuk melakukan hal-hal di bawah martabat manusia seperti money politics dalam ragam bentuknya. Mereka terfokus pada kepentingan mereka saja. 

Padahal rakyat menaruh harapan yang besar kepada para politisi. Sebab dalam sistem ketatanegaraan kita, kandidat merupakan kelompok elit yang bertugas memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Demi tujuan itulah, rakyat memberikan dukungan kepada mereka. Namun dukungan ini tidak jarang disalahgunakan. Ada kandidat yang dengan sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan rakyat, namun tidak sedikit pula yang tidak melakukannya meskipun mendapat dukungan penuh dari rakyat.

Pemilu kali ini, sebagai pemilih, jangan biarkan para kandidat membanditi kita. Kenali kandidat yang akan kita pilih. Jangan mudah terpancing dengan segala omongan manis. Jika layak dan pantas didukung, berikan dukungan dengan sepenuh hati dan kawal kiprah mereka apabila berhasil mewakili kita. Sebaliknya, apabila tidak layak dan pantas, jangan memilih. Apalagi memilih kandidat berlabel bandit komunikasi.

Penutup

Akhirnya, orang mungkin ragu dengan apa yang Anda ucapkan, tetapi mereka akan percaya dengan apa yang Anda lakukan. Bagi para kandidat, kalau Anda telah menunjukkan pengabdian kepada bangsa dan negara, sekecil apap pun, jangan takut. Anda akan mendapat dukungan rakyat. Sebaliknya, apa bila Anda belum melakukan apa-apa demi bangsa dan negara, maka yakinlah upaya Anda seperti menjaring angin.

Literatur:

Keit Davis (1996), Perilaku Dalam Organisasi, Penerbit Erlangga - Jakarta

Muhammad Budyatna & Leila Mona Ganiem (2012), Teori Komunikasi Antar Pribadi, Penerbit Kencana, Rawamangun – Jakarta

Stephen R. Covey (1997), The 7 Habits of Highly Effective People (7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektiv), Penerbit Binarupa Aksara – Jakarta

Sukanto Reksohadiprodjo & T. Hani Handoko (2001), Organisasi Perusahaan Edisi 2: Teori, Struktur, Dan Perilaku, Penerbit Fak. Ekonomi UGM, Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun