Mohon tunggu...
Muhammad Yunus Anis Atmotaruno
Muhammad Yunus Anis Atmotaruno Mohon Tunggu... -

saya Muhammad Yunus alumnus Sastra Arab UGM Yogyakarta, sekarang sedang menempuh study S2 di Kajian Timur Tengah UGM. Saya sangat tertarik dengan linguistik Arab dan budaya khususnya tentang tasawuf.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Misogini dalam Ayat Al-Qur'an

25 Januari 2011   04:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:13 4384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1295928283765871961

Muhammad Yunus Anis* Secara terminologi kata “miso” memiliki arti “benci” (2001:438). Adapun kata “misogin” adalah “benci akan perempuan/membenci perempuan”.Di dalam kamus ilmiah popular kata “misogini” berarti: benci akan perempuan; perasaan benci akan perempuan.”Misoginis” berarti laki-laki yang benci kepada perempuan (2001:439). K.K. Ruthven (t.t:44) menjelaskan mengenai misogini di dalam buku “Feminist Literary Studies: An Introduction” sebagai berikut: “The other error is to argue from the way women are represented in the tragedies – the characterization of Cleopatra tends to be somehow overlooked- that Shakespeare was as much as misogynist as the next man, as some of his sonnets ‘prove’. Dari hal tersebut tampak bahwa wanita semenjak zaman dahulu sudah mulai direpresntasikan dengan sosok tragedi, hal tersebut merupakan sebuah kesalahan di mana wanita adalah dianggap sebagai makhluk lemah seperti dalam karakter Cleopatra. Dalam hal ini Shakepeare dianggap sebagai lelaki yang cukup misoginis dalam pembahasan dan pembuktian sonetanya. Di dalam agama Islam terdapat dua sumber rujukan utama yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist. Ada beberapa ayat-ayat maupun matan hadis yang di dalam tataran interpretasi mengandung kesan misogini, sebagaimana terdefinisi di atas. Beberapa ayat dan matan hadis misogini tersebut adalah:

  • Pesan kepada suami/ lelaki agar jangan bermusyawarah dengan perempuan dijelaskan dalam banyak hadist. Hal ini merupakan mitoginis karena sifat dominan intelektual hanya diberikan porsi lebih kepada para pria dan wanita hanya menjadi subordinat dalam kedominanan intelektual pria. Beberapa matan hadist yang cukup mitoginis dalam hal ini adalah:

خَالفُوا النّســـــــــاءَ فَإنّ في خلافهنّ بركةٌ “Berbeda pendapatlah dengan perempuan karena dalam berbeda dengan mereka terdapat keberkahan” (HR. al-Askari melalui Umar ra.). طَاعةُ النســــــــــاءِ ندامةٌ “Menaati/ memperkenankan saran perempuan berakhir dengan penyesalan” (HR. al-Ajiluni). أعدَى عدُوِّكَ زوجتك التيي تُضــــــــاجِعُكَ “Musuhmu yang paling utama adalah istrimu yang sepembaringan denganmu” (HR. ad-Dailami melalui Abu Malik al-Asy’ari). Kenapa perempuan justru diposisikan sebagai musuh? Bukankah sebenarnya perempuan adalah patner dalam bekerja untuk mencapai sebuah tujuan. Matan hadis ini cukup mitoginis.

  • Ada juga ungkapan yang sangat populer yang menyatakan bahwa ilmu hilang karena bentk tubuh seksi dari perempuan. Hal ini menempatkan perempuan pada posisi eksploitasi seksuil saja. Perempuan dianggap sebagai pelepas nafsu bejat pria, alih-alih hilangnya ilmu. Bisa jadi hadis ini juga digunakan untuk justifikasi bahwa hanya pria lah yang pandai dan perempuan bukanlah sosok yang pandai dan menjadi marginal oleh kepandaian pria:

صِيـــــاغُ العِلم بَينَ فخذَي النســــــــــــاءِIlmu hilang di antara kedua paha perempuan” (HR. al-Ajluni dan Ibnu Thulun). النّســــــــــاءُ مصابيحُ البيوتَ و لكن لا تعلِمُوهنّPerempuan adalah lentera-lentera rumah tangga, tetapi jangan ajari mereka” (HR. al-Ajluni). Justru hingga abad sekarang ini, sebagian besar teoritisi laki-laki pada semua titik spektrum politik menerima keyakinan bahwa telah ada “dasar landasan” pengurungan kaum wanita pada keluarga, dan untuk penklukan secara hukum dan adat kebiasaan kaum wanita pada suaminya dalam keluarga (Okin 1979:200). Pembatasan hak-hak sipil dan politik kaum wanita dikatakan dapat dibenarkan oleh kenyataan bahwa wanita, secara alamiah, tidak cocok untuk aktivitas-aktivitas politik dan ekonomi di luar rumah. Teoritisi kontemporer secara berangsur-angsur telah mengabaikan asumsi inferioritas alamiah kaum wanita ini. Mereka menerima bahwa para wanita seperti laki-laki, harus dilihat sebagai “mahluk yang bebas dan sama”, mampu menentukan nasib sendiri dan merasakan keadilan, dan karena itu bebas memasuki wilayah public (Kymlicka, 2004:318).

  • Dalam hal kepemimpinan, tugas kepemimpinan lelaki lebih merupakan keistimewaan dan derajat/ tingkat yang lebih tinggi daripada tingkat perempuan:

وَ لهُنّ مِثلُ الذي عليهنّ بالمعروفِ و للرجال عليهنّ درجة, واللهُ عزيزٌ حكيمٌ (228)Para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang makruf, tetapi para suami mempunyai satu derajat (tingkatan) atas mereka (para istri)” (QS. Al- Baqarah (2): 228). Derajat itu adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk meringankan sebagian kewajiban istri. Karena itu, tulis guru besar para pakar tafsir, yaitu Imam ath-Thabari:”Walaupun ayat ini disusun dalam redaksi berita, maksudnya adalah perintah kepada suami untuk memperlakukan istrinya secara terpuji, agar suami dapat memperoleh derajat itu.” كلكُم راعٍ و كُلّكم مسئول عن رعيته. الأمرُ راعٍ, والرجل راعٍ علي أهل بيته و المرأة راعية علي بيتِ زوجها و ولده فكُلكُم و كُلكُم مسئول عن رعيّتهSemua kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Penguasa adalah pemimpin, lelaki (suami) adalah pemimpin di rumah tangganya, perempuan (istri) adalah pemimpin di rumah suaminya dan terhadap anak-anaknya. Semua kamu adalah pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya” (HR. Bukhari dan Muslim melalui Abdullah Ibnu Umar ra.). Matan hadist di atas menempatkan wanita laksana “pembantu” bagi rumah pria. Berarti yang berhak memiliki rumah hanya suami. Adapun wanita hanyalah pembantu bagi rumah para suami. Meskipun dalam redaksi awal cukup memberikan keseimbangan gender dalam hal ihwal kepemimpinan, namun di redaksi selanjutnya perempuan kembali menjadi subordinat karena menempatkan perempuan hanya dalam urusan keluarga. Dimana peran lelaki dalam rumah tangga tidak disebutkan dalam matan tersebut. Padahal urusan rumah tangga dan anak-anak adalah tanggung jawab penuh keduanya baik suami maupun istri. لَن يُفلِحَ قومٌ ولوا أمَرَهم امرأةٌTidak akan berjaya satu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan” (HR. Ahmad, Bukhari, an Nasa’I, dan at-Tirmidzi melalui Abu Bakrah). Matan hadis di atas sangatlah mitogini karena perempuan menjadi penyebab utama ketidakberjayaan suatu kaum. Padahal dalam hal ini seharusnya ditekankan pada kapabilitas dan kwalitas kepemimpinan pada lelaki dan wanita tersebut, bukan malah ditinjau dari sisi jenis kelamin. Pemahaman yang serampangan dari hadis di atas mengakibatkan wanita selamanya tidak akan layak menjadi pemimpin. Hanya pria yang berhak berkuasa dalam percaturan politik. Adapun wanita hanya menjadi penonton, dan dengan hiperbolis malah dianggap sebagai pengrusan sebuah kejayaan. Benar-benar terlalu..karena hadist tersebut diriwayatkan oleh tiga pakar ahli hadist yang cukup representative kevalidannya.

  • Masyarakat jahiliyah menilai perempuan tidak memiliki peran apa-apa. Mereka melukiskannya dengan:

نَصرُها بُكاءٌ و بِرّها سَرِقةٌPembelaannya adalah tangisan dan baktinya adalah mencuri (milik suami untuk diberikan kepada keluarganya)” dan karena itu al-Qur’an melukiskan sikap masyarakat jahiliyah dengan firman-Nya: وَ إذا بُشِّرَ أحدُهُم بالأنثى ظلّ وجهه مُسودًّا و هو كَظيمٌ (58)Apabila seseorang dari mereka diberi kabar tentang (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya dan dia sangat marah” (QS. An-Nahl (16):58). Ayat tersebut di atas menjelaskan dengan cukup nyata bahwa bangsa yang termasuk “jahiliyah”/bangsa bodoh adalah bangsa yang tidak menghargai kaum wanita. Hal ini merupakan penyakit pertama dan utama di mana wanita dianggap sebagai sesuatu yang menjijikkan. Karena dengan lahirnya wanita muka orang-orang jahiliyah menjadi hitam/merah yang berarti marah. Kehadiran wanita sangat tidak dikehendaki oleh mereka. Pria menjadi simbol kekuatan, simbol kejantanan, dan simbol kekuasaan dan kekuatan. Dan perempuan merupakan simbol cengeng, lemah, dan tidak berkuasa. Stop kekerasan terhadap wanita. Stop menyakiti perasaan wanita dengan menduakan hatinya. Jangan jadikan dalil atau predikat agama yang kudus untuk melegalkan kekerasan dan kebencian. Selayaknya wanita dilindungi oleh kekuatan, bukan oleh kejantanan, selayaknya wanita dihiasi dengan cinta kasih, bukan dengan kemachoan dan arogansi untuk merasa kuat. Bahasa menjadi media untuk mengkomunikasikan ide-ide yang sebenarnya bukan sebagai media untuk menebar kebencian, bahasa sebagai ilmu yang sangat logis dan empiris selayaknya melingkupi manusia dengan kedamaian bukan dengan kekerasan atau kebencian..hargai bahasa,,hargai wanita,,hargai perbedaan,,Wa'Allahul muwafiq.. ******* Daftar Pustaka Al-Qur'an dan Terjemahannya. Departemen Agama RI. PT Syamil Cipta Media. Kymlicka, Will. 2004. Pengantar Filsafat Politik Kontemporer, Kajian Khusus atas Teori-Teori Keadilan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ruthven, K.K. t.t. Feminist Literary Studies: an Introduction. Australia: University of Melbourne. Shihab, Quraish. 2007. Perempuan. Jakarta: Lentera Hati. Widodo. 2001. Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta: absolut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun