Stratifikasi merupakan bentuk sekulerisme yang lahir dari semangat pengkastaan dalam struktuur masyarakat kuno maupun kontemporer, ia telah telah terabadikan menjadi dasar moral dalam kaitanya dengan penguasaan kemerdekaan kelompok sosial maupun individu-individu lemah yang mengalami miss informasi dimana kemerdekaan moralitas praktisnya telah diserahkan kepada kelompok-kelompok dan individu-individu lain yang mempunyai akses informasi secara berlebihan.
Pengkastaan tersebut melahirkan tata hukum moralitas praktis dalam sebuah kelompok individu besar.
 Jika menilik kepada nilai keidealan suatu pranata, sesungguhnya dasar kelahiran pranata adalah dari semangat moral yang merupakan embrio dari akal budi praktis sebagai hasil dari proses empirisme  yang merupakan kebenaran suara hati nurani mayoritas kelompok sosial, disinilah embrio tersebut dikandung dalam GUA GARBA dan melahirkan struktuur/hirarki veertikal maupun horisontal.
 Stratifikasi sosial politiek yang dikembangkan oleh gerombolan yang mengaku dirinya aristokrat adalah berguna untuk membatasi kehendak rakyat dalam hubungannya dengan penguasaan atas asset ekonomisch dan asset moralitas praktis  yang memungkinkan terjadinya BULLYING dari aristokrat kepada kelompok RAKJAT DJELATA karena telah di justifikasi oleh hukum moral yang di tiupkan kedalam kesadaran kehidupan masyarakat secara generasional.
 Namun hal tersebut akan berbeda jika kelompok aristokrat yang menguasai hukum moralitas prakis dalam suatu teritorial terdiri dari individu-individu Sufi Raja, akan tetapi pada zaman yang kesemua lini telah mengalami sekularisasi dapatkah ditemukan sosok tersebut lahir dalam suatu kelompok masyarakat? jelas jawabanya akan 1 : 1.000.000.000
 Sufi adalah individu yang telah melepaskan kebutuhan sekulernya jikapun fisik menginginkan tiada lebih dari Standard Kebutuhan Fisik Kaum Kere karena orientasinya lebih kepada pengembangan kesadaran Ruh yang terintegrasi dalam pola kesadaran  gerak, ucapan dan ruh.
 Sedangkan raja adalah individu yang memiliki kesadaran moralitas sekuler praktis yang didalamnya mengandung nilai-nilai keuntungan monopolistische  terhadap pengusaan hajat hidup mayoritas populasi.
Â
 JADI
Â
 Jabatan dalam bentuk apapun baik eksekutief, legislatief,  yudikatief maupun fungsionaris adalah merupakan cita cita individu yang didalamnya mengandung kehendak kesadaran dalam fungsi akal budi praktis yang berdasar kepada aturan aturan hukum materialis dari subyek yang melihat fenomena suatu kepentingan  secara obyektief yang didalamnya menghasilkan keuntungan-keuntungan material dan moral kepada subyek yang sadar fenomena secara individu maupun kelompok.
 Jika dalam perjalanan individu yang secara obyektief bergabung dalam suatu kelompok kepentingan guna mencapai cita-citanya dan pada pelaksanaannya tidak dapat melaksanakan fungsinya sesuai dengan KONSTITUSI, adalah hak dari pada komunitas RAKJAT DJELATA untuk menolak kehadiranya dalam campur tanganterhadap  pengelolaan TERITORIAL, karena pembiaran akan mengakibatkan terciptanya STRUKTUUR NON OBJEKTIEF serta meruntuhkan penciptaan PERADABAN dalam masa depan pengembangan suatu sistem sosial masyarakat yang ke arah yang logisch.
 atmosoerjo de febrero de 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H