Mohon tunggu...
KOMUNITAS ATMA JAYA MOVEMENT
KOMUNITAS ATMA JAYA MOVEMENT Mohon Tunggu... Jurnalis - Media Informasi Kegiatan Komunitas AJM UAJY

Dikelola Oleh Divisi Multimedia Komunitas AJM UAJY Instagram @ajmuajy Official e-mail: komunitas-ajm@uajy.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kaum Perempuan di Antara Budaya Patriarki

20 Maret 2022   13:35 Diperbarui: 20 Maret 2022   13:37 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Patriarki merupakan sebuah ideologi yang menempatkan laki – laki pada posisi yang lebih tinggi dibandingan perempuan. Sehingga, peran laki – laki dalam sistem sosial yang ada di masyarakat memegang kekuasaan paling besar serta garis keturunan keluarga dilanjutkan melalui laki – laki. Oleh sebab itu, terdapat nilai – nilai maskulinitas yang dianggap sebagai simbol kekuasaan. Pada dasarnnya Patriarki dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

Tradisional

Jenis tradisional ini merupakan jenis patriarki dimana dalam sistem ini laki – laki yang lebih tua memiliki kekuasaan atas generasi laki – laki yang lebih muda. Biasanya, masyarakat patriarki tradisional juga patrilineal gelar dan properti diwarisi melalui garis laki – laki. 

Untuk dapat lebih memahami jenis patriarki tradisional ini, contohnya ialah Hukum Salic dimana hukum ini diterapkan pada properti dan gelar yang mengikuti garis keturunan pria dengan ketat.

Modern

Jenis patriarki modern ini merupakan jenis patriarki dalam sistem modern yang meletakan beberapa laki – laki dengan memegang lebih banyak kekuasaan maupun hak istimewa berdasarkan posisi otoritas, dan hierarki kekuasaan yang dianggap dapat diterima.

Patriarki dikelompokkan menjadi 6 enam bentuk, yaitu :

a) Patriarki dalam rumah tangga,                                d) Patriarki dalam kekerasan,

b) Patriarki dalam pekerjaan,                                        e) Patriarki dalam budaya, dan

c) Patriarki dalam seksualitas,                                      f) Patriarki dalam negara.

Penyebab adanya Patriarki

Salah satu alasan utama mengapa budaya patriarki masih ada di Indonesia adalah karena budaya ini memang sudah tertanam kuat pada masyarakat sejak zaman nenek moyang bahkan sebelum masyarakat mengenal tulisan. Masih ditemukan keluarga yang memutuskan untuk mewariskan budaya patriarki kepada keturunan mereka.

Masyarakat pada zaman berburu pun sudah menegakkan budaya patriarki, entah itu disadari atau tidak. Pada masa itu, kaum perempuan tidak ikut berburu. Mereka hanya tinggal di rumah dan menjaga anggota keluarga. 

Sementara, laki – laki yang sudah dewasalah yang justru pergi mencari hewan buruan. Setelah kembali dari tempat berburu, kaum perempuan memasak hasil buruan tersebut. Mereka juga memetik buah – buahan di sekitar tempat hunian mereka sebagai makanan tambahan.

Pada masa penjajahan Indonesia juga, wanita hanya dijadikan sebagai budak seks bagi para penjajah. Wanita yang ingin ikut berjuang dalam peperangan melawan penjajah, hanya dianggap remeh dan tidak mampu dalam melakukannya.

Hidup perempuan sepertinya hanya sebatas memiliki tugas hidup yang akan berputar dalam pekerjaan rumah saja, seperti halnya memasak, membersihkan rumah, mengurus anak, dan suami. Namun sebaliknya, hanya pria yang dianggap mampu mencari nafkah untuk keluarga. 

Maka dari itu, banyak stereotip gender yang telah ada di kalangan masyarakat bahwa perempuan tidak perlu memiliki tingkat pendidikan tinggi sebab dianggap tidak berguna di masa depan dan juga dapat membuat setiap pria yang akan mendekat merasa kurang percaya diri.

Dampak yang ditimbulkan 

Sistem patriarki yang mendominasi kebudayaan masyarakat menyebabkan adanya kesenjangan dan ketidakadilan gender yang memengaruhi hingga ke berbagai aspek kehidupan manusia. 

Laki – laki memiliki peran sebagai kontrol utama, sedangkan perempuan memiliki sedikit pengaruh dalam masyarakat, baik secara ekonomi, sosial, politik, psikologi, termasuk di institusi pernikahan. Hal ini menyebabkan perempuan diletakkan pada posisi subordinat atau inferior. 

Pembatasan – pembatasan oleh budaya patriarki itu dapat membuat perempuan terbelenggu dan mendapatkan perlakuan diskriminasi. Ketidaksetaraan antara peran laki – laki dan perempuan ini menjadi salah satu hambatan struktural yang menyebabkan individu tidak memiliki perlakuan yang sama.

Dengan adanya sistem patriarki, sebagian besar perempuan tidak mendapatkan haknya, sehingga tidak dapat melakukan apa yang mereka inginkan. Hal demikian, sangat merugikan perempuan yang dimana seharusnya mereka dapat mendapatkan jabatan atau posisi sebagai hasil dari kerja keras untuk mencapainya namun harus dikalahkan dengan sistem patriarki tersebut. Terjadi banyak penindasan serta kekerasan, karena laki – laki merasa memiliki hak superior dibandingkan perempuan.

Selain itu, kesehatan serta pendidikan untuk anak perempuan dinomorduakan. Dampaknya, banyak anak perempuan kekurangan gizi dan rentan terhadap penyakit. Kemudian, dorongan mendapatkan pendidikan bagi anak perempuan menjadi rendah. Banyak tugas domestik dilimpahkan ke anak perempuan. Mereka dituntut untuk turut membantu pekerjaan orang tua di rumah, sehingga tidak punya kesempatan untuk sekolah.

Selanjutnya, budaya patriarki juga dapat menimbulkan permasalahan sosial yang berupa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelecehan seksual, angka pernikahan dini, dan stigma mengenai perceraian. Patriarki diperparah dengan pihak korban justru jadi objek masalah timbulnya kejadian.

Pengaruh

Budaya patriarki bukan budaya yang asing untuk masyarakat Indonesia, bahkan terkadang sebuah kasus patriarki yang jelas merugikan pihak perempuan dianggap wajar karena mindset masyarakat setempat. 

Alhasil, kasus kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual dan lain – lainnya masih marak terjadi. Tidak hanya kasus kekerasan  saja melainkan ketidakadilan untuk kaum perempuan pun dianggap biasa bahkan dibenarkan. Salah satunya untuk perempuan yang ingin berkarir. Masih banyak perempuan yang ingin berkarir harus terhambat, karena budaya ini. 

Akibatnya, masih banyak bidang di Indonesia yang kekurangan perempuan untuk membantu perkembangan dalam bidang – bidang tersebut, seperti sains, teknologi, dll. 

Hingga kini, budaya patriarki tidak dapat dibilang telah hilang dari Indonesia sebab masih banyak perempuan yang merasakan pengaruh negatif dari budaya ini. 

Itulah mengapa pada peringatan International Women’s Day di tahun 2022 mengusung tema "Kesetaraan Gender Hari Ini Untuk Masa Depan yang Berkelanjutan" agar perempuan – perempuan di luar sana dapat segera terlepas dari pengaruh negatif budaya patriarki.

Contoh Patriarki di Indonesia

  1. Adanya sumbang duo baleh, yaitu panduan – panduan bagi perempuan Minangkabau untuk bersikap dan bermuamalah membatasi gerak perempuan Minangkabau. Sumbang duo baleh dianggap sebagai ‘kumpulan nasihat untuk menjaga muruah perempuan’ bagi masyarakat Minangkabau yang taat adat. Namun, bagi para feminis, nilai-nilai dalam sumbang duo baleh bisa dianggap bermasalah sebab ada ‘pengekangan’ menurut pandangan mereka.
  2. Di Minang, anggapan bahwa perempuan yang berada di luar rumah pada malam hari ialah aib bagi keluarganya.
  3. Di Jawa, konsep patriarki tersebut diperkuat dalam kitab/serat “Wulangreh”. Nasihat yang dituturkan oleh Nyi Hartati kepada putrinya dalam kitab tersebut, mewakili anggapan masyarakat bahwa kodrat perempuan haruslah meluhurkan suami. Meluhurkan seorang suami memang menjadi kewajiban bagi seorang istri, namun hal ini menjadi salah ketika kepatuhan istri tersebut diliputi oleh penindasan dan kekerasan dari pihak suami yang berujung pada KDRT.
  4. Di Jawa, dilakukan pembatasan gerak wanita dengan melekatkan kata saru dalam setiap aktivitas perempuan yang kurang lazim. Seperti, perilaku perempuan akan dicap saru ketika tidak memakai rok, perempuan akan dicap saru/tidak senonoh ketika memanjat pohon.

Cara Mengatasinya

Mengubah pola pikir.

Laki – laki harus mengubah pola pikir mereka yang dari “perempuan tidak dapat berbuat apa – apa”, “perempuan itu lemah” atau “perempuan itu derajatnya lebih rendah dibandingkan laki – laki” menjadi “perempuan itu sama dengan kita kaum laki – laki di mana mereka juga sederajat dengan kita. Mereka bisa melakukan apapun yang mereka bisa dan inginkan.”

Saling mendukung, saling melengkapi, dan saling menghargai. 

Perempuan dan laki – laki harus dapat berbaur, mendukung, dan melengkapi satu sama lain. Tidak boleh hanya mementingkan dirinya sendiri. Ini juga menjadi salah satu penentu maupun salah satu cara untung mengatasi patriarki yang terjadi. Selain itu, perempuan terlebih laki – laki harus dapat saling menghargai, seperti saat perempuan menghasilkan suatu karya maka kaum laki – laki tidak boleh menjelek – jelekan atau menghina karya perempuan tersebut. Namun, kaum laki – laki justru harus menghargai dan menjunjung tinggi semangat para kaum perempuan dalam membuat karya – karyanya tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun