Selain itu, kesehatan serta pendidikan untuk anak perempuan dinomorduakan. Dampaknya, banyak anak perempuan kekurangan gizi dan rentan terhadap penyakit. Kemudian, dorongan mendapatkan pendidikan bagi anak perempuan menjadi rendah. Banyak tugas domestik dilimpahkan ke anak perempuan. Mereka dituntut untuk turut membantu pekerjaan orang tua di rumah, sehingga tidak punya kesempatan untuk sekolah.
Selanjutnya, budaya patriarki juga dapat menimbulkan permasalahan sosial yang berupa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelecehan seksual, angka pernikahan dini, dan stigma mengenai perceraian. Patriarki diperparah dengan pihak korban justru jadi objek masalah timbulnya kejadian.
Pengaruh
Budaya patriarki bukan budaya yang asing untuk masyarakat Indonesia, bahkan terkadang sebuah kasus patriarki yang jelas merugikan pihak perempuan dianggap wajar karena mindset masyarakat setempat.
Alhasil, kasus kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual dan lain – lainnya masih marak terjadi. Tidak hanya kasus kekerasan saja melainkan ketidakadilan untuk kaum perempuan pun dianggap biasa bahkan dibenarkan. Salah satunya untuk perempuan yang ingin berkarir. Masih banyak perempuan yang ingin berkarir harus terhambat, karena budaya ini.
Akibatnya, masih banyak bidang di Indonesia yang kekurangan perempuan untuk membantu perkembangan dalam bidang – bidang tersebut, seperti sains, teknologi, dll.
Hingga kini, budaya patriarki tidak dapat dibilang telah hilang dari Indonesia sebab masih banyak perempuan yang merasakan pengaruh negatif dari budaya ini.
Itulah mengapa pada peringatan International Women’s Day di tahun 2022 mengusung tema "Kesetaraan Gender Hari Ini Untuk Masa Depan yang Berkelanjutan" agar perempuan – perempuan di luar sana dapat segera terlepas dari pengaruh negatif budaya patriarki.
Contoh Patriarki di Indonesia
- Adanya sumbang duo baleh, yaitu panduan – panduan bagi perempuan Minangkabau untuk bersikap dan bermuamalah membatasi gerak perempuan Minangkabau. Sumbang duo baleh dianggap sebagai ‘kumpulan nasihat untuk menjaga muruah perempuan’ bagi masyarakat Minangkabau yang taat adat. Namun, bagi para feminis, nilai-nilai dalam sumbang duo baleh bisa dianggap bermasalah sebab ada ‘pengekangan’ menurut pandangan mereka.
- Di Minang, anggapan bahwa perempuan yang berada di luar rumah pada malam hari ialah aib bagi keluarganya.
- Di Jawa, konsep patriarki tersebut diperkuat dalam kitab/serat “Wulangreh”. Nasihat yang dituturkan oleh Nyi Hartati kepada putrinya dalam kitab tersebut, mewakili anggapan masyarakat bahwa kodrat perempuan haruslah meluhurkan suami. Meluhurkan seorang suami memang menjadi kewajiban bagi seorang istri, namun hal ini menjadi salah ketika kepatuhan istri tersebut diliputi oleh penindasan dan kekerasan dari pihak suami yang berujung pada KDRT.
- Di Jawa, dilakukan pembatasan gerak wanita dengan melekatkan kata saru dalam setiap aktivitas perempuan yang kurang lazim. Seperti, perilaku perempuan akan dicap saru ketika tidak memakai rok, perempuan akan dicap saru/tidak senonoh ketika memanjat pohon.
Cara Mengatasinya
Mengubah pola pikir.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!