Saya bisa melihat bagaimana kalian memandang saya. Saya bisa melihat mata-mata kalian mengamati setiap pergerakan saya. Saya sangat mengenal pandangan-pandangan itu.
Pandangan itu seperti pandangan kecewa ayah saya bertahun-tahun lalu ketika saya gagal masuk perguruan tinggi negeri. Seperti pandangan sedih ibu saya 4 bulan lalu ketika saya berkunjung untuk meminjam uang untuk kebutuhan keluarga saya. Seperti pandangan kasihan adik-adik saya beberapa hari lalu ketika mereka tahu kakak ipar mereka selingkuh.
Pandangan-pandangan itu, mata kalian layaknya pisau yang menusuk ke tubuh kemudian memelintir ke kanan dan kiri, berulang-ulang kali. Percayalah, saya benci pandangan-pandangan itu. Pergi dari sini! biarkan saya sendiri.
Pergi!!
Kalian masih di sini? Kalian ingin mengetahui kenapa ada sampah tergeletak tertancap pisau dengan cairan merah kental mengalir di sekitarnya? Kalian benar-benar ingin tahu?
Ok, kalau kalian memaksa, saya akan perkenalkan. Ini adalah Robert, boss saya. Well, mantan boss saya. Maaf, saat ini dia tidak bisa berbicara atau bersalaman. Tapi kalaupun dia bisa, dia tidak akan menyapa atau bersalaman dengan kalian. Kenapa? Karena dia, mohon maaf perkataan kasar saya, berengsek.
Saya tahu kalian akan menghakimi saya, saya bisa liat dari mata-mata kalian yang memandang saya. Tapi percayalah, dunia akan lebih baik tanpa sampah yang satu ini. Bukan dunia saya, dunia saya sudah terlalu rusak untuk diperbaiki.
Percayalah... saya bukan orang jahat
Saya ingat sebuah diskusi yang membahas apakah dasar dari manusia? Baik atau jahat? Orang-orang menunjukkan bagaimana Bill Gates atau Mark Zuckeberg atau milyuner-milyuner lainnya yang memberi donasi sampai jutaan dollar. Orang tidak sadar kalau dengan berdonasi, mereka akan mendapatkan keringanan pajak. Menurut saya, mereka adalah oportunis, bukan orang baik.
Menurut saya, manusia hanya menjadi baik karena manusia takut terhadap aturan, entah dalam bentuk hukum atau agama atau norma sosial, karena manusia takut dicap "jahat" oleh manusia lainnya.