Mohon tunggu...
Jie Laksono
Jie Laksono Mohon Tunggu... Wiraswasta - What is grief if not love perseverance?

Ketika kata lebih nyaman diungkapkan lewat tulisan ketimbang lisan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Deklasifikasi Laporan Intelijen Kasus Khashoggi dan Wajah Baru Politik US di Timur Tengah

26 Februari 2021   10:57 Diperbarui: 26 Februari 2021   11:09 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 4 Februari 2021 lalu, dalam pidatonya di Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Joe Biden menyatakan akan menarik dukungannya kepada Saudi Arabia terkait perang saudara di Yaman. Perang yang sebenarnya merupakan proxy war antara Saudi Arabia dan Iran tersebut sudah memakan banyak korban dari rakyat sipil.

Saat ini, perang saudara di Yaman begitu rumit karena banyaknya aktor yang bermain di dalamnya. Wilayah di Yaman pun saat ini secara de facto terbagi-bagi. Ada wilayah yang dikuasai oleh Abdrabbuh Mansur Hadi, yang didukung oleh Saudi Arabia dan Amerika Serikat beserta sekutu, wilayah yang dikuasai oleh Houthi pimpinan Saleh Ali al-Sammad yang didukung oleh Iran, wilayah Aden yang dikuasai Southern Transitional Council pimpinan Aidarus al-Zoubaidi yang didukung Uni Emirate Arab, wilayah yang dikuasai Islamic State of Iraq and the Levant - Yemen Province (ISIL-YP) serta wilayah yang dikuasai Anshar Al Sharia dan Al-Qaeda in the Arabian Peninsula (AQAP).

Sejak dimulainya perang pada tahun 2014, sudah lebih dari 7.700 rakyat sipil yang tewas dan 17.500 terluka. Mayoritas karena bom-bom yang diluncurkan oleh koalisi Saudi Arabia. Selain itu lebih dari 20 juta rakyat mengalami kerawanan pangan dan 10 juta mengalami kelaparan.

Perjanjian Nuklir Baru dengan Iran

Perjanjian nuklir tahun 2015 adalah perjanjian antara Iran dengan Amerika Serikat, China, Russia, Prancis, Inggris dan Jerman yang didasari atas ketidakpercayaan internasional kepada Iran, bahwa Iran akan membangun senjata nuklir. Akan tetapi Iran menegaskan bahwa program nuklirnya bukan untuk persenjataan.

Maka dari itu, munculah Perjanjian Nuklir 2015 yang membolehkan International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk menginspeksi pengembangan nuklir Iran, serta memeriksa lokasi-lokasi manapun di Iran yang dianggap mencurigakan sebagai pengembangan senjata nuklir. Selain itu dengan perjanjian itu, Iran juga diharuskan untuk mengurangi simpanan uranium sampai 98 persen.

Joe Biden berencana untuk kembali pada Perjanjian Nuklir dengan Iran tahun 2015 dan menghapus sanksi ekonomi terhadap Iran. Pada 2018 lalu, Presiden Trump membatalkan perjanjian nuklir dengan Iran secara sepihak dan menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Iran. Akan tetapi, Biden menyatakan bahwa Iran harus menghentikan usaha enriching uranium terdahulu baru sanksi ekonomi akan dihapuskan.

Bila usaha Biden ini berhasil, hubungan diplomatic dengan Iran akan membaik, akan tetapi dapat memperburuk hubungan diplomatic dengan Saudi Arabia. 

Selain Iran dan Saudi Arabia terlibat proxy war di beberapa negara, pada 14 September 2019 terjadi penyerangan dengan menggunakan drone di lokasi pemerosesan minyak bumi milik Saudi Arabia di daerah Abqaiq dan Khurais. 

Pihak Houthi mengklaim penyerangan tersebut, sebagai aksi balas interverrsi Saudi Arabia di Yaman. Akan tetapi Amerika Serikat dan Saudi Arabia mengklaim bahwa penyerangan tersebut dilakukan oleh Iran.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun