Bima, Bima kesatria dari Jodipati, dia adalah putra Pandhu dan dewi Kunti, dia adalah salah satu pandawa yang memegang peran besar dalam peperangan antara Pandawa dan Kurawa. Bima dikatakan memiliki badan yang sangat besar dan tinggi, sifatnya kasar dan terlihat tidak memiliki tata krama dan sering membuat orang takut bila berhadapan dengannya, walau terlihat demikian, Bima adalah sosok yang baik hati dan suka menolong.
Bima diidentikan dengan kekuatan yang luar biasa mematikan dan bersenjatakan kuku pancanaka dan sebuah gada (mace) bernama gada Rujakpolo, serta berbagai senjata berat lainnya seperti kapak besar, pedang besar, dan lain-lain. Dalam kisah mahabarata versi pewayangan Jawa, Bima memiliki tiga orang putra (dalam versi Solo hanya ada 2), yaitu Anatareja, Gathotkaca dan Antasena.
“Kalau menurut pewayangan Jogja, Bima memiliki tiga anak, sedangkan kalau pewayangan Solo, hanya punya dua, karena di pewayangan solo, Antareja dan Antasena itu sama.” kata Abah Widiatmojo.
Baca Juga: Setelah Asep Sunandar Sunarya Tiada, Bagaimana Nasib Wayang Golek?
Menurut Abah Widiatmojo yang dulu pernah berperan dalam pementasan wayang orang dalam beberapa cerita, ketiga putra Bima ini sangat lah kuat, bahkan bisa dikatakan lebih kuat dari ayah mereka sendiri. Mereka memiliki ajian-ajian yang sangat kuat dan bahkan ada yang dikatakan kekuatannya menyamai Rahawana, antagonis yang sangat sakti dalam cerita Ramayana. Ketiga putra Bima ini memiliki kemampuan yang sangat dahsyat yang bahkan dikatakan mampu memporak-porandakan kerajaan Hastinapura dan membuat pasukan Kurawa lari terbirit-birit.
“Anak-anak Bima ini adalah sedikit dari beberapa orang yang bahkan ditakuti oleh para dewa di Khayangan, saking saktinya bahkan ada yang bilang kekuatannya memnyamai Rahwana.” Tutur Abah Widiatmojo.
Dia digambarkan berbadan besar dan memiliki kulit berwarna hijau, bersifat tenang dan selalu menjaga cara bicaranya, memiliki kekuatan yang sangat besar yang setara dengan Rahwana di cerita Ramayana, dia sangat kuat dan bisa tetap hidup selama menyentuh tanah, tidak hanya itu, dia juga bisa menghidupkan orang mati dengan ajian Napakawaca,
selain itu dia juga bisa membunuh musuhnya dengan racunnya yang sangat berbahaya dan bahkan dia bisa membunuh musunya hanya dengan menjilat bekas telapak kaki musuh nya serta bisa ‘menyelam’ kedalam tanah dan hidup didalam tanah, selain itu dia juga memiliki ajian yang benama Nagarupa yang membuat dia bisa berubah menjadi naga.
Dalam salah satu cerita paling epic yang melibatkan Antareja yang berjudul Subadra Larung, Antareja betarung dengan Gathotkaca karena sedikit kesalahpahaman. Dalam cerita ini dikatakan lingkungan mereka bertarung hancur lebur dan tidak menyisakan apapun.
Namun sekuat apapun Antareja, dia tetap lah memiliki kelemahan, dia mati moksa setelah menjilat bekas telapak kakinya sendiri, karena ‘dijebak’ oleh Prabu Kresna, walaupun begitu Antareja menerima kematiannya untuk kemenangan Pandawa di perang Baratayuda.
Gathotkaca, menurut Abah Widiatmojo, Gathotkaca adalah putra Bima paling terkenal diantara saudara-saudaranya, dia adalah Putra kedua Bima dari Dewi Arimbi, putri seorang raja raksasa yang dinikahi Bima setelah cerita babat alas Wonomarto, selalu digambarkan dengan pria besar yang memakai kutang (rompi) Antrakusuma yang bisa membuatnya kebal terhadap semua serangan dan dapat membuatnya terbang, bersifat tenang dan selalu menjaga cara bicaranya dan selalu menolong yang membutuhkan.
Baca Juga: Mengenal Wayang Kulit sebagai Tokoh Superhero Lokal
Gathotkaca memiliki ajian Brajamusti ditangan kanannya dan ajian Brajadenta ditangan kirinya, jika Gathotkaca memukul dengan tangannya dia bisa menghancurkan gunung sekali serang, selain itu dia juga memiliki tedangan maut yang bisa membuat dewa sekarat.
Dalam cerita Gathotkaca Lahir, tali pusar nya tidak bisa dipotong oleh senjata apapun, bahkan kuku Pancanaka milik Bima. Tali pusarnya hanya bisa dipoting oleh senjata Kuntawijayandanu, saat Arjuna meminta senjata kunta tersebut, ternyata Karna sudah terlebih duluan memintanya.
Pertempuran pun tak terelalkkan yang pada akhirnya Karna mendapatkan senjatanya, sedangkan Arjuna hanya mendapatkan wadahnya. Arjuna datang ke hadapan Bima dengan rasa malu, namun tetap saja Bima tetap menerimanya. Saat hendak memotong tali pusar Gathotkaca wadah senjata Kunta masuk kedalam badannya dan tali pusarnya terpotong begitu saja.
Tak lama setelah itu Gathotkaca dibawa ke Khayangan oleh para Dewa dan dilemparkanlah dia kedalam kawah Candradimuka Bersama senjata-senjata dewa yang datang, setelah beberapa saat bayi yang tadi masuk kedalam kawah tersebut menjelma menjadi pria dewasa.
Para Dewa pun memerintahkannya untuk menghabisi Raksasa yang sedang mengamuk di Khayangan, dan hanya dengan beberapa pukulan saja, Gathotkaca berhasil memenuhi permintaan para Dewa di khayangan dan dia dipersilahkan pulang ke rumahnya dia Pringgondani. Gathotkaca meninggal dalam cerita Gathotkaca gugur, dia mati di jeda pertempuran Baratayuda pada malam hari setelah menerima serangan senjata Kuntawijayandanu milik Karna, karena dia memang sudah ditakdirkan mati oleh senjata itu.
Antasena, anak Bima yang ketiga dari dewi Urangayu, putri dari Sang Hyang Mintuna, sang penguasa laut, Antasena adalah anak Bima yang sifatnya paling mendekati Bima, ayahnya. Digambarkan sebagai seorang pria yang tak tau aturan, tak pernah menjaga cara bicarnya kepada siapapun, walaupun begitu dia tetap baik hati dan selalu menolong yang memerlukan pertolongan. Kulitnya berwarna biru yang melambangkan air, dan tidak pernah membawa senjata apapun kemanapun dia pergi.
Dia memiliki kekuatan yang luar biasa, kebal terhadap semua serangan, bisa hidup didalam air, terbang dan bahkan ‘menyelam’ dan hidup didalam tanah, bisa tetap hidup selama ada air atau uap air disekitarnya, menghidupkan orang mati, menembus semua jenis pertahanan lawan dengan sungutnya.
Dalam cerita Wisanggeni Duta, Antasena bersama Wisanggeni, Antareja, Gathotkaca, Setyaki dan Hanoma datang ke kerajaan Hastinapura untuk meminta kerajaan secara baik-baik, namun tidak dikabulkan.
Antasena dan rombongannya pun mengamuk dan semua kesatria Kurawa yang mencoba menghalangi mereka, semuanya dilibas habis. Antasena mati moksa bersama Wisanggeni beberapa hari sebelum perang Baratayuda dimulai karena permintaan Sang Hyang Wenang,
“Antasena itu anak paling sakti, nggakada yang bisa nandingi dia, dia juga yang sifatnya paling mendekati bapaknya, kurang ajarnya tidak ada obat, karena itu dia dijuluki Ksatria Mbambung Kawarisan.” tutur Abah Widiatmojo.
-Sekian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H