Ramai sekali  di media sosial berita tentang kejadian yang menewaskan 11 siswa ketika kegiatan study tour. Pembaca mungkin sudah mendengar kabar ini.
Kecelakaan lalu lintas BUS pariwisata terguling di area Turunan Ciater di daerah Subang Jawa Barat yang terjadi pada hari Sabtu (11/5/2024) pukul 18.00 WIB sekolah SMK Lingga Kencana Depok. Informasi yang didapat 11 meninggal dunia, 46 luka-luka. (Sumber: Buletin iNews)
Banyak kata-kata yang menghujat guru atas kejadian tersebut. Sungguh miris. Kata-katanya melukai dan cenderung melemahkan mental guru.
Saya bangga jadi guru. Jika ada yang menyakiti atau merendahkan guru dengan kata-kata dan komentar yang pedas maka saya sebagai guru juga ikut merasakan sakitnya.
Semua profesi yang lain pasti gurulah yg mengantarkannya ke titik itu. Untuk sampai ke pekerjaan yang bersifat profesional tentulah karna jasa guru.
Kejadian kemarin adalah musibah, tapi mengapa yang disalahkan dari kejadian ini adalah guru. Kehidupan dan kematian sudah termasuk ke dalam Qodo dan Qadarnya. Tidak ada guru yang ingin muridnya celaka.
Ada beberapa nitizen yang menyalahkan kegiatan study tour, padahal study tour sendiri bukan hanya dari sekolah saja. Diprofesi lain pun study tour dilaksanakan. Tapi kenapa hanya guru yang di hujat dan di rendahkan.
Beberapa komentar yang membuat hati guru Pilu. 'gurunya mau ngajar apa jadi panitia penyelenggara tour' 'Ikut jalan-jalan ga mau bayar' dan ada lagi yang lebih parah seperti komentar yang satu ini 'study tour jadi ajang para guru dan keluarganya piknik gratis'. Astagfirullah.
Serendah itukah profesi ini? guru seprti tidak punya harga diri, guru seperti tidak ada nilainya di mata masyarakat.
Tolong jangan disamakan dengan sekolah-sekolah yang besar, saya pribadi yang mengajar disekolah kecil, pelosok jangankan untuk meminta lebih ke murid-muris bahkan seringnya mengeluarkan uang lebih untuk talangan dana sekolah sebelum BOS cair.
Kenapa orang-orang tega berkata dan menyakiti perasaan guru. Itu bencana. Guru mana yang menginginkan hal demikian. Ada juga masyarakat yang menyalahkan sekolah yang mengadakan study tour 'di tutup saja sekolahnya'. Lah terus anak-anak bagaimana dengan pendidikannya.
Mereka pikir hanya sekolah saja yang mengadakan study tour? Â Hati-hati dengan jarimu.
Guru-guru juga sedih dan lebih sedih ketika mendengar dan melihat respon warga masyarakt yang kurang baik padahal anaknya mereka didik, mereka ajarkan perilku baik. Namun moral dan etika dari masyrakt seperti tak beradab. Terlalu merendahkan martabat guru.
Mereka tidak tahu masih banyak puluhan guru honorer yang digaji kurang dari 250 ribu - 300 ribu perbulan, namun mereka masih tetap mendidik dan mengajar anak-anak dengan hati yang tulus.
Ditempat saya juga ada guru senior (56 Tahun) yang tinggal menunggu beberapa tahun pensiun namun status beliau masih honor.
Gaji mereka jauh di bawah UMR, bahkan lebih besar dari gaji IRT atau buruh. Namun tetap mengabdi.
Untuk menjadi guru tidaklah mudah wahai sodara. Di zaman sekarnag butuh biaya yang cukup besar untuk mendapatkan gelar Sarjana (S.Pd). Tapi mereka tetap mengabdikan dirinya untuk mengajar anak-anak dengan gaji yang tidak seberapa.Â
Belum lagi tuntutan sana sini yang mengaharuskan guru melek IT. Mengikuti webinar, isi link pemberkasan dan sebgainya dengan usia yang sudah senja.Â
Yang berkomentar negatif itu apa faham tentang ini! Negara kita sedang kurang etika dan krisis akhlak.
Dari kejadian ini jadikanlah pembelajaran bukan sebagai wadah untuk hujatan dan merendahkan harkat dan martabat guru-guru.
Tetap sehat dan semangat guru-guru Indonesia. Salam Solidaritas.