Walaupun Duren lokal tapi rasa tidak kalah sama yang impor. Disini kebanyakan duren lokal jarang ada yang jual duren impor karena harganya juga mahal.
Duen idola yaitu duren yang kempes lebih tebal daginganya. "anak sama istri saya pengenya yang kempes aja bijinya. Kerena lebih enak dan tebal".ujarnya sambil ketawa.
"Alhamdulillah durennya selalu laris manis, tidak pernah bersisa. Bahkan pelanggan banyak yang tidak terpenuhi karena duren tidak terlalu banyak jadi setiap pagi, pasti sudah ada yang pesan." katanya.
Jika sudah berbuah dan mulai berjatuhan itu tandanya duren sudah mateng. Dan kang Haer ini sudah siap siaga menunggu Durenya, tak jarang digubuk suka ramai pengunjung walaupun malam hari.
 "Yang sudah tahu dari tahun ke tahun kalau sudah musim pasti nanyain dan ketagihan, pengen beli lagi." Ucapnya.
Pedapatannya dalam sehari tergantung banyak durennya yang jatuh.
Diakuinya, jualan durian ini keuntungannya lumayan walaupun pohonnya hanya ada satu tapi jumlah musimnya cukup banyak kisaran 150-200 buah setiap kali musim. Dalam setahun bisa 2 kali musim.
Dari awal musim sampai habis jarak waktunya kurang lebih tiga mingguan dari mulai mateng sampai duren habis di pohonnya.
Menunggu duren dari pagi sampai ke pagi lagi. Itulah seninya menunggu Duren Jatohan. Katanya tidak ditunggu juga tidak apa-apa karena letaknya dekat dengan rumah sodara.
Menunggu duren ada jenuhnya tapi menurutnya dibawa enjoy aja karena sambil ngopi, sambil ngobrol bareng pembeli yang berkunjung nungguin durennya, jadi tidak terasa.
Berikut ini tips menikmati durian menurut Kang Haer: "Paling enak itu baru jatoh lagsung di belah setelah itu siapin kopi kemudian si durennya ni masukin dalam gelas kopi tadi, orang Gunungsari  menyebutnya sapongge (sebiji), dicelupin ke kopi dan diaduk biar rata itu nikmat sekali. Makan duren plus ngopi sempurna rasanya". Ujarnya sambil mengaduk kopi yang sudah tercampur Duren.