Beberapa di antara kita mungkin setuju kalau Work From Home (WFH) atau School From Home (SFH) Â di masa pandemi covid-19 terkadang memunculkan rasa bosan. Akhirnya, kita jadi putar otak kira-kira kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi rasa bosan tersebut. Tentunya kegiatan yang dibutuhkan adalah kegiatan yang berbeda dari kebiasaan kita sebelumnya.
Hal yang mungkin saja terjadi adalah ditemukannya hobi-hobi baru seperti berkebun, memasak, bersepeda, menulis, atau bahkan memelihara hewan di rumah. Saya adalah salah satu orang yang menemukan hobi baru di masa pandemi. Sebuah hobi yang belum pernah saya lakukan sebelumnya yaitu memelihara kucing.
Awalnya saya sama sekali tidak berniat untuk memelihara kucing, sebab dari dulu keluarga saya tidak suka kucing. Saya pun cukup penakut, yang ada di benak saya ketika melihat kucing adalah kebiasaan mencakarnya.
Namun, semenjak bulan Maret lalu ketika pertama kali ditemukannya kasus covid-19 di Indonesia perkuliahan di kampus tidak dapat dilanjutkan secara tatap muka. Saya dan teman-teman pun memutuskan untuk segera pulang kampung.
Beberapa hari di rumah, saya cukup merasa senang karena bisa menikmati kebersamaan dengan keluarga dalam waktu yang cukup lama. Tak hanya itu, saya pun tak perlu bolak-balik ke kampus setiap hari, cukup stay di depan laptop kalau sudah masuk jam kuliah.
Selama berkegiatan di rumah, sering kali saya melihat kucing-kucing liar di sekitar rumah. Jumlahnya pun cukup banyak, sesekali saya beri mereka makan. Kalau ada yang masuk ke rumah, saya segera membawanya keluar mengingat Ayah saya tidak suka kucing.
Lagi dan lagi kucing itu masuk ke rumah, saya sering menyebutnya si oren. Suatu ketika ada kucing lain yang juga ikut masuk, kala itu saya menyebutnya si abu. Si abu ini badannya bersih dan sehat, tapi memiliki ekor yang pendek. Sebelumnya saya tidak tahu kalau ada ras kucing yang berekor pendek. Waktu itu, saya sempat berpikir kalau ekor si abu ini ada yang motong, sehingga muncul perasaan iba setiap kali melihatnya. Akhirnya saya pun memutuskan untuk membiarkan dia tinggal di rumah.
Karena perilakunya yang menggemaskan dan tidak pernah buang kotoran sembarangan saya dan ayah mulai nyaman dengan keberadaan dia di rumah. Merasa tertarik untuk memelihara kucing, saya pun mulai mencari tahu segala hal tentang kucing melalui internet. Banyak fakta menarik yang saya temukan, salah satu hal yang membuat saya kagum adalah kebiasaan menjilat tubuhnya yang ternyata itu adalah cara dia untuk membersihkan diri. Selain itu, ternyata kucing itu lebih bersih dari anjing dan manusia. Air liurnya pun punya sifat bersih dan membersihkan.
Ditemukan pula sebuah mitos yang mengatakan kalau bulu kucing dapat menyebabkan kemandulan. Sebab, kucing kerap kali disebut sebagai hewan pembawa parasit toksoplasma yang menurut masyarakat bisa menyebabkan kesuburan wanita terganggu. Toksoplasma memang bisa disebarkan melalui kotoran kucing, tapi bukan hanya kucing yang membawa parasit ini.Â
Parasit ini bisa juga menginfeksi manusia melalui daging yang tidak dimasak sempurna (terutama daging kambing), sayuran mentah yang tidak dicuci dengan bersih, kotoran tikus, dan hewan mamalia lain. Jadi, parasit toksoplasma terdapat pada kotoran kucing bukan pada air liur ataupun bulunya.
Beberapa minggu dipelihara, perut si abu tampak agak membesar. Ternyata, dia hamil. Kala itu saya panik, karena tidak mau memelihara kucing dalam jumlah yang banyak. Tapi mau tidak mau, dia juga makhluk ciptaan Tuhan yang perlu kita jaga dan sayangi. Apalagi kondisinya sedang hamil.
Tibalah masanya kucing itu melahirkan.
Di hari kelahirannya saya lihat tingkahnya cukup aneh dari biasanya.
Terdengar suara si abu yang mengeong terus-menerus. Segera saya cari keberadaan dia. Ternyata dia bersembunyi di dalam gulungan tikar. Sebelumnya dia juga sempat masuk ke dalam kardus kecil, kemudian pindah masuk ke dalam tas belanjaan yang ada di kolong meja makan. Selama beberapa jam dia terus-menerus mencari tempat yang sepi.
Karena tidak berhenti mengeong saya tawari dia makanan, walaupun beberapa jam yang lalu sudah diberi makan. Tapi, makanan tersebut tidak dimakan dan ditinggalkan begitu saja.
Ketika saya coba menggendongnya, ada sesuatu yang keluar dari alat kelaminnya. Sontak, saya dan ayah saya panik. Kami buru-buru mencari kardus berukuran besar, kemudian mencari kain atau handuk untuk alas. Setelah siap, kami pun menempatkannya di tempat yang sepi.
Dag dig dug, itulah yang saya rasakan. Walaupun hanya seekor kucing yang sedang mau lahiran, tetap saja ini untuk pertama kalinya.
Apakah tindakan saya ini sudah benar? Itulah yang ada di benak saya. Setelah mencari tahu tentang ciri-ciri kucing yang mau melahirkan saya pun menyadari bahwa tingkah lakunya seharian ini memang menandakan dia mau melahirkan. Mulai dari nafsu makannya yang berkurang, mencari-cari tempat yang sepi, dan mengeong terus-menerus.
Akhirnya tak berselang lama, makhluk-makhluk mungil nan menggemaskan pun sudah lahir dengan selamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H