Mohon tunggu...
Atina Maghfiroh
Atina Maghfiroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta

Mahasiswa aktif prodi Pendidikan Agama Islam. Hobi bermain game dan memotret

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menguak Penyebab dan Konsekuensi Konflik Kepemimpinan di Masa Ali Bin Abi Thalib

26 Juli 2024   18:34 Diperbarui: 26 Juli 2024   18:35 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, khalifah ketiga dalam sejarah Islam, kepemimpinan umat Islam berganti ke tangan Ali bin Abi Thalib. Masa kepemimpinan Ali ini tidak luput dari berbagai konflik dan pergolakan yang mengancam persatuan umat Islam. Dalam artikel ini, kita akan mendalami penyebab-penyebab terjadinya konflik kepemimpinan pada masa Ali bin Abi Thalib serta konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya.

Latar Belakang Konflik

Terbunuhnya Utsman bin Affan mengakibatkan ketegangan dalam umat Islam. Banyak pihak yang menuduh Utsman tewas akibat konspirasi, dan mereka menuntut agar pembunuhnya dihukum. Di sisi lain ada pula kelompok yang berusaha melindungi pembunuh Utsman. Dalam situasi yang tidak menentu ini, Ali bin Abi Thalib akhirnya terpilih menjadi khalifah keempat.

Penyebab Konflik Kepemimpinan

  • Perbedaan pandangan politik dan ideologi 

Pada masa kepemimpinan Ali, terdapat beberapa kelompok besar yang memiliki pandangan berbeda mengenai arah politik dan ideologi yang harus diterapkan. Kelompok Khawarij menginginkan sistem pemerintahan yang lebih puritan dan ketat seperti menolak keputusan arbitrase (tahkim) yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah I untuk mengakhiri perang Siffin. Mereka menolak sistem monarki atau dinasti yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam. Dan juga kelompok Khawarij dikenal memiliki pandangan yang sangat radikal dan militan. Mereka tidak segan-segan menentang dan melawan siapa pun yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam murni, termasuk Khalifah Ali sendiri.

Sementara kelompok Muawiyah, gubernur Suriah ini tentunya berbeda dengan pemerintahan khawarij. Yaitu, Muawiyah lebih mengedepankan pendekatan pragmatis dalam politik. Ia tidak ragu untuk melakukan kompromi-kompromi demi mempertahankan kekuasaannya di Suriah. Muawiyah juga berupaya mengubah sistem pemerintahan Islam menjadi monarki turun-temurun, dengan dirinya sebagai dinasti pertama. Hal ini berbeda dengan sistem pemerintahan yang diterapkan oleh khalifah dan khawarij.

  • Dendam atas kematian Utsman 

Banyak pihak yang menuduh Ali terlibat dalam pembunuhan Utsman, meskipun Ali sendiri menyatakan tidak terlibat. Tuduhan ini memicu dendam dan permusuhan terhadap Ali dari kalangan pendukung Utsman. Kelompok yang setia dan mendukung Utsman, terutama di Syam (Suriah) yang dikuasai Muawiyah, merasa bahwa Ali bertanggung jawab atas kematian Utsman. Mereka menuntut agar pembunuh Utsman dihukum. Serta menjadi salah satu alasan utama bagi Muawiyah untuk menolak bai'at (sumpah setia) kepada Ali sebagai khalifah baru. Muawiyah menuntut agar Ali lebih dulu menghukum pembunuh Utsman sebelum ia menerima kepemimpinan Ali.

  • Ambisi kekuasaan

Beberapa pihak, seperti Muawiyah, diduga memiliki ambisi untuk merebut kekuasaan dari Ali. Mereka mencari-cari kesempatan untuk menjatuhkan Ali dan mengambil alih kepemimpinan umat Islam. Dikarenakan Muawiyah memegang kendali atas wilayah Suriah sebagai gubernur. Ia merasa memiliki kekuatan militer dan dukungan politik yang cukup kuat di wilayah tersebut untuk mengambil alih kepemimpinan kekhalifahan.

Konsekuensi Konflik Kepemimpinan

Dari sebab konflik kepemimpinan Ali bin Abi thalib, maka terjadilah beberapa konsekuensi dari konflik kepemimpinan tersebut

  • Perang Siffin

 Salah satu konflik besar yang terjadi adalah Perang Siffin antara pasukan Ali dan pasukan Muawiyah. Perang ini berakhir dengan arbitrase yang tidak memuaskan kedua belah pihak, semakin mempertajam perpecahan di kalangan umat Islam.

  • Kemunculan Khawarij

Kelompok Khawarij, yang semula merupakan pendukung Ali, kemudian memisahkan diri dan menyatakan Ali dan Muawiyah sama-sama telah menyimpang dari ajaran Islam. Kelompok ini kemudian menjadi ancaman tersendiri bagi stabilitas politik umat Islam.

  • Terpecahnya umat Islam

Konflik kepemimpinan di masa Ali bin Abi Thalib pada akhirnya memicu perpecahan yang sangat dalam di kalangan umat Islam. Hal ini menjadi cikal bakal munculnya aliran-aliran dan mazhab-mazhab Islam yang berbeda-beda hingga hari ini.

Kesimpulan

Masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib diwarnai oleh berbagai konflik yang disebabkan oleh perbedaan pandangan politik, dendam atas kematian Utsman, serta ambisi kekuasaan. Konsekuensi dari konflik ini adalah terjadinya perang saudara, kemunculan kelompok radikal Khawarij, serta terpecahnya umat Islam yang berlangsung hingga hari ini. Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi umat Islam untuk menjaga persatuan dan menghindari perpecahan yang dapat melemahkan ummat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun