Karena orang yang dicari tidak berhasil ditemukan, penduduk laki-laki dari umur sekitar 14 tahun dikumpulkan dilapangan dalam kelompok-kelompok kecil antara 10-30 orang. Untuk ditanyai keberadaan Lukas Kustarjo mereka ditodongi senjata.Â
Namun tak seorangpun yang bisa menjelaskan keberadaannya. Akan tetapi, jawaban itu tidak dipercayai,  mereka pun  diperintahkan jongkok membelakangi tentara Belanda yang siap dengan senjatanya. Kedua tangannya diletakkan diatas kepala masing-masing dan dieksekusi demi eksekusi berlangsung dari satu tempat ke tempat lainnya.
Setelah melakukan penggeledahan dan eksekusi, kemudian Belanda mulai menggeledah daerah-daerah pelosok dalam patrolinya tersebut tentara Belanda menggunakan anjing pelacak. banyak penduduk yang sedang bersembunyi tertangkap dan langsung dibawa ke tempat yang agak luas untuk kemudian dieksekusi dengan kejam.Â
Ada juga yang langsung ditembak di tempat. Pembantainya tidak sampe disitu saja mereka pun melajutkan aksinya di stasiun yang terletak antara jalur kereta api Karawang-Rengasdengklok , ketika pagi itu kereta api dari Rengasdengklok memasuki Stasiun Rawagede,mereka  tidak mengetahui adanya pembantaian rawa gede  yg dilakukan oleh tentara belada para penumpangnya yang seluruhnya terdiri dari laki-laki dewasa diperintahkan turun. Untuk kesekian kalinya eksekusi terjadi.
Pada keesokan harinya, seluruh penduduk desa yang masih hidup memberanikan diri ke luar rumah. Ternyata, pemandangan di sekitarnya jauh dari dugaan. Ia kaget karena ternyata, mayat-mayat bergelimpangan dimanamana.Â
Siang hari Ny. Kesah bersama wanita-wanita lainnya yang bernasib serupa karena kehilangan sumi, ayah atau saudaranya, mengais-ngaisi tumpukan mayat yang bermandikan darah dan bau amis menyebar dimana-mana (Suganda 2009: 132).Â
Setelah mereka mencari anggota keluarganya  merekapun menguburkan dengan peralatan seadanya seperti  kain kelambu, kain sepreidan dan tikar seadanya. Sebagaimana diyakini oleh masyarakat peristiwa tersebut tidak hanya warga rawagede saja yang menjadi korban akan tetapi dari daerah daerah lain.Untuk mengenang pengorbanan masyarakat Desa Rawagede, makam-makam korban "Peristiwa Rawagede"  di makamkan di Taman Makam Pahlawan Sampurna Raga Rawagede.
Setelah hampir 70 tahun Perjuangan para keluarga  korba rawagede akhirnya mendapatkan hasil dengan putusan bahwa Pemerintah Belanda akan melakukan permintaan maaf secara terbuka pada 9 Desember 2011 dan adanya kompensasi dana sebesar USD27 ribu atau sekira Rp 244 juta. Permintaan maaf tersebut diwakili oleh Tjeerd de Zwaan, Duta Besar Belanda untuk Indonesia, yang akan dilakukan dihadapan para keluarga korban di Rawagede.Â
Berdasarkan data yang diperoleh, ada enam orang yang akan mendapatkan kompensasi dari negara Belanda, yaitu Cawi, Wanti Sariman, Taslem, Ener, Bijey, dan Ita. Kementerian Luar Negeri Belanda melaporkan bahwa negara Belanda bersedia memenuhi tuntutan keluarga korban peristiwa pertumpahan darah di Rawagede tahun 1947.
Sumber : Â Ricklefs, 2008: 450),
Sukarman. 1996. Tragedi berdarah di Rawagede. Karawang : Yayasan Rawagede