Mohon tunggu...
Atina Kh
Atina Kh Mohon Tunggu... Akuntan - atina khasanah

nama saya atina kh kelahiran jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rawagede Saksi Bisu Pembantaian Belanda Tahun 1947

9 Agustus 2021   21:35 Diperbarui: 9 Agustus 2021   22:24 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masyarakat tentu sudah tidak asing lagi dengan desa rawagede yang merupakan sebuah tempat yang menjadi saksi bisu pembantaian belanda  terhadap penduduk desa Rawagede  pada tahun 1947. Setelah jepang menyerah terhadap sekutu pada tanggal  22 agustus 1945 secara de facto Soekarno dan Hatta telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. 

Sehingga atas konsekuensi itu pula, bahwa akan segera datang pasukan Belanda (Sekutu) untuk kembali menduduki HindiaBelanda yang saat itu baru saja berganti nama menjadi Indonesia. Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, keadaan politik Indonesia terus mengalami pasang surut.

Setelah Tentara Belanda datang ke Indonesia bersama dengan Tentara Sekutu menyerbu kembali dan berhasil menguasai Wilayah Jawa Barat. Para Pejuang RI dan TRI banyak yang mundur ke pedesaan dan bergabung dengan rakyat untuk membangun pertahanan dari serbuan Tentara Belanda atau dari intaian matamata Belanda dan antek-anteknya, diantaranya ada yang bermarkas di Desa Rawagede. 

Adanya markas pejuang di Desa Rawagede tersebut, ternyata diketahui oleh antek-antek Belanda bahwa Desa Rawagede (Balongsari) telah dijadikan Markas Pertahanan Gerilya Pejuang RI. 

Keadaan tersebut oleh antek-antek Belanda dianggap sebagai suatu kekuatan pertahanan gerilya yang membahayakan bagi Belanda. sebelum peristiwa pembantaian massal di Desa Rawagede terjadi, pihak Belanda telah beberapa kali mencoba membuktikan kebenaran akan adanya Markas Gabungan Pejuang (MGP), tetapi upaya yang dilakukan oleh Belanda selalu gagal hal itu diungkapkan oleh (Sukarman, 1996: 8-9). 

Dalam operasinya di daerah Karawang, tentara Belanda mencari Kapten Lukas Kustarjo, komandan kompi Siliwangi (kemudian menjadi Komandan Batalyon Tajimalela/ Brigade II Divisi Siliwangi) yang berkali-kali berhasil menyerang patroli dan pos-pos militer Belanda. Sebagai Desa yang pro-Republik, Kapten Lukas Kustarjo ini memilih Desa Rawagede sebagai salah satu basis grilyanya (Suganda, 2009: 125).

Peristiwa Rawagede terjadi pada 9 Desember 1947 20 , tepat saat Agresi Belanda I yang telah dilancarkan mulai 21 Juli 1947, ketika itu pasukan Belanda berhasil membantai empat ratus tiga puluh satu jiwa penduduk desa Rawaede, yang berada antara Karawang-Bekasi, Jawa Barat. Saat pasukan Belanda menyerbu Bekasi, rakyat mengungsi kearah Karawang, dan disepanjang Karawang-Bekasi timbul pertempuran , yang mengakibatkan ratusan jiwa melayang dikalangan rakyat (penduduk) desa Rawagede. Tertanggal 4 Oktober 1948, pasukan Belanda melakukan sweeping lagi di Rawagede, dan ketika itu tiga puluh lima penduduk berhasil dibunuh. Pembantaian penduduk desa di Rawagede pada Desember 1947 adalah pembantaian terbesar setelah pembantaian yang dilakukan oleh tentara Belanda di Sulawesi Selatan antara bulan Desember 1946 sampai Februari 194721. sampai bulan Agustus 1949, di mana ribuan penduduk dibunuh tanpa proses. Dalam agresi militernya di Indonesia antara tahun 1945 - 1950, tentara Belanda telah melakukan berbagai kejahatan perang dan hak asasi manusia.

Jalannya peristiwa pembataian rawagede 1947

tepat hari Selasa tanggal 9 Desember 1947, pukul 04.00 WIB Desa Rawagede, di Desa Balongsari, Karawang, Jawa Barat. sudah terkepung oleh militer Belanda dengan posisi siap tempur. 

Serbuan pada pagi itu dilakukan Batalyon ke-3 dari Resimen Infantri Ke-9 tentara Belanda dipimpin Mayor Wajiman yang bertujuan mencari Kapten Lukas Kustarjo. Menurut keterangan beberapa saksi, hanya dari arah Barat yaitu jalur Tanjungpura (Tunggakjati) pasukan militer Belanda agak terlambat menutup jalur, sekitar jam 06.00 pagi jalan ini baru bisa ditutup. 

Dalam keadaan darurat tersebut, para pejuang dibawah pimpinan Serma Pulung dari Angkatan Laut, termasuk di antaranya Syukur dan Suminta (Lurah Rawagede) berhasil meloloskan diri. Setiap rumah didatangi dan pintunya digedor dan pemilik yang berada di dalam rumah ditanyai keberadaan Lukas Kustarjo. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun