Mohon tunggu...
Atilah Ramadhan
Atilah Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - saat ini kegiatan utama saya adalah sebagai mahasiswa

saya adalah seorang teman yang baik untuk diri saya sendri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemahaman Umum terhadap Pengertian Sosiologi Hukum Menurut Para Ahli

31 Oktober 2023   23:00 Diperbarui: 31 Oktober 2023   23:06 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Baik Pada Rtkel Kali Ini Saya Akan Memberikan Pandangan Umum Pribadi Saya Terhadap Pengertian Sosiologi Hukum Menurut Para Ahli. Dalam Artikel Ini Saya akan menggunakan lima pengertian sosiologi hukum menurut para ahli sebagai berikut :

Max Waber, max waber mendefinisikan sosiologi hukum sebagai studi tentang hubungan antara hukum dan nilai-nilai sosial, serta bagaimana hukum mempengaruhi perilaku sosial, pendapat pribadi saya mengenai sosiologi hukum yang di definisikan oleh weber adalah bahwa yang pertama terkait hukum dan nilai-nilai sosial, di mana dalam setiap aturan pasti terkandung nilai-nilai sosial,

kita ketahui bersama bahwa sejatinya aturan dibuat untuk menciptakan sebuah keharmonisasian di tengah-tengan kehidupan masyarakat, di mana hal ini menciptakan sebuah sistem yang membuat nilai-nilai sosial itu tercipta dalam setiap indivudi masyarakat. Kemudian poin yang yang kedua terkait hukum mempengaruhi perilaku sosial, dalam sistem hukum memaksa atau membuat kesadaran orang untuk menaati dan mengikuti rull of the game yang di buat, dampaknya adalah terjadi perubahan terhadap perilaku masyarakat.

Seperti jika tinjau dari segi yuridis empiris misalkan, dalam aturan berlalu lintas setiap pengendara motor wajib memakai helm, dari contoh aturan tersebut terdapat unsur yang di definisikan weber yang pertama hukum itu sendiri memiliki peran untuk melindungi keselamatan bagi pengendara di jalan raya hal ini memiliki nilai nilai sosial karena fungsinya demi keselamatan pengguna jalan raya.

kemudian yang kedua karena adanya peraturan ini sehingga menimbulkan sebuah perilaku yang baru, di mana sebelum ada aturan ini masyarakat saat berkendara motor, mereka tidak memikirkan bagaimana keselamatan mereka di jalan yang terlintas di benak masyarakat pada saat itu adalah tentang bagaimana mereka bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat.

Kemudian jika ditinjau dari segi  yuridis normatif, hukum sangat mempengaruhi perilaku sosial, dalam sistem hukum yang baik orang jahat dipaksa menjadi orang baik, begitu pun sebaliknya dalam sistem hukum yang buruk orang baik sekalipun dipaksa menjadi orang jahat (prof Yusril). Artinya baik ataupun buruk kondisi perilaku masyarakat di pengaruhi oleh sistem sebuah hukum itu sendiri.      

Emile Durkheim, menurut durkheim sosiologi hukum adalah analisis tentang integrasi sosial yang dicapai melalui hukum dan bagaimana hukum mencerminkan nilai-nilai kolektif masyarakat, yang saya dapat pahami dari apa yang dikemukakan oleh durkheim adalah, untuk mencapai sebuah ketertiban dan keteraturan di dalam masyarakat maka sebuah aturan diciptakan, karena pada dasarnya sidat dasar manusia yang selalu mengedepankan kepentingan dirinya di atas kepentingan orang lain membuat sesuatu yang akan menimbulkan kekacauan di kemudian hari,

kemudian mengenai "hukum mencerminkan nilai-nilai kolektif masyarakat" dilihat dari bagai mana corak peraturan di Indonesia yang mengedepankan nilai-nilai kebhinekaan dan norma kebudayaan yang kental di Indonesia, walaupun tidak seluruh peraturan di Indonesia menginterpretasikan kondisi lapangan masyarakat, dikarenakan Indonesia sedikit banyaknya masih memakai peninggalan hukum positif belanda,   

Karl Max, beliau melihat sosiologi hukum sebagai alat yang digunakan oleh penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya, serta sebagai alat untuk mengontrol konflik sosial. Dari pendangan karl max max mengenai sosiologi hukum yang dapat saya pahami bawah sudah menjadi bahwa sifat tamak yang ada dalam diri manusia acap kali terlibat dalam rumusan suatu aturan yang dibuat oleh penguasa, hal ini bukan baru ini saja terjadi, bahkan dizaman pemerintahan berbentuk monarki, banyak dari kalangan penguasa membuat suatu aturan yang dimaksudkan untuk mempertahankan kekuasaan, menghalangi selain dirinya dan keluarganya untuk memimpin sebuah wilayah,

selain itu juga atas apa yang diungkapkan karl max hukum sebagai alat pengontrol konflik sosial yang saya pahami bahwa kaitanya dengan sifat dan naluri manusia sering kali membuat sebuah konflik, yang mana konflik ini biasa terjadi karena urusan mempertanhankan kepentingan pribadi sehingga berujung pada konflik, untuk itu aturan di buat untuk mengantisipasi konflik itu sendiri, kesimpulan yang dapat di petik adalah bahwa manusia memiliki naluri untuk egois yang mana keegoisan tersebut berujung pada sebuah kegaduhan dan menghilangkan rasa kebersamaan yang membuat ketentraman susah untuk lahir, sehingga atas dasar itulah aturan yang berupaya meminimalisir efek dari ke egoisan manusia.

Secara yuridis empiris, mengenai aturan di jadikan alat untuk mempertahankan kekuasaan para penguasa sering kita temui dalam Realita kehidupan kita sehari-hari, contohnya belakangan ini ramai orang membicarakan putusan mahkamah konstitusi perihal batas maksimal umur calon wakil presiden, ini  menjadi buah Realita yang kita hadapi, tidak ada yang salah atas hak orang untuk mencalonkan diri untuk maju menjadi kandidat calon wakil presiden jika ia memiliki kemampuan yang mumpuni untuk mengemban tugas tersebut, namun yang perlu digaris bawahi adalah jika niatnya hanya untuk melanjutkan kekuasaan keluarga maka itu yang salah,

selanjutnya dalam hukum positif kita telah banyak aturan yang mengatur mengenai kontrol konflik sosial  seperti aturan tentang tawuran, namun dalam penerapannya masih banyak yang harus di kaji mengenai pelaksanaannya seperti edukasi yang lebih efektif terhadap para pelakunya.

Dan jika di kaji dalam yuridis normatif, contoh-contoh yang telah disebutkan di atas masalah utamanya adalah tentang egoisme, sehingga jika pemerintah berhasil yang mampu memaksa bahkan menyadarkan masyarakat dengan aturan-aturan yang baik untuk menekan sifat egoisme dalam diri masing-masing individu maka ketenteraman dan  keteraturan di masyarakat akan tercipta,

Rosco Puond, menggambarkan sosiologi hukum sebagai penelitian tentang hubungan antara hukum dan sosial dengan fokus pada cara hukum mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sosial , dari apa yang telah di jelaskan oleh Rosco Puond mengenai sosiologi hukum adalah bahwa hukum itu dibuat atas dasar kebutuhan sosial, maksudnya adalah untuk terpenuhi kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat hukum dibuat sebagai perintah untuk memenuhi kebutuhan tersebut,

Tinjauan dalam yuridis empiris sebagai contoh dalam konstitusi kita itu terdapat aturan yang memerintahkan untuk mencerdaskan bangsa dan memelihara fakir miskin , penerapannya negara harus membuat pendidikan bisa diakses oleh segala kalangan dan negara harus memastikan kondisi ekonomi di negara ini terus tumbuh agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi miskin karena mahalnya bahan primer. Dan jika di tinjau dari yuridis normatif , hal-hal yang menjadi contoh di atas harus dilakukan oleh pemimpin di Indonesia sebagai perintah konstitusi.

Nikolas Luhmann, melihat sosiologi hukum sebagai studi tentang sistem hukum sebagai sistem sosial yang otonom, serta bagaimana sistem ini dapat berinteraksi dengan sistem sosial yang lain. Maksudnya adalah dalam pembuatan sistem di suatu negara haruslah saling bergandengan dengan sistem aturan yang ada di masyarakat sejak dahulu, contohnya di negara kita Indonesia terdapat sistem hukum yang masih eksis di Indonesia baik, norma agama, ataupun norma budaya. Dalam penerapanya pun tidak bisa hukum positif bertentangan dengan sistem yang hukum lainya, karena hal ini akan berdampak pada kemauan masyarakat untuk mematuhi hukum positif yang dibuat.

Dari Tinjauan yuridis empiris mengenai pendapat Nikolas Luhman adalah di Indonesia walaupun kebanyakan hukum positif yang masih dipakai masih bercorakkan hukum belanda namun secara pengkajian untuk penerapannya masi mempertimbangkan norma agama dan budaya.

Dan jika dari  tinjauan yuridis normatif penerapan sistem hukum di Indonesia tidak menghilangkan hukum adat dan agama untuk menyelesaikan sebuah kejahatan atau hal yang melawan hukum, sehingga ke eksistensinya masih terjaga.

Kemudian saya juga akan memberikan contoh pemikiran Max Weber dan H.L.A.Hart sebagai berikut:

Max Weber:

Hukum sebagai sistem norma, beliau memandang hukum sebagai sistem norma yang mengatur perilaku manusia, beliau juga menambahkan jenis norma terbagi menjadi dua, yang pertama yaitu norma formal yang maksudnya adalah norma yang dihasilkan oleh negara, dan yang kedua yaitu norma material yang maksudnya ialah norma yang timbul dari nilai-nilai masyarakat.

H.L.A.Hart

hukum sebagai sistem aturan, beliau mengklasifikasikan aturan ke dalam dua bagian, yang pertama adalah aturan primer yang mana aturan ini mengatur perilaku manusia, dan yang kedua aturan skunder yaitu aturan yang mengatur pembentukan, pengenalan, dan modifikasi aturan primer    

  

    

    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun