Bungkam yang bisa aku ekspresikan.
"Ini mimpi, ya?!!!" aku dalam hati.
"Gak usah kaget gak papa, kok, aku cuma mau mengutarakan perasaanku aja. Tapi, aku gak mau menjerumuskanmu ke hal-hal yang dilarang seperti pacaran. Aku ngajak kamu ketempat ini dan mengutarakan perasaan, supaya kamu tau apa yang sedang aku rasakan. Kalau sudah saatnya, baru kamu bisa memilih iya atau tidak. Oh, iya, aku juga mau melanjutkan S2 ku di Landon. Jadi, pasti kita tidak akan bertemu lagi. Jika ditengah perjalanan ada yang membuatmu lebih mantap, tidak apa-apa. Tapi, selagi belum ada yang mendampingimu, bolehkan jika aku mengusahakan untuk mendapatkanmu?"
Lagi dan Lagi, aku tak bisa berkata apapun.
"Iya, Kak, Terimaksih telah mampu menjelaskan. Aku terima apapun keputusan kaka. Hati-hati, ya, nanti" hanya ini yang bisa kuucapkan.
Dan benar saja, tak ada kabar apapun setelah pertemuan kita yang kemarin. Aku tak pernah menyesal jika akhirnya perjalanan cinta kita seperti ini. Karena memang ini yang Allah perintahkan. Kamu bisa menjaga hati untuk tetap menjalankan apa yang Allah perintahkan, itu sudah menjadi bukti bahwa kamu siap dengan apa yang telah Allah tetapkan atas nama cinta.
Asal kamu tau, sampai detik ini aku masih menunggu untuk hal yang aku impikan. Walaupun tak kunjung datang kabar tentangmu. Bersamaan dengan penantian panjang, aku ditemani dengan senja, hujan, laptop jadul, kopi hangat yang bisa menjadi pelipur penantian panjang.
Sampai akhirnya kudapati kabar bahwa...
"Nilam, Danar dikabarkan udah meninggal" ucap temanku ditelfon.
"Innalilahi..." pecah tangisanku.
Tak kuasa kubendung air mata. Perasaanku campur aduk tak beraturan. Kabar kepergianmu membuatku kembali menanti. Meski bayang-bayang tentangmu bahkan raut wajahmu masih mlekat diingatan.