Mohon tunggu...
Atikah Safirah
Atikah Safirah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

I don't bite, yet.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

The Power Of Difabel 2013: Berbagi di Balik Keterbatasan

7 Januari 2014   23:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:02 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="pin dac/ dok. (solider.com)"] [/caption] Difabel? Apa sih difabel itu? Sebagian dari kita mungkin masih bertanya-tanya apa itu difabel. Difabel adalah kependekan dari different ability people. Istilah difabel merupakan sebuah wacana upaya pengganti istilah penyandang disabilitas dan penyandang cacat untuk mengurangi kesan meremehkan kemampuan dan diskriminasai. Ada beragam macam penyandang disabilitasdi sekitar kita, salah satunya adalah anak-anak tuli. Deaf (Inggris) atau tuna rungu dalam kedokteran merupakan kondisi fisik yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan seseorang untuk mendengarkan suara (wikipedia). Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Penyadang tuli juga sama seperti itu. Mereka butuh berkomunikasi dan bergaul dengan lingkungannya. Salah cara untuk memenuhi kebutuhan mereka adalah dengan bergabung dalam sebuah komunitas yang . Salah satu komunitas atau wadah bagi para penyandang tuli di Yogyakarta adalah Deaf Art Community Yogyakarta. Deaf Art Community merupakan sarana bagi penyandang tuli dan pendengar normal untuk berkumpul dan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat sebagai bahasa dalam percakapan. Adalah Broto Wijayanto, pendiri DAC (Deaf Art Community) Yogyakarta yang mempunyai andil besar dalam perkembangan dari anak-anak diasuhnya dalam DAC. Bertempat di Gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri UGM, acara The Power Of Difabel ini dibagi dalam dua sesi yang mana sesi pertama dilakukan pukul 15.00 sampai pukul 17.30 dan dilanjutkan dengan sesi kedua yang dimulai pukul 19.00 selama dua setengah jam. Acara The Power Of Difabel yang diselenggarakan Deaf Art Community Yogyakarta pada tanggal 3 Desember 2013 dengan bekerjasama dengan Psikologi UGM digalang dalam rangka mengumpulkan dana untuk anak-anak di yayasan peduli kanker yang didirikan oleh Veronika Anik Sulistyani, salah satu mahasiswi Fakultas Psikologi UGM. Acara ini dimeriahkan dengan pertunjukkan capoera, menari dan aksi pantomin yang dilakukan oleh anak-anak deaf juga dimeriahkan dengan lomba bahasa isyarat. Dari 10 finalis yang mengikuti lomba bahasa isyarat tersebut hanya 3 yang masuk ke final. Dalam acara ini ketika pertunjukkan berlangsung para penonton terlihat menikmati pertunjukkan yang disuguhkan oleh Komunitas Tuli DAC ini. Penonton terlihat kagum karena meskipun dengan keterbatsan yang teman-teman tuli miliki, mereka masih punya semangat dan rasa ingin berbagi kepada sesama. Selama acara berlangsung terdapat beberapa 'penerjemah' yaitu orang yang bertugas untuk menerjemahkan kepada teman-teman tuli yang datang apa yang disampaikan selama acara tersebut berlangsung. Sebelum acara berlangsung, saat acara berlangsung maupun setelah acara berlangsung pun interaksi yang dilakukan oleh para teman-teman tuli dengan pendengar normal pun terlihat berlangsung dengan lancar meskipun ada beberapa orang yang belum bisa menggunakan bahasa isyarat, mereka dapat menggunakan notebook atau buku untuk berkomunikasi kepada teman-teman tuli. Teman-teman tuli pun tidak segan dan tidak malu untuk diajak bicara dan sangat ramah kepada orang lain. Di akhir acara kita diputarkan sebuah film tentang kisah Veronika Anik Sulistya selaku pendiri yayasan kanker di Yogyakarta yang kehilangan salah satu kakinya akibat penyakit kanker yang dialaminya yang mengharuskan kakinya untuk diamputasi selama dia memakai kaki palsu yang terus ia pakai sampai sampai sekarang dan pengalamannya dengan teman-teman tuli yang ia kenal. Film yang diputar juga menyajikan tentang teman-teman tuli yang berhasil kuliah di luar negeri dan dapat lulus seperti teman-teman normal yang lain dengan harapan dapat memotivasi teman-teman tuli agar tidak mudah menyerah untuk mencapai impiannya dan menunjukkan bahwa kekurangan bukanlah sesuatu yang harus disesali atau ditangisi namun untuk dimaknai bahwa kekurangan bukanlah segalanya yang dapat menghambat kemajuan diri dan dijadikan motivasi diri untuk meraih semua impian yang diinginkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun