Mohon tunggu...
Atika FebriHarjianti
Atika FebriHarjianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Diponegoro

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mahasiswa KKN Tim I UNDIP Tahun 2022 Berikan Penyuluhan Mengenai Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

12 Februari 2022   02:48 Diperbarui: 12 Februari 2022   03:03 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat yang berbasis lingkungan. Jawa Tengah terutama Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang menjadi salah satu wilayah yang terdampak kasus DBD dengan jumlah penderita sejumlah 27 orang dan menjadikannya sebagai wilayah dengan paparan DBD tertinggi di Kabupaten Semarang (BPS Kab. Semarang, 2020). Nyamuk Aedes Aegypti ini adalah momok dibalik merebaknya penyakit endemik menular yang dapat menimbulkan wabah. 

Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 12 huruf a Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Penanggulangan Penyakit Menular di Provinsi Jawa Tengah menyebutkan bahwa Demam Berdarah Dengue termasuk dalam dalam satu jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah.

Dengan adanya permasalahan ini maka mahasiswa KKN Tim I UNDIP 2021/2022 (Atika Febri Harjianti) memberikan penyuluhan tentang bagaimana cara pengendalian untuk mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan mengajak masyarakat Dusun Jetis, Kecamatan Ungaran Timur khususnya para santri dari Pondok Pesantren Darul Ulum Subulussalam.

Virus dengue berpindah ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Ketika nyamuk aedes aegypti betina menggigit penderita, virus akan berpindah ke liur nyamuk dan ketika nyamuk ini menggigit orang lain maka virus akan berpindah ke yang lain. Setelah tergigit dan virus masuk ke dalam tubuh, biasanya dibutuhkan waktu sekitar 3-14 hari hingga gejala DBD pertama kali muncul.

Nyamuk bertubuh kecil dengan warna hitam belang-belang putih ini menyukai habitat pada air yang bersih dan jernih seperti tempat penampungan air. Semakin banyak ditemukan tempat penampungan air maka akan berpotensi menjadi perindukan nyamuk sehingga akan semakin padat populasi larva nyamuk. Kepadatan populasi larva akan berlanjut ke tahap kepadatan populasi nyamuk dewasa aedes dan pada akhirnya risiko terkena penyakit DBD lebih cepat. Peningkatan kasus DBD dipengaruhi oleh curah hujan dan kelembaban udara. Bahkan pada beberapa kasus, puncak kejadian DBD terjadi pada puncak musim hujan.

Pengendalian nyamuk aedes aegypti yang sederhana adalah dengan kegiatan 3M (Menutup, Mengubur dan Menguras). Selain cara tersebut, masyarakat biasanya melakukan fogging yang merupakan pemberantasan nyamuk DBD menggunakan insektisida (bahan kimia yang digunakan untuk membunuh serangga) dengan cara pengasapan. 

Selain dilakukannya penyuluhan pengendalian DBD yang dilanjutkan dengan tanya jawab, kami mahasiswa KKN Tim I UNDIP di Dusun Jetis juga mengajak para santri dan pengurus Pondok Pesantren Darul Ulum Subulussalam untuk membuat ovitrap atau alat perangkap nyamuk sederhana berbahan dasar botol air mineral 1,5 liter, kantong kresek hitam.

Oleh : Atika Febri Harjianti
Dosen Pembimbing : Heri Sugito, S.Si., M.Sc
Lokasi KKN : Dusun Jetis RT 02/ RW 06 Desa Layangan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun