b. Dampak negative
- Â Dampak psikologis , orang yang menikah muda biasannya rentan terhadap sebuah penyesalan karena telah memutuskan untuk menikah muda, merasa stress dan tertekan sehingga memicu hubungan tidak harmonis dalam rumah tangga karena ketidakmengertianya dalam memutuskan hidup
- Dampak biologis, orang yang menikah muda biasannya rentan terhadap kesehatan karena ketidaksiapan fisiknya dalam perubahan yang terjadi secara mendadak dalam dirinya.
- Dampak sosiologis, dalam hal ini dapat mengurangi tingkat harmonis dalam keluarga karena tingkat emosi yang dimiliki belum stabil sehingga kurangnya kontrol diri yang dimiliki (akhirudin, 2016 ).
Selain itu dalam pandangan agama Apabila mengacu kepada kelima maqashid syariah yang pokok, yaitu perlindungan terhadap agama (hifdz al-din), perlindungan terhadap nyawa (hifdz al-nas), perlindungan terhadap akal (hifdz al-aql), perlindungan terhadap keturunan atau perlindungan terhadap kemaluan (hifdz al-nasl atau hifdz al-farj), dan perlindungan terhadap harta (hifdz al-mal).
Maka pernikahan anak di usia dini merupakan bentuk dari pada tidak menjaganya Hifdz al-Aql dan Hifdz Nasl. Oleh karena menikah dini merupakan pemaksaan atas diri, baik pemaksaan dari segi fisik maupun psikis.
Adapun penyebab dari pada pernikahan ini karena pemahaman yang dibangun oleh masyarakat adalah bahwa pengentasan perzinahan dapat dilakukan dengan menikah. Padahal terdapat dampak dampak yang lain, sebagaimana pemaparan oleh subyek yang melakukan pernikahan dini di atas.
Sehingga hal ini sesuai dengan teori kekuasaan dan diskursus dalam perubahan sosial yang disampaikan oleh Foucault tentang diskursus (discourse), kekuasaan (power), dan pengetahuan (knowledge), terutama perihal bagaimana diskursus dan pengetahuan dapat menjadi alat untuk berkuasa.Â
Menurut Foucault, pengetahuan dan kekuasaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan keduanya adalah satu kesatuan. Melalui proses pendisiplinan dan normalisasi, kemudian proses penggunaan pengetahuan. Kekuasaan telah diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti kekuasaan, seksualitas, dan sebagainya.
Dengan demikian bentuk perjuangan tidak hanya melawan dominasi dan eksploitasi (ekonomi) saja, namun juga melawan subjek atau bentuk penyerahan diri sebagai individu, seperti dokter dengan pasiennya (bisri, 1977).
Bahwa pendidikan yang merupakan bentuk kristalisasi dari pemahaman berkorelasi dengan kekuasaan dapat di lihat dari pemaparan di atas.