Mohon tunggu...
Atika Zahra Nasution
Atika Zahra Nasution Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi/Universitas Sumatera Utara

halo semuanya saya Atika Zahra Nst biasa dipanggil Tika, sekarang saya sedang melanjutkan studi s1 di FISIP USU

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Pernikahan Dini dalam Pemberitaan Media di Indonesia

27 Oktober 2022   23:20 Diperbarui: 27 Oktober 2022   23:40 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilakukan secara sah oleh seseorang laki-laki atau perempuan yang belum mempunyai persiapan dan kematangan sehingga dikawatirkan akan mengalami sejumlah resiko yang besar. Resiko besar ini bahkan akan menjadi pengaruh dalam segi kesehatan saat melahirkan (Nurhakhasanah,2012).

”Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun T974 Tentang Perkawinan, menyebutkan bahwa negara menjamin hak warga negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”

Saat ini jumlah pernikahan dini telah mencapai 1,2 juta. Indonesia menempati urutan kedua di ASEAN untuk kasus pernikahan dini peringkat ke-8 di dunia. Di antara mereka, proporsi wanita usia 20-24 yang menikah sebelum usia 18 tahun adalah 11,21%. 

Artinya, sekitar 1 dari 9 wanita berusia 20-24 menikah saat masih anak-anak. Pernikahan dini masih menjadi isu penting bagi kesehatan reproduksi perempuan Indonesia. Riskesdas menunjukkan bahwa proporsi anak perempuan yang menikah pertama kali pada usia 10-14 tahun cukup tinggi, yaitu sebesar 4,8% dari jumlah perempuan usia 10-59 tahun. 

Dan 41,9% menikah antara usia 16-19 tahun. Akibatnya, hampir 50% wanita Indonesia menikah pertama kali di bawah usia 20 tahun.

Dalam pemberitaan media tentang pernikahan dini, jika kita lihat industri media di Indonesia, banyak portal media online tanpa sadar mempromosikan "pernikahan dini". Di sisi lain, kenyataan pernikahan dini tidak sesederhana seperti yang diberitakan beberapa laporan. 

Meski begitu, bukan berarti semua media sama, ada yang menolak isu pernikahan dini, terutama dengan anak-anak dan remaja. ). Dalam hal ini, Luhmann (dalam Arteiri dan Gemini, 2019) menyebutkan untuk itulah media  merupakan sistem yang menjamin masyarakat dari beragam lapisan untuk tetap bisa terhubung dan bekomunikasi menjadi penting.  

Dimana media yang membangun realitas harapan akan menghadirkan ruang baru yang dapat mengubah cara pandang masyarakat tentang pernikahan dini dan menyadarkan mereka akan betapa rentannya pernikahan dini terhadap berbagai masalah sosial dan dampak lainnya yang menyangkut remaja-remaja yang menikah muda. Untuk itu media seharusnya mengetahui apa saja dampak pernikahan muda, sebagai berikut:

  • Kesehatan Reproduksi dan Psikologis
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Sumber Daya Manusia (SDM) di Masa Depan

Media sosial sangat berdampak besar dalam upaya terjadinya pernikahan dini. Jarang sekali industri media mementingkan dampak dari pernikahan muda. Bagi mereka pernikahan muda yang dilakukan oleh dikalangan artis atau tidak dan berita tersebut viral di media sosial, itu menjadikan mereka kesempatan yang bagus untuk kebutuhan panggung. 

Disaat berita itu mulai tersebar di media sosial Instagram, Tiktok, dan Twitter, stasiun TV akan menimbulkan berita tersebut dan juga mengundang mereka untuk menaikkan rating. Tanpa memikirkan apa dampak yang akan terjadi.

Karena pernikahan tidak hanya menyatukan dua insan yang saling mencintai, tetapi yang tidak banyak orang lihat dari pernikahan, pernikahan itu juga harus cukup secara mental dan jiwa, dan secara ekonomi pula, tidak hanya modal cinta saja. 

Pasangan usia muda lebih rentan terhadap lingkungan sosialnya, dan belum mampu bertanggung jawab pada setiap yang menjadi tanggung jawabnya, oleh karena itu kadang mereka mengalami kegoncangan mental karena masih memiliki sikap mental yang belum cukup kuat, serta tingkat emosional yang belum matang. 

Banyak remaja-remaja sekarang yang ingin menikah muda karena ingin memperoleh kebahagiaan saja ataupun juga sudah terlalu cinta, jadi mereka ingin cepat-cepat menikah.

Oleh karena itu, masyarakat Indonesia perlu meningkatkan kesadaran khususnya bagi para orang tua untuk membuka mata, untuk mengubah cara berpikir yang masih primitif, dan para remaja yang menjadi sasaran masalah pernikahan dini, mari kita bersatu untuk membangun bangsa Indonesia dan mendukung rencana BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) untuk menekan laju pertumbuhan penduduk.

Peningkatan peran perempuan, perlindungan anak dan keluarga berencana ditempuh dengan meningkatkan kemampuan dan meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan yang mandiri dalam pengetahuan dan keterampilan. Selain itu, upaya mencegah pernikahan dini yaitu adanya Pendidikan Perempuan, Pemberdayaan Perempuan, Memperluas Lapangan Kerja, dan Memperkuat Perundang-undangan Pernikahan Dini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun