Oleh : Muhammad Athoillah
“ketika hakim sudah hilang kehakimannya”, mungkin itu keadaan yang terjadi di Indonesia saat ini. Hakim yang bertugas sebagai seseorang yang diyakini dapat menyelesaikan masalah dengan adil, sudah tidak dapat dipercaya lagi karena putusannya sendiri yang tidak bisa dinalar oleh undang-undang. Seperti kasus Ronald Tannur yang dapat bebas dari vonis hukuman setelah melakukan tindak kejahatan pembunuhan terhadap Dini Sera Afriyanti.
Padahal sudah ada dalam undang-undang pasal 338 KUHP yang mengatur tentang pembunuhan, dijelaskan bahwa merampas nyawa orang lain dengan sengaja diancam pidana paling lama 15 tahun. Jadi apa penyebab putusan hakim itu berbeda dengan undang-undang? Hal itu bisa dijelaskan dengan menggunakan teori keadilan dari John Rawls.
John Rawls menjelaskan dalam bukunya berjudul “A Theory of Justice” bahwasanya keadilan adalah kebajikan pertama dari lembaga sosial, sebagaimana kebenaran adalah kebajikan dari sistem pemikiran. Keadilan juga bisa diartikan sebagai fairness yang bisa dijalankan ketika mengikuti pure proceduran justice yang bergantung pada the original position (posisi asli).
Maksud dari the original position yaitu suatu keadaan yang rasional dan umum dimana disitu tidak ada keberuntungan dan ketidakberuntungan pada setiap individu baik secara alamiah (misalkan bisu) ataupun sosial (misalkan miskin).
The original position menegaskan adanya persamaan kedudukan (equal) pada moral manusia yang dapat merasakan konsep baik dan keadilan, sehingga individu yang rasional akan memilih prinsip ini. Kemudian konsep the original position bergabung dengan konsep the veil of ignorance, hal itu menghasilkan individu the original position yang tidak memiliki informasi tentang individu yang lain.
Konsep the veil of ignorance (selubung ketidaktahuan) suatu keadaan yang diasumsikan bahwa setiap individu tidak memiliki informasi mengenai kedudukannya dalam masyarakat, status sosialnya, tidak mengetahui nasibnya, kemampuan, kecerdasan dan lainnya. Begitu juga tentang keadaan politik, ekonomi dan pencapaian yang telah didapatkannya.
Hal yang diketahui setiap individu adalah informasi umum yang tidak berpengaruh terhadap keputusan dalam melakukan keadilan. Dan apabila individu mengetahui informasi perihan keadaan dan situasi individu tersebut, maka dia sudah tidak lagi dalam the original position.
Jika ditinjau dengan kasus Ronald Tannur, sudah sangat jelas bahwa keadaan Ronald Tannur tidak dalam the original position karena banyak yang mengetahui bahwa dia adalah anak dari mantan pejabat DPR RI yang juga adalah seorang pengusaha.
Dan hal itu membuat the veil of ignorance sudah tidak ada dalam kasus ini. Ketika keputusan hakim sudah tidak bisa dirasionalisasi maka besar kemungkinan keputusan tersebut tidak berpedoman kepada konsep the original position dan the veil of ignorance.
Di dalam teori keadilan, John Rawls mempunyai dua prinsip. Pertama the difference principle menjelaskan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan yang sama dalam memenuhi hak-haknya sebagaimana individu yang lain. Kedua the equal opportunity principle menjelaskan di dalam ketidaksetaraan ekonomi dan sosial harus diatur sehingga kedua pihak a).
mengharapkan bisa menguntungkan semua individu, dan b). terbuka peluang untuk posisi dan jabatan. Kebebasan hak yang dilakukan oleh Ronald Tannur adalah dapat membantah tuntutan lewat pengacara dengan syarat memiliki bukti yang dapat diterima oleh undang-undang.
Dan untuk pihak keluarga Dini Sera Afriyanti dapat menuntut vonis hukuman diberikan kepada Ronald Tannur karena melakukan tindak kejahatan pembunuhan. Hal itu merupakan the difference principle.
Dan the equal opportunity principle dari kasus Ronald Tannur yaitu seharusnya hakim tidak memutuskan untuk membebaskan Ronal Tannur, karena itu bukan sesuatu yang menguntungkan semua individu namun sangat merugikan khususnya bagi pihak keluarga Dini Sera Afriyanti. Dan bagi pihak keluarga Dini Sera Afriyanti masih terbuka kesempatan untuk mendapatkan keadilan merupakan sebuah peluang dari posisi yang terpuruk menjadi lebih baik.
Ternyata terjadinya ketidakadilan kasus Ronald Tannur bukan hanya karena tidak menjalankan prinsip teori John Rawls saja, tapi ada faktor lain. Setelah diselidiki oleh Kejaksaan Agung ternyata hakim yang memutuskan vonis bebas kepada Ronald Tannur terbukti menerima gratifikasi atau suap. Ini merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diketahui sebelum menyelesaikan masalah keadilan.
Karena ketika seorang penentu keputusan dalam menyelesaikan masalah dengan adil sudah kehilangan pandangan terhadap keadilan yang sesungguhnya, maka bisa dipastikan itu awal dari timbulnya ketidakadilan. Seperti yang dikatakan John Rawls “injustice, then, is simply inequalities that are not to the benefit of all”.
Dalam demikian dapat disimpulkan arti keadilan menurut John Rawls adalah kesetaraan dalam ketidaksetaraan. Kesetaraan yang dimaksud adalah hak yang setara dan kebebasan dasar yang harus diterima setiap individu.
Dan ketidaksetaraan memiliki maksud perbedaan boleh terjadi dengan catatan menguntungkan semua individu. Jika hal itu tidak bisa, maka setidaknya tidak merugikan individu paling tidak beruntung yang ada di dalamnya.
*penulis mahasiswa aktif STAI Al-Anwar, prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI