Mohon tunggu...
Athiyyah Nur Roihanah
Athiyyah Nur Roihanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Majalah Sastra Horison dan Peranannya

8 April 2022   15:49 Diperbarui: 18 April 2022   10:02 3035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sejarah sastra Indonesia, terdapat pembagian periodisasi sastra. Di dalam periodisasi sastra tersebut terdapat beberapa  angkatan sastra, salah satu angkatan sastra tersebut diberi nama "Angkatan 66". Pemberian nama "Angkatan 66" tersebut pada awalnya diutarakan oleh H.B Jassin di dalam artikelnya yang diberi judul "Angkatan 66: Bangkitnya Satu Generasi". Artikel tersebut dimuat dalam majalah Horison. Pada artikel kali ini penulis tidak akan membahas terkait angkatan 66, tetapi pada artikel kali ini penulis akan membahas terkait majalah Horison.  Lantas apa itu majalah Horison dan apa saja peranan majalah tersebut?

Artikel ini dibuat karena penulis ingin mengetahui lebih mengenai semual hal-hal yang berkenaan dengan majalah Horison. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui segala macam hal yang berkaitan dengan majalah sastra Horison, misalnya peranan majalah Horison, tahun terbit majalah Horison, tokoh yang memimpin majalah Horison, visi majalah Horison, dan lain sebagainya. 

Manfaat penulisan artikel ini adalah untuk menambah pengetahuan serta wawasan penulis atau pembaca terkait segala hal yang berkenaan dengan majalah sastra Horison, seperti tahun terbit majalah Horison, peranan majalah Horison, tokoh yang memimpin majalah Horison, tokoh-tokoh redaksi majalah Horison, karya apa saja yang terbit di majalah Horison, dan lain sebagainya.

Majalah Sastra Horison

 Majalah Horison merupakan majalah yang eksklusif berisikan karya sastra di Indonesia. "Cakrawala" atau "kaki langit" merupakan arti dari kata Horison. Arti dari kata tersebut merupakan wujud representasi pencarian horison yang baru dengan tujuan yaitu untuk menghapuskan telaah, batas-batas pemikiran, serta kreativitas di segala bidang kehidupan. Majalah Horison sendiri terbit pada bulan Juli tahun 1966 setelah melewati bulan-bulan yang penuh dengan ketegangan untuk melakukan penumpasan partai komunis Indonesia. 

Mochtar Lubis merupakan nama tokoh yang memimpin majalah Horison. Sedangkan Zaini, Taufiq Ismail, H.B. Jassin, D.S. Moeljanto, dan Soe Hok Djin (Arief Budiman) merupakan nama-nama tokoh redaksi majalah Horison. 

Terdapat beberapa nama tokoh yang terlihat pada awal penerbitan majalah Horison yang ternyata kini menjadi tokoh-tokoh terkenal dalam sastra Indonesia, beberapa di antaranya yaitu Arief Budiman (Soe Hok Djin), Gerson Poyk, Hartojo Andangdjaja, Mochtar Lubis, Taufiq Ismail, Umar Kayam, dan lain-lain.

Mengembalikan krisis budaya yang terjadi selama belasan tahun dengan harapan agar tumbuh semangat baru untuk memperjuangkan demokrasi dan martabat manusia Indonesia, merupakan visi dari majalah Horison. 

Majalah ini juga mendorong masyarakat untuk meninggalkan ruang sempit yang telah membelenggu jiwa masyarakat Indonesia selama puluhan tahun sehingga mendapatkan kehidupan baru yang segar dan terlepas dari kekuasaan yang monolitik.

Majalah Horison menitikberatkan untuk memuat sastra dengan kesadaran yang penuh bahwa bidang sastra memiliki peranan yang vital sebagai perangsang kreativitas pemikiran, baik individu atau antarbangsa.

Pandangan seperti ini tidak jauh berbeda dengan semangat Surat Kepercayaan Gelanggang dan Manifes Kebudayaan yang terhimpit oleh politik dan kekuasaan. Sangat pantas jika majalah Horison mendapatkan sambutan yang hangat serta positif dari para pengarang, baik itu pengarang yang sudah terkenal atau pengarang yang baru saja memulai karirnya.  

Terdapat artikel penting pada awal terbit majalah Horison, yaitu deklarasi angkatan 66 oleh H.B. Jassin. yang dimuat di Horison Nomor 2, Agustus 1966 yang berjudul "Angkatan 66: Bangkitnya Satu Generasi". Di lain sisi, surat kabar yang pernah dilarang terbit, seperti Merdeka yang dipimpin oleh B.M. Diah, Indonesia Raya yang dipimpin oleh Mochtar Lubis, Kompas, Berita Yudha, Angkatan  Bersenjata, dan Suara Karya juga turut terbit.

Hal-hal tersebut ikut serta dalam meramaikan dunia penerbitan di Jakarta. Tentu saja hal ini sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan sastra Indonesia, karena hampir semua surat kabar isinya menyajikan rubrik sastra serta budaya. Antusiasme terkait sastra juga semakin berkembang dengan terbitnya kembali majalah Sastra yang dipimpin oleh H.B. Jassin.

 Antusiasme tersebut tidak hanya terjadi di daerah kota Jakarta saja, tetapi antusiasme tersebut terlihat juga di luar daerah kota Jakarta. Seperti contohnya kota Bandung dengan Pikiran Rakyat, kota Yogyakarta dengan Kedaulatan Rakyat dan majalah kebudayaan Basis, serta kota Semarang dengan Suara Merdeka dan Angkatan Bersenjata.  

Artikel H.B. Jassin yang dimuat di majalah Horison merupakan awal sumbangan majalah Horison terhadap sejarah sastra Indonesia. Prestasi majalah Horison sangat membanggakan jika dibandingkan dengan majalah sastra yang hanya terbit dalam kurun waktu beberapa tahun, seperti majalah Sastra dan Kisah. 

Majalah Horison telah beredar dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun. Hal ini menunjukkan bahwasanya majalah Horison membuktikan eksistensinya dibutuhkan oleh para pembaca dan pengarang. Selain itu di dalam majalah Horison terdapat juga nama-nama pengarang yang sudah terkenal maupun pengarang generasi baru yang terus bertambah jumlahnya.

Sekitar tahun 1970-an, terdapat pendapat yang menyatakan bahwasanya munculnya pengarang-pengarang di majalah Horison dianggap sebagai barometer prestasi kepengarangan. Tetapi hal tersebut dianggap sangat pantas, karena pada waktu itu majalah Horison merupakan satu-satunya majalah sastra yang berwibawa tinggi karena tokoh redaksinya yang merupakan tokoh-tokoh sastra Indonesia. 

Majalah Horison diterbitkan ketika situasi dan kondisi yang masih bergejolak panas akibat dari tragedi politik 30 September 1965. Hal tersebut dijadikan sebagai patokan sastrawan dan sastra Indonesia meskipun tidak sepenuhnya mewakili keseluruhan coraknya. Terbit 24 cerpen asli, delapan di antaranya berbicara terkait pergolakan. 27 sajak dengan sembilan sajak pergolakan, tiga drama tentang gerakan komunis, serta tiga esai yang mempersoalkan terkait angkatan 66, pada tahun 1966.

Aspek sosial yang diperhatikan oleh pengarang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu problem G.30.S., problem orde lama, dan problem angkatan 66. Pada bagian pertama beberapa di antaranya yaitu cerpen Gerson Poyk "Perempuan dan Anak-anaknya", cerpen B. Soelarto "Subul Khotimah", dan drama Taufiq Ismail "Langit Hitam". Bagian kedua di antaranya yaitu cerpen Mochtar Lubis "Kuburan Keramat" dan "Sebuah Sketsa dari Penjara", cerpen B. Soelarto "Tragedi Kecil" dan "Sahabatku John". Bagian ketiga beberapa di antaranya yaitu sajak-sajak Wahid Situmeang, Slamet Sukirnanto, dan cerpen Bur Rasuanto "Malam Berkabung".

Majalah Horison dikatakan sebagai majalah yang berwibawa, tetapi di balik kewibawaannya tersebut, majalah Horison harus berjuang keras untuk "memelihara" kelangsungan hidupnya akibat perkembangannya yang terhitung lambat. Keuangan majalah Horison belum independen. Keuangannya masih harus disokong oleh sekelompok pencinta sastra dan penerbit utama di daerah Jakarta.

Majalah Horison yang tampilannya terbilang sederhana dan tirasnya hanya sekitar 2500-3000 eksemplar masih menjadi keinginan pengarang pemula yang menginginkan pengakuan dari masyarakat. Untungnya pada tahun 1996 keinginan pengarang-pengarang tersebut dikabulkan. 

Majalah Horison memuat keinginan pengarang-pengarang tersebut dengan sisipan Kakilangit. Kakilangit merupakan lembaran khusus untuk siswa pesantren seluruh Indonesia, Sekolah Menengah Umum, serta Madrasah Aliyah dengan tujuan untuk menumbuhkan serta meningkatkan penghargaan sastra di kalangan remaja yang terpelajar.

 Dengan sisipan Kakilangit tersebut, majalah Horison yang awalnya hanya tercetak kira-kira 3000 eksemplar, pada tahun 1997 terdapat peningkatan tirasnya menjadi 12.500.

Menurut Salim Said (1997) yang merupakan seorang budayawan beliau mengungkapkan bahwa Kakilangit merupakan risiko Horison yang harus menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, bahkan sebenarnya sisipan tersebut telah menurunkan derajat dan wibawa majalah Horison sebagai majalah sastra Indonesia garda depan. 

Pengarang terkemuka Danarto, dikutip M. Subarkah (1997), juga mengatakan harapannya kepada pemerintah agar membeli saham majalah Horison sehingga terjaminlah kelangsungan hidupnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwasanya majalah Horison merupakan majalah yang eksklusif berisikan karya sastra di Indonesia. Cakrawala" atau "kaki langit" merupakan arti dari kata Horison. Majalah ini terbit pada bulan Juli tahun 1966. Peranan majalah sastra Horison adalah untuk mendorong masyarakat agar meninggalkan ruang sempit yang telah membelenggu jiwa masyarakat Indonesia selama puluhan tahun sehingga mendapatkan kehidupan baru yang segar dan terlepas dari kekuasaan yang monolitik, kemudian majalah Horison juga berperan sebagai pengingat masyarakat bahwasanya sastra memiliki peranan yang vital yaitu sebagai perangsang kreativitas pemikiran masyarakat, baik individu atau antarbangsa. Majalah Horison juga berperan sebagai sarana untuk menumbuhkan serta meningkatkan penghargaan sastra di kalangan remaja yang terpelajar. Karena pada waktu itu majalah Horison memiliki sisipan Kakilangit. Kakilangit merupakan lembaran khusus untuk siswa pesantren seluruh Indonesia, Sekolah Menengah Umum, serta Madrasah Aliyah.  Visi dari majalah Horison itu sendiri adalah mengembalikan krisis budaya yang terjadi selama belasan tahun dengan harapan agar tumbuh semangat baru untuk memperjuangkan demokrasi dan martabat manusia Indonesia. Di awal penerbitan Majalah Horison, majalah ini juga sangat mendapatkan sambutan yang hangat serta positif, baik itu dari pengarang lama yang sudah terkenal atau pengarang baru yang baru saja memulai karirnya di dunia kesusastraan.

DAFTAR PUSTAKA

K.S, Yudiono. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo. 2010.

           

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun