Mohon tunggu...
Athiyatul Mizza
Athiyatul Mizza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Catatan sharing tentang banyak hal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ganti Menteri, Ganti Kurikulum?

14 November 2024   13:21 Diperbarui: 14 November 2024   13:31 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: youtube Kemdikdasmen "Pak Mu'ti Mengajar di SD 59 Palembang"

Stigma yang kerap beredar di masyarakat setiap ada pergantian menteri pendidikan adalah "ganti menteri, ganti kurikulum". Masyarakat seakan akan sudah hafal dengan ritme kebijakan dalam bidang pendidikan. Faktanya, Indonesia sering mengalami pergantian kurikulum sejak zaman kemerdekaan. Kurikulum berbasis rencana pembelajaran yang digunakan pada tahun 1947, 1952, 1966 dan 1968. Kurikulum ini berorientasi pada patriotism dan nasionalisme. Pada tahun 1975, 1984 dan 1994 berganti menggunakan kurikulum berbasis tujuan yang mendorong pembelajaran aktif melalui metode CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Pemerintah kemudian mengganti kurikulum pendidikan dengan basis kompetensi pada tahun 2004, 2006 dan 2013. Kemudian, pada tahun 2022 mulai menggunakan kurikulum merdeka yang berfokus pada literasi, numerasi dan pendidikan karakter. Tantangan zaman yang terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman yang kian pesat, menjadi salah satu factor perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia. Kompetensi yang dibutuhkan siswa pada tahun 1966 sangat jauh berbeda dengan kompetensi yang dibutuhkan siswa sekarang.

Lalu, apa itu sebenarnya kurikulum? Jika pendidikan diibaratkan sistem organ tubuh, maka kurikulum adalah jantungnya pendidikan. Jika jantungnya lemah, maka proses peredaran tidak lancar dan berakibat fatal. Oleh karena itu, peran kurikulum sangat penting dalam sebuah pendidikan. Kurikulum juga dapat diartikan sebagai pengalaman belajar awal sampai akhir peserta didik. Sifatnya kompleks dan multidimensi. Komponen yang ada pada kurikulum dapat digunakan untuk mendesain pembelajaran berdasarkan kebutuhan peserta didik. Kemerdekaan belajar peserta didik menjadi jantung pengembangan kurikulum.

Isu mengenai perubahan iklim global, teknologi digital dan industry mutinasional menuntut satuan pendidikan untuk menyiapkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik dalam menghadapi tantangan yang ada. Kurikulum terus mengalami adaptasi sesuai konteks dan karakteristik peserta didik. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang sesuai dengan zamannya. Hal ini sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara untuk mendidik anak sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Kodrat alam berkaitan dengan lingkungan tempat anak dididik dan dibesarkan, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan muatan atau konten pengetahuan yang tidak bertentangan dengan nilai budaya Indonesia. Kodrat zaman pendidikan saat ini menekankan untuk memiliki keterampilan abad 21. Kodrat alam menekankan konteks local sosial budaya peserta didik dengan segala potensi kearifan lokalnya.

Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini adalah kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka memberikan keleluasaan satuan pendidikan untuk merancang kurikulum satuan pendidikan sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik. Pemerintah menetapkan capaian pembelajaran yang menjadi acuan/ tujuan akhir dalam melaksanakan pembelajaran. Capaian pembelajaran tersebut kemudian diturunkan menjadi alur tujuan pembelajaran (ATP). Capaian pembelajaran menjadi target belajar pada setiap fase. Setidaknya terdapat 7 fase dalam kurikulm merdeka mulai dari fase pondasi pada jenjang paud sampai fase F pada kelas XI dan XII SMA/MA/SMK/MAK sederajat. Kurikulum merdeka bertujuan untuk mengubah proses belajar menjadi lebih mendalam dan menyenangkan, sehingga peserta didik akan mudah menerima materi pelajaran. Kurikulum merdeka berprinsip pada pengembangan karakter, fleksibel dan berfokus pada muatan esensial.

Konsep kurikulum merdeka membawa angin segar untuk peningkatan pendidikan di Indonesia. Namun, pelaksanaannya masih membutuhkan banyak perbaikan dan penyesuaian. Beberapa pihak dalam sector pendidikan menilai pelaksanaan kurikulum merdeka terkesan tergesa-gesa karena masih dalam transisi dari kurikulum 2013. Sehingga, hasil yang didapatkan belum optimal. Kajian secara komprehensif perlu dilakukan pada kurikulum merdeka sebagai bahan evaluasi penerapan kurikulum pendidikan di Indonesia selanjutnya. Dalam beberapa kesempatan, Mendikdasmen mengaku masih melakukan kajian terhadap kebijakan dalam bidang pendidikan, termasuk kurikulum merdeka. Wacana yang beredar adalah akan diterapkannya pendekatan deep learning sebagai gebrakan baru pendidikan di Indonesia. Pendekatan ini didasarkan pada mindful, meaningful, joyful dengan tujuan menciptakan suasana belajar yang mendalam, bermakna dan menyenangkan bagi peserta didik. Namun, terkait penerapan dan hal lainnya masih akan dilakukan kajian secara mendalam dan tidak tergesa-gesa. Hal ini dilakukan dengan harapan agar segala permasalahan pendidikan di Indonesia dapat terselesaikan secara tuntas dan mendalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun