Athira Azzahra
222121097
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia
Abstract:
Dalam buku yang berjudul “Pisah Demi Sakinah” ini, menjelaskan mengenai seputar konseptual perceraian dalam islam dan mengulas tentang perceraian ditinjau dari psikologi positif. Dalam kasus perceraian di indonesia ini banyak sekali faktor faktor yang menyebabkan perceraian dan salah satu faktor nya adalah meminta gugatan cerai karena ingin mendapatkan kebahagiaan yang tidak didapatkan saat masa nikahnya. Dan di buku ini juga menjelaskan tentang pentingnya mediasi perceraian di pengadilan agama dan pentingnya memandang perceraian dari sudut positif.
Keywords: Perceraian ;faktor; kebahagiaan ;
Introduction
Dalam riview buku yang berjudul “Pisah Demi Sakinah” yang di tulis oleh Dr. Sudirman, M.A ini menjawab tentang mengapa terjadi banyak sekali kasus perceraian dan ketidak bahagiaan keluarga di pihak lain. Dan beberapa keterkaitan antara tingkat perceraian yang tinggi ini dengan angka ketidak bahagiaan tersebut. Juga apajkah mereka memutuskan untuk berpiah karena dimotivasi oleh harapan datangnya kesakinahan (kebahagiaan) di masa mendatang. Jadi buku ini sangat cocok untuk dijadikan literatur untuk mahasiswa dan masyarat agar kebih mengetahui mengenai hal hal tersebut.
Result and Discussion
Konsep Perceraian Dalam Islam
1. Perceraian dan Dampak Psikologisnya
Dalam kasus perceraian anak selalu menerima dampak langsung dari perpisahan orang tunya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dampak positif dai perceraian orang tua bagi remajaawal adalah sikap kemandirian dan kematangan berpikir. Adapun dampak negatifnya adalah rasa kehilangan orang tua dan masa kanak-kanak, rasa malu, kesedihan, dan turuny prestasi belajar.
2. Mediasi di Pengadilan
Mediasi di pengadilan belum efektif alasanya adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengikuti kegiatanmediasi, perceraian bukanlah aib dan masalah bagi pribadi atau keluarga, fasilitas mediasi yang belum memadai, dan jumlah fasilitator yang masih terbatas. Mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan cara damai yang dibantu oleh pihak ketiga yitu mediator.
3. Konsep Perceraian Dalam Islam
Perceraian berasal dari kata cerai yang berati pisah atau putus hubungan sebagai suami istri. Dalam hal cerai ada dua istilah populer yakni cerai hidup dan cerai mati. Cerai hidup adalah perpisahan antara suami istri selagi kedua-duanya masih hidup sedangkan cerai mati ialah perpisahan antara suami dan istri karena salah satu meninggal. Dalam bahasa arab cerai bias disebut dengan talak, yang berarti melepas tali atau membebaskan. Secara istilah, talak berati melepaskan tali perkawinan dan mngakhiri hubungan suami istri.
Dalam agama Islam, terdapat sebuah konsep menarik tentang relasi laki-laki dan perempuan dalam ikatan pernikahan yang disebut dengan mitsaq ghalidz (ikatan yang kokoh). Istilah ini menggambarkan bahwa pasangan suamiistri terikat dengan suatu perjanjian suci untuk melangsungkan kehidupan rumah tangga dengan harapan dapat mewujudkan keluarga bahagia yang dikenal dengan istilah keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah. Akan tetapi, jika tujuan mulia itu tidak tercapai, maka Islam pun memberikan peluang kepada pasangan tersebut untuk berpisah melalui pintu perceraian (talak), baik cerai talak maupun cerai gugat. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah: 229:
4. Dasar Hukum Perceraian
Dasarhukum perceraian ckup banyak, baik dalam al-Qur’an maupun hadits. Diantaranya adalah QS Al- Baqarah :229 ayat tersebut menjelaskan tentang jumlah hitungan talak yang dibatasi sampai dua kali. Selain itu dalam QS At-Talaq: 1 menjelaskan bahwa Allah SWT mengingatkan Nabi Muhammad SAW bahwa jika beliau ingin menceraikan istri atau istri-istrinya, maka beliu harus meneraikan mereka pada waktu yang tepat sehingga mereka dapat menghitung masa iddah. Adapun waktu yang tidak tepat menceraikan itri adalah ketika istri sedang haid. Adapun hadits terkenal yang menyatakan bahwa perkara yang halal namun dibenci Allah adalah talak.
Hadits tersebut tercantum dalam sunan Abu Dawud, hadits ini menjelaskan bahwa talak menurut allah bukan perkara haram, hal ini diperbolehkan sebagai pintu darurat bagi mereka yang membutuhkan. Hadis ini menjelaskan bahwa talak menurut Allah bukan perkara haram. Hal ini diperbolehkan sebagai pintu darurat bagi mereka yang membutuhkan. Bagi mereka yang kehidupan rumah tangganya aman, nyaman, dan damai, tentu perceraian sangat tidak dianjurkan, apalagi pemicunya hanya memperturutkan hawa nafsu. Oleh sebab itu, perceraian tidak selalu menjadi alternatif pertama ketika rumah tangga seseorang mengalami kegoncangan. Perlu ditelusuri terlebih dahulu akar masalahnya. Apabila masih bisa dipertahankan, maka harus diupayakan dengan sungguh-sungguh agar Allah akan tetap mencurahkan kasih sayang-Nya dalam rumah tangga tersebut.
5. Macam Perceraian
Perceraian ada dua macam, yakni cerai talak dan cerai gugat. Cerai talak adalah cerai yang dilakukan oleh suami sedangkan cerai ggat adalah cerai yang dilakukan oleh istri dengan mengajukan ke pengadilan. Dan ada beberapa macam talak diantaranya:
a. Talak raj’i Yaitu perceraian yang dilakukan oleh suami dengan mengucapkan (melafazkan) talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh rujuk kembali ke isterinya ketika masih dalam iddah. Jika waktu iddah telah habis, maka suami tidak dibenarkan merujuk mantan isterinya itu kecuali dengan akad nikah baru.
b. Talak bain Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah isterinya menikah dengan lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis iddah dengan suami barunya.
c. Talak sunni Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan cerai talak kepada isterinya yang masih suci dan belum disetubuhinya ketika dalam keadaan suci.
d. Talak bid’i Suami mengucapkan talak kepada isterinya ketika dalam keadaan haid atau ketika suci tapi sudah disetubuhi (berhubungan intim).
e. Talak taklik Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya secara bersyarat dengan sesuatu sebab atau syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah penceraian atau talak.
Selanjutnya, cerai gugat yang dilakukan oleh istri dengan cara mengajuakan permintaan perceraian kepada pengadilan agama ada dua macam, yaitu fasakh dan khulu’.
a. Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri kepada suami, dalam kondisi sebagai berikut:
1) Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut;
2) Suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita (meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya);
3) Suami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suami istri); atau
4) adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-tindakan lain yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri.
5) Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri, maka Hakim berhak memutuskan (tafriq) hubungan perkawinan antara keduanya.
b. Khulu’ adalah kesepakatan penceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami.13 Khulu' disebut dalam QS Al-Baqarah 2:229.
5. Penyebab Peceraian
a. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga Alasan tersebut di atas adalah alasan yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan suami–istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail.
b. Krisis moral dan akhlak Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang
c. Perzinaan Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinaan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri.
d. Pernikahan tanpa cinta Alasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik. e. Adanya masalah-masalah dalam perkawinan Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang seperti adanya perselingkuhan antara suami istri.
Dampak Perceraian
Perceraian dapat mnimbulkan tekanan batin bagi tiap pasangan tersebut. Anak anak yang lahir dari pernikahan merka juga bisa merasakan efek negatif akibat orang tua mereka bercerai. cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri.
6. Perceraian dalam Hukum Positif Indonesia
Perceraian diatur dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam pasal 38, disebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena: 1. Kematian, 2. Perceraian dan 3. atas keputusan Pengadilan. Kemudian, pasal 39 menegaskan bahwa: (1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. (2) Untuk melakukan perceraian harus ada . (3) Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersebut. Kemudian, Pasal 40 menyebutkan bahwa (1) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan. (2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri. Lebih lanjut Pasal 41 menerangkan bahwa akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan. b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilaman bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut. c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Untuk melengkapi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan menegaskan dalam Pasal 18, bahwa perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan.
Selain itu, dalam Pasal 19 ditegaskan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f. Antara suami dan isteri terus-menerusterjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukunlagi dalam rumah tangga.
Dari kedua pasal di atas dapat diketahui bahwa perceraian di luar sidang dengan alasan apapun dianggap tidak sah. Selain itu, alasan perceraian yang dapat diterima ada enam jenis, yakni alasan moral, alasan tidak tanggung jawab, alasan dipenjara, alasan penganiayaan, alasan cacat fisik, dan ketidakharmonisan. Beberapa alasan di atas dapat Dr. Sudirman, M.A. 23 dikembangkan oleh pihak pengadilan jika dirasa dapat memenuhi rasa keadilan.
7. Proses Perceraian di Pengadilan Agama
1. Cerai Talak
Langkah-langkah yang harus dilakukan pemohon (Suami) atau kuasanya dalam perkara cerai talak adalah sebagai berikut:
a. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah;
b.Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tentang tata cara membuat surat permohonan;
c. Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum.
Jika Termohon telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon.
a. Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon. Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon;
b. Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon;
c. Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyyah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Lebih lanjut, permohonan tersebut memuat :
a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita). Permohonan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan. Selanjutnya, pemohon membayar biaya perkara, bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cumacuma (prodeo).
2. Cerai Gugat
a. Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyyah;
b. Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyyah tentang tata cara membuat surat gugatan;
c. Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Tergugat.
d. Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyyah; Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat;
e. Bila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat;
f. Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’aah yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Gugatan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap. Setelah itu, penggugat membayar biaya perkara, bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo).
8. Konsep Sakinah Dalam Psikologi Positif
Psikologi positif adalah cabang ilmu baru psikologi yang makin berkembang di mana menurut pandangannya hidup itu harus memiliki suatu kebermaknaan (meaningfulness). Munculnya pikiran ini karena ketidakpuasan terhadap kajian utama psikologi yang tenggelam dalam penilaian negatif.18 Aliran ini memandang bahwa konsep dalam psikologi tidak seharusnya hanya mengembalikan berbagai keadaan negatif menjadi normal atau kembali pada titik nol. Namun, manusia juga harus dapat menikmati dan merasakan prestasi, kesuksesan, dan kebahagiaan demi dapat mencapai suatu kondisi positif diharapkan. Oleh karena itu, psikologi positif dikembangkan agar seseorang dapat tepat dan berhasil melakukannya, termasuk apa yang mereka lakukan sendiri, untuk keluarga mereka, dan untuk komunitas mereka.
Salah satu pakar mengatakan bahwa psikologi positif adalah studi ilmiah tentang fungsi manusia yang optimal. Hal ini bertujuan untuk menemukan dan mempromosikan faktor yang memungkinkan individu, komunitas, dan masyarakat untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrah manusia. Pakar lainnya memberikan definisi psikologi positif dari dua tinjauan, yaitu ditinjau melalui level metadefinitif dan level pragmatis. Dalam level metadefinitif, tujuan besar dari psikologi positif untuk mengoptimalisasi fungsi psikologis manusia dalam mencapai kondisi yang jauh lebih baik ( health-mindedness) Seakan-akan, psikologi positif hanya merupakan milik mereka yang normal, mereka yang tidak mengalami gangguan tertentu. Namun dalam titik ini, untuk melihat aspek positif pada kondisi psikologis dari mereka yang sedang mengalami suatu masalah tertentu. Sehingga dalam level meta-definitif, psikologi positif adalah kemampuan seseorang untuk dapat memaknai kejadian baik maupun buruk di dalam hidupnya secara positif sehingga manusia dapat memastikan dirinya terus berkembang ke arah yang konstruktif. Sedangkan, jika psikologi positif ditinjau menurut level pragmatis.
Setiap apa yang dialami manusia akan melewati sebuah sejarah, atau sebab-sebab yang mendahului proses hingga kemudian menghasilkan suatu hasil tertentu. Dalam level pragmatis, penulis jurnal menyebutkan apa yang disebut sebagai definisi psikologi positif, yaitu pemahaman manusia yang melibatkan aspek kesadaran penuh dan mental aktif manusia untuk memahami aspek apa yang Dr. Sudirman, M.A. menyebabkan sesuatu dapat terjadi di dalam dirinya, baik peristiwa menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan; kemudian memahami proses terjadinya, mencakup bagaimana dinamikanya, dan bagaimana respon perilaku serta perasaan yang dihasilkan. Sehingga dengan demikian, mereka yang memiliki paradigma positif adalah mereka yang mengenali dirinya secara utuh, kemudian asumsinya mereka cenderung tahu dan secara sadar dapat memaknai dengan bijaksana apa yang terjadi di dalam kehidupannya.
9. Makna Sakinah (Kebahagiaan)
Makna kata “sakinah” atau “bahagia” tidak sama dengan kata “senang.” Kata “sakinah” atau “bahagia” dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual dengan sempurna dan rasa kepuasan, serta tidak adanya cacat dalam pikiran sehingga merasa tenang serta damai. Kebahagiaan bersifat abstrak dan tidak dapat disentuh atau diraba. Kebahagiaan erat berhubungan dengan kejiwaan dari yang bersangkutan. Kebahagiaan dapat digambarkan sebagai memiliki sejenis sikap positif terhadap kehidupan yang sepenuhnya merupakan bentuk dari kepemilikan komponen kognitif dan afektif. Aspek kognitif dari kebahagiaan terdiri dari suatu evaluasi positif terhadap kehidupan, yang diukur baik melalui standard atau harapan, dari segi afektif kebahagiaan terdiri dari apa yang kita sebut secara umum sebagai suatu rasa kesejahteraan (sense of well being), menemukan kekayaan hidup atau menguntungkan atau perasaan puas atau dipenuhi oleh halhal tersebut.” Diener menyatakan bahwa happiness atau kebahagiaan mempunyai makna yang sama dengan subjective wellbeing dimana subjective wellbeing terbagi atas dua komponen didalamnya.
Kedua komponen tersebut adalah komponen afektif dan komponen kognitif. Furnham juga menyatakan bahwa kebahagiaan merupakan bagian dari kesejahteraan, contentment, to do your life satisfaction or equally the absence of psychology distress. Ditambahkan pula bahwa konsep kebahagiaan adalah merupakan sinonim dari kepuasan hidup atau satisfaction with life. Diener juga menyatakan bahwa satisfaction with life merupakan bentuk nyata dari happiness atau kebahagiaan dimana kebahagiaan tersebut merupakan sesuatu yang lebih dari suatu pencapaian tujuan dikarenakan pada kenyataannya kebahagiaan selalu dihubungkan dengan kesehatan yang lebih baik, kreativitas yang lebih tinggi serta tempat kerja yang lebih baik.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang memberikan pengalaman menyenangkan seperti perasaan senang dan damai. Selain itu, pengalaman ini mencakup kesejahteraan, kedamaian pikiran, kepuasan hidup serta bebas dari perasaan tertekan. Kondisi semacam ini merupakan kondisi kebahagiaan yang dirasakan oleh individu.
10. Faktor-Faktor yang Berkontribusi Terhadap Sakinah (Kebahagiaan)
1. Faktor Eksternal
Seligman memberikan delapan faktor eksternal yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang, namun tidak semuanya memiliki pengaruh yang besar. Selain itu, Carr juga mengemukakan beberapa hal yang berkontribusi terhadap kebahagiaan. Berikut ini adalah penjabaran dari faktor-faktor eksternal yang berkontribusi terhadap kebahagiaan seseorang menurut Seligman yang didukung oleh Carr.
a. Uang
b. Pernikahan
c. Kehidupan Sosial
d. Kesehatan
e. Agama
2. Faktor Internal
Menurut Seligman, terdapat tiga faktor internal yang berkontribusi terhadap kebahagiaan, yaitu kepuasan terhadap masa lalu, optimisme terhadap masa depan, dan kebahagiaan pada masa sekarang. Ketiga hal tersebut tidak selalu dirasakan secara bersamaan, seseorang bisa saja bangga dan puas dengan masa lalunya namun merasa getir dan pesimis terhadap masa sekarang dan yang akan datang.
11. Berpisah Sebagai Alternatif Sakinah
Pada dasarnya, manusia menikah untuk mendapatkan sakinah (kebahagiaan). Hal ini tertuang dalam salah satu slogan pernikahan yang sangat terkenal, yakni untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Model keluarga ini tentunya menjadi impian setiap pasangan sejak pertama hari pernikahan mereka. Namun sayang, tidak semua pasangan mendapatkan apa yang mereka impikan. Sebagian masyarakat harus mengalami perceraian.
Perceraian merupakan salah satu hal yang ditakuti. Mendengar istilah talak saja membuat orang berpikir negatif. Perceraian sering dihubungkan dengan situasi rumah tangga yang tidak terawat, penuh pertengkaran, bahkan pertumpahdarahan. Situasi menegangkan tersebut secara cepat ditangkap oleh sebagian masyarakat sebagai indikasi kurang menyenangkan. Hal itu wajar jika persepsi itu didasrkan pada kasus-kasus ekstrim permusuhan suami istri yang berujung pada perceraian di meja hijau.
perceraian sering dianggap sebagai pelanggaran nilai-nilai agama. Hal ini lebih menyedihkan jika dihubungkan dengan ikatan kuat dalam pernikahan yang biasa disebut mitsaqan ghaliza. Padahal, sekali lagi bahwa perceraian termasuk salah satu cara untuk menyelesaikan masalah keluarga yang diatur dalam Islam. Oleh sebab itu, perceraian tidak hanya dilihat dari sisi negatif, namun harus dilihat dari berbagai sisinya sehingga perceraian mempunyai posisi penting dalam membangun masyarakat.
12. Faktor eksternal kebahagiaan
Faktor Eksternal Kebahagiaan Jika dilihat dari kelima faktor di atas, perceraian pada umumnya dianggap sebagai pemicu ketidakbahagiaan. Alasannya adalah bahwa perceraian menyebabkan lepasnya Dr. Sudirman, M.A. 65 sumber keuangan, pemutus perceraian, perusak kehidupan sosial, penyebab turunnya kesehatan, dan tidak patuh terhadap ajaran agama. Pasangan yang bercerai, apalagi ketika ia terbiasa mendapat suplai keuangan dari pasangannya, maka perceraian adalah sebuah ancaman keuangan yang serius. Ia akan bingung dan stres karena tidak mempunyai sumber penghidupan.
13. . Tugas Pokok dan Fungsi Peradilan Agama
Merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undangundang Nomor 3 tahun 2006 dan selanjutnya telah diubah kembali dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Kekuasaan kehakiman dilingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang berpuncak pada Mahkamah Agung Republik Indonesia 42 Pisah Demi Sakinah sebagai Pengadilan Negara tertinggi.
Seluruh pembinaan baik pembinaan teknis peradilan maupun pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan dilakukan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pengadilan Agama merupakan pengadilan tingkat pertama yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara – perkara di tingkat pertama antara orang –orang yang beragama islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam serta waqaf, zakat, infaq dan shadaqah serta ekonomi Syari’ah sebagaimana di atur dalam Pasal 49 UU Nomor 50 Tahun 2009. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Agama mempunyai fungsi sebagai berikut: a. memberikan pelayanan Tekhnis Yustisial dan Administrasi Kepaniteraan bagi perkara Tingkat Pertama serta Penyitaan dan Eksekusi. b. memberikan pelayanan dibidang Administrasi Perkara banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali serta Administrasi Peradilan lainnya c. memberikan pelayanan administrasi umum pada semua unsur di Lingkungan Pengadilan Agama. d. memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang Hukum Islam pada instansi Pemerintah di daerah Hukumnya apabila diminta. e. memberikan pelayanan permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan di luar sengketa antar orang – orang yang beragama Islam Dr. Sudirman, M.A. 43 f. waarmerking Akta Keahliwarisan dibawah tangan untuk pengambilan deposito / tabungan dan sebagainya g. melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum, memberikan pertimbangan hukum agama, pelayanan riset/penelitian, pengawasan terhadap advokat / penasehat hukum dan sebagainya
KESIMPULAN
Pertama, alasan pasangan yang sudah menikah ingin bercerai di Pengadilan Agama Kabupaten Malang dapat dikelompokkan ke dalam 15 kategori. Alasan paling populer dengan jumlah 98,6% dalam kasus yang ditangani Pengadilan Agama Kabupaten Malang adalah alasan ketidakharmonisan dan alasan tidak tanggung jawab. Bagi para pihak yang terekam dalam mediasi, faktor terbanyak tidak jauh dari data statistik di atas. Faktor paling sering memicu perceraian adalah ketidakharmonisan antara para pihak, baik untuk pasangan yang sepakat bercerai, pasangan yang salah satunya ingin bercerai, maupun pasangan yang sepakat berdamai. Ketidakharmonisan tersebut bisa dibarengi dengan alasan tidak tanggung jawab maupun alasan ekonomi dan adanya pihak ketiga.
Kedua, relasi perceraian dan sakinah bagi pasangan yang mengajukan perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Malang ditinjau dari teori psikologi positif adalah bahwa perceraian memiliki hubungan erat dengan sakinah/kebahagiaan. Hal ini terkait dengan cara pandang terhadap perceraian itu sendiri. Jika dilihat dari sisi negatif, maka perceraian dianggap masalah yang harus dihindari dan dipandang sebagai sebuah penyakit. Namun, jika perceraian dianggap sebagai jalan keluar yang dilakukan 72 Pisah Demi Sakinah untuk mencapai kemaslahatan sebagaimana misi psikologi positif, maka perceraian bisa dinilai sebagai solusi untuk meraih kebahagiaan atau sakinah di masa mendatang. Hal ini terbukti dari sejumlah pernyataan dari para pihak yang berperkara di Pengadilan Agama Kabupaten Malang. Mereka ingin lepas dari masalah yang sedang dihadapi dan memulai kehidupan baru yang lebih sakinah.
Referensi
Sudirman, “Pisah Demi Sakinah”, Pustaka Radja Jember, Januari 2018.