Perubahan-perubahan yang terjadi dalam contoh di atas memunculkan konsep baru yang bergejala di masyarakat.
Jika dikaitkan dengan uncommon/common culture Featherstone, common culture bermakna 2 hal, yakni budaya yang dibagi oleh orang banyak dan terintegrasi; dan sesuatu yang masih perlu diperbaiki oleh kelompok yang berpengalaman.Â
Implementasi common culture berupa karya seni, pola komunikasi, kebijakan, dan lain-lain. Kesemuanya dikemas oleh kelompok yang dianggap berpengalaman dengan tujuan untuk memperbaiki derajat budaya tersebut. Jika ada usaha untuk terus memperbaiki derajat itu dan menimbulkan budaya konsumen, maka akan terus dilakukan.Â
Kemudian uncommon culture sebagai antitesisnya yang muncul dalam pembahasan budaya konsumen. Misalkan mana budaya yang dianggap alay dan mana yang keren.
Budaya dipandang dalam 2 hal, yakni sebagai proses pengembangan intelektual dan spiritual; dan sebagai produk seni dan praktek intelektual.
Jika disebut produk, maka budaya bisa diperdagangkan. Jika sebagai proses pengembangan intelektual dan spritual, maka dipandang sebagai sesuatu yang bersifat idealis. Jika budaya sebagai produk maka common culture bisa menjadi bentuk-bentuk bisnis dengan capaian-capaian sosial.Â
Misalnya, keikutsertaan seseorang dalam tren TikTok, maka yang utama adalah hal ini bisa memperbaiki citra seseorang tersebut di kalangan teman-temannya atau kelompok sosialnya. Kelompok-kelompok yang dianggap berpengalaman dan dianggap bisa memperbaiki budaya itu sehingga masyarakat bisa menikmatinya, yaitu si pembuat produk itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H