Pengertian etika secara etimologis ialah watak yang diambil dari kata "ethos" dalam bahasa Yunani. Kata "ethos" menunjukkan bahwa etika merupakan batasan atau prinsip moral yang membedakan antara baik dan buruk dari segala perbuatan yang dilakukan oleh manusia.Â
Etika mengatur perilaku manusia dengan norma-norma tertentu yang dijadikan landasan dalam berbuat, dengan kata lain etika dapat mempengaruhi cara seseorang dalam bertingkah laku. Sedangkan komunikasi dipahami sebagai sebuah proses pengiriman dan penerimaan sebuah pesan, gagasan, atau informasi kepada orang lain. Komunikasi dapat dilakukan secara verbal dan nonverbal, keduanya memiliki tujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sama baik komunikator dan komunikan mengenai sesuatu yang sedang dibicarakan.Â
Maka, etika komunikasi dapat dipahami sebagai prinsip-prinsip atau tata krama yang mengatur cara seseorang dalam sebuah interaksi. Etika komunikasi menjelaskan bagaimana seharusnya cara dalam menyampaikan sebuah pesan serta menerimanya dalam rangkaian norma dan nilai yang telah disepakati.Â
Etika komunikasi diperlukan sebagai landasan moral dan panduan dalam berkomunikasi untuk memudahkan proses penyampaian pesan.
Etika komunikasi dalam bidang kesehatan salah satunya dapat diaplikasikan dalam interaksi antara tenaga kesehatan dan pasien saat melakukan pelayanan kesehatan. Etika komunikasi yang dilakukan dalam interaksi tersebut akan mempengaruhi efektivitas pesan, pelaksanaan etika komunikasi yang baik akan menghasilkan dampak yang baik pula dan sebaliknya.Â
Sehingga, tenaga kesehatan dengan kemampuan komunikasi yang baik diharapkan dapat memenuhi tujuan-tujuan dari komunikasi kesehatan. Sebagai contoh, seorang dokter dapat menyiapkan deretan pertanyaan yang spesifik sebelum melakukan konsultasi terhadap pasien agar mampu memberikan diagnosa akurat dan melakukan interaksi dengan bahasa yang ramah demi memberikan rasa nyaman dan kepuasan bagi pasien.Â
Minimnya data penelitian terkait etika komunikasi dalam pelayanan kesehatan terhadap penyandang disabilitas menjadi alasan utama kami dalam menulis artikel ini. Sumber data dan survey kami berada di Klinik Universitas Brawijaya yang berlokasi di Jl. MT. Haryono No.160, Dinoyo, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65113. Klinik beroperasi dari hari Senin-Jumat pukul 08.00-14.30 WIB.Â
Berdasarkan wawancara dengan Direktur Klinik Universitas Brawijaya drg. Miftakhul Cahyati, Sp. PM tidak ada panduan ataupun pedoman etika khusus dalam menangani pasien penyandang disabilitas di Klinik Universitas Brawijaya. Beliau mengatakan etika pelayanan pasien penyandang disabilitas setara dengan pasien umum. Secara pasien penyandang disabilitas selalu bersama pendamping ketika berkunjung ke Klinik Universitas Brawijaya sehingga dapat memudahkan dalam berkomunikasi.Â
Sosialisasi terkait etika pelayanan pasien penyandang disabilitas untuk tenaga kesehatan Klinik Universitas Brawijaya pun belum gencar dilakukan karena alur pelayanan untuk pasien penyandang disabilitas yang sama dengan pasien umum lainnya sehingga tidak ada prioritas khusus untuk melaksanakan sosialisasi tersebut.
Alur pelayanan umum untuk pasien di Klinik Universitas Brawijaya sendiri dimulai dengan cara datang langsung ke klinik membawa kartu identitas, seperti KTP/BPJS/KTM UB serta mengambil nomor antrian sembari menunggu di ruang tunggu, lalu melakukan pendaftaran jika sudah dipanggil nomor antrian oleh petugas, dan menuju ke nurse station yaitu layanan pemeriksaan tanda vital dan pencatatan rekam medis pasien sebelum menuju ke dokter, setelah itu petugas akan mengarahkan masuk ke ruang poli umum/poli gigi/poli gizi/poli KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), lalu melanjutkan ke kasir untuk proses pembayaran serta instalasi farmasi (bila dengan obat) atau langsung pulang (bila tanpa obat). Selain dengan daftar langsung di tempat, pasien dapat melakukan pendaftaran melalui Klinik UB Mobile App yang bisa diunduh di Google Play Store dan App Store.
Menurut drg. Miftakhul Cahyati, Sp. PM, kunjungan pasien penyandang disabilitas di Klinik Universitas Brawijaya dibandingkan dengan pasien umumnya hanya berkisar 0,1% alias masih di bawah 1%, sehingga merasa belum dibutuhkan adanya pedoman, panduan, maupun alur pelayanan yang diberikan secara khusus bagi penyandang disabilitas. Sebab, sejauh ini tidak terjadi hambatan ataupun masalah dalam pelayanan tenaga kesehatan Klinik Universitas Brawijaya terhadap pasien penyandang disabilitas. Hal ini karena dalam pelaksanaan pelayanan ini sendiri bersifat tentatif sesuai dengan kondisi.Â