"Aku kotor, Han ...."
Tangis yang tadi sudah berhenti kini kembali. Merasa iba, kugenggam tangannya yang masih mengepal.
"Mereka melakukannya padaku. Kali ini, mereka benar-benar melakukannya."
Hanya dengan mendengar suaranya, aku bisa memastikan jika ada luka sangat besar yang sedang wanita kurus ini tanggung. Hidup dengan banyak sekali ketidaknyamanan, bisa dibayangkan betapa menyedihkan kehidupan dari wanita yang akhir-akhir ini ingin lebih aku perhatikan.
Aku tahu apa yang sedang Fatma bicarakan. Setelah berbicara dengannya beberapa bulan, aku pikir sudah tahu sedikit besar tentang bagaimana ia hidup selama ini. Namun, pada akhirnya aku tidak begitu tahu bagaimana harus menanggapinya.
"Pasti sangat berat untukmu," ucapku dengan lirih. Tak banyak bereaksi, akankah Fatma kecewa dengan responku barusan?
Suara isak tangis kini terdengar memelan. Di sela napas yang berat, kulihat Fatma mulai mengangkat wajah, menatapku dengan lekat.
"Hidup sangat gelap, Han. Aku ingin berhenti."
Itu adalah kalimat yang membuat dadaku semakin sesak. Beban seperti apa yang bisa aku mengerti dari dunia kami yang berbeda?
"Farhan. Bagaimana jika setelah ini semuanya semakin buruk? Aku tidak mungkin sanggup menahannya lebih dari ini seorang diri."
Kuremas udara yang kian dingin. Bukan urusanku, tapi perasaan di lubuk hati meminta untuk didengar, memohon rasa simpati agar ada sesuatu yang harus dilakukan.