Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang berhasil mengarahkan anggota kelompoknya menuju tujuan yang telah ditetapkan. Seorang pemimpin tidak dinilai dari seberapa banyak anggota yang mereka bawahi maupun seberapa lama mereka menjabat pada posisi tersebut, tetapi bagaimana cara seseorang tersebut dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Hubungan antara pemimpin dan anggotanya adalah hubungan timbal balik. Jika pemimpin dapat melindungi anggotanya, mempraktikkan gaya hidup yang benar, membuat keputusan yang tepat, dan dapat memecahkan masalah dengan baik maka anggotanya akan memberikan hasil yang memuaskan untuk atasannya. Maka dari itu, keberhasilan seorang pemimpin dapat diukur dari kinerja anggotanya. Jika anggotanya dapat menyelesaikan tugas dengan baik tepat waktu, maka pemimpin berhasil membimbing mereka untuk mendapatkan efektivitas, efisiensi dan kepuasan kerja anggota.
Lingkungan kerja dapat menjadi area di mana banyak masalah yang berbeda dapat muncul pada saat yang bersamaan. Jika pemimpin memecahkan masalah untuk kepentingan satu pihak, maka pemimpin akan menghancurkan organisasi tersebut secara perlahan karena ia tidak tahu masalah mana yang akan berdampak negatif pada organisasi. Seorang pemimpin perlu mengetahui bagaimana caranya menemukan konflik dan kapan memanfaatkannya sebagai peluang sebelum berubah menjadi kekacauan yang dapat merusak lingkungan kerja organisasi.
Â
Sumber konflik yang biasanya terjadi di sebuah organisasi biasanya adalah karena faktor komunikasi (terjadinya komunikasi yang kurang baik antara pemimpin dan anggotanya), faktor struktur organisasi (susunan struktur yang tidak sesuai), faktor lingkungan (lingkungan kerja yang tidak mendukung organisasi), dan faktor personal (faktor antara individu yang menyebabkan konflik).
Menurut buku The Leadership Experience (2018), konflik yang umumnya terjadi pada lingkungan organisasi adalah task conflict dimana konflik mengarah pada ketidaksepakatan antara anggota tim mengenai tujuan yang akan mereka capai dan relationship conflict merupakan konflik yang mengarah pada ketidakcocokan anggota tim sehingga menciptakan suasana permusuhan dalam sebuah organisasi.
Masalah yang umum terjadi dalam sebuah organisasi tersebut dapat diatasi oleh pemimpin dan disesuaikan dengan dimensi pendekatan terhadap sebuah konflik. Terdapat 5 cara untuk mengatasi sebuah konflik dalam buku The Leadership Experience (2018), yaitu.
The Dominating Style (My Way)
Gaya keputusan ini cenderung untuk menolak untuk berkompromi. Pemimpin harus berpikir secara matang dan bertanggung jawab atas keputusannya. Biasanya hal ini sering dilakukan apabila terjadi sebuah masalah yang membutuhkan penanganan segera dari pemimpin ataupun membutuhkan keputusan terhadap sebuah masalah yang cukup unik. Gaya keputusan ini dapat menyelesaikan sebuah konflik namun membuat produktivitas berkurang.
Â
The Avoiding Style (No Way)
Gaya ini bertujuan untuk mengurangi konflik dengan mengabaikannya dengan cara tertentu. Mengabaikan bukan menjadi cara yang tepat dalam menyelesaikan masalah dan dapat menyebabkan sebuah masalah semakin besar. Kelebihan dari gaya ini adalah dapat memberikan waktu cool-down untuk dapat menyelesaikan sejumlah masalah yang mengejutkan. Namun, jika gaya ini digunakan dalam situasi yang tidak tepat dapat menyebabkan konflik yang lebih buruk dan pemimpin akan dianggap tidak kompeten karena dengan penggunaan penghindaran terlalu sering dapat membuat asumsi bahwa pemimpin tidak mampu menangani perbedaan pendapat.
The Compromising Style (Half Way)
Gaya ini berusaha untuk mencari jalan tengah dengan meminta berbagai pihak yang bersangkutan untuk mengutarakan keinginannya dan memutuskan jalan mana yang terbaik. Beberapa pihak harus merelakan pendapatnya tidak terpilih demi pecahnya sebuah masalah. Kelebihan yang didapatkan dari gaya ini adalah masalah dengan cepat terselesaikan dan para pihak yang berkonflik akan meninggalkan pemahaman tentang perspektif orang lain. Namun kekurangannya akan ada beberapa pihak yang menyimpan "dendam" karena keputusan tidak sesuai dengan yang mereka harapkan.
Â
The Accommodating Style (Your Way)
Gaya akomodasi adalah gaya yang ingin menjaga kedamaian dari beberapa pihak. Gaya ini mencerminkan bahwa kebutuhan pihak lain merupakan prioritas daripada kepentingan diri sendiri dan biasanya gaya ini dipakai untuk masalah-masalah kecil. Akomodasi digunakan untuk situasi di mana pemimpin tidak ingin memperpanjang konflik karena tidak sebanding dengan waktu yang dikeluarkan. Upaya yang dikeluarkan pemimpin minimum dan ketidaksepakatan dengan mudah dan cepat teratasi. Di sisi lain pemimpin dapat dianggap lemah jika terlalu sering mengakomodasi. Teknik ini harus dihindari jika membuat keputusan masalah yang lebih besar atau lebih penting karena solusi dari akomodasi biasanya tidak bertahan lama.
Â
The Collaborating Style (Our Way)
Gaya kolaborasi memungkinkan kebutuhan dan keinginan kedua belah pihak terpenuhi, meskipun mungkin memerlukan tawar-menawar dan negosiasi yang substansial. Gaya ini menerapkan gaya win-win solution agar kedua belah pihak puas dan menjaga hubungan jangka panjang antara kedua belah pihak. Solusi yang telah didiskusikan dapat memecahkan konflik dan pemimpin yang menerapkan taktik ini akan menjadikan pemimpin yang terampil. Namun, gaya ini cukup memakan waktu yang lama dan kemungkinan solusi cepat terpecahkan sedikit tergantung dari pihak-pihak yang terlibat.
Perlu diingat bahwa tidak semua konflik merupakan hal yang buruk. Dengan adanya konflik, sebuah organisasi dapat lebih berkembang karena anggotanya akan berhati-hati dalam bertindak sehingga kesalahan yang sama tidak akan terulang. Tentunya masalah tidak bisa dihindari, tetapi bisa diatasi dengan bijaksana dan diambil sebagai pelajaran dan motivasi demi kemajuan organisasi di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H