Euthanasia adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti kematian yang baik. Euthanasia itu sendiri sering dikenal sebagai kematian disengaja yang dibantu oleh seorang profesional seperti dokter atau tenaga kesehatan. Pada prinsipnya, jika seseorang ingin mengakhiri hidupnya dengan cara yang damai dan aman maka euthanasia merupakan salah satu pilihannya. Euthanasia juga dapat dilakukan secara sukarela maupun tidak. (1)
Euthanasia dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Euthanasia yang bersifat aktif adalah secara langsung dan sengaja mengakibatkan kepada kematian seseorang. Sedangkan, euthanasia pasif adalah dengan membiarkan kematian tanpa intervensi untuk mengakhiri kehidupan orang tersebut secara langsung. Sebagai contoh, ketika memberikan analgesik dalam dosis berlebih untuk mengakibatkan kepada kematian seseorang termasuk bentuk dari euthanasia aktif.
Jika kematian seorang pasien disebabkan oleh penghentian atau penolakan terhadap perawatan mau itu dalam bentuk pengobatan atau terapi maka termasuk sebagai bentuk dari euthanasia pasif. Contoh kasus dalam euthanasia pasif adalah mematikan life-support machine atau tidak melakukan operasi yang dapat memperpanjang waktu hidup. (2)
Seringkali isu ini menjadi sebuah dilema akibat berbagai aspek dinamika seperti legal, etika, dan hak asasi manusia. Karena pada dasarnya, Euthanasia ini masih termasuk sebagai perilaku yang mengakhiri kehidupan seseorang. Maka hal tersebut masih merupakan cukup sensitif untuk dibicarakan pada komunitas yang cenderung konservatif. Euthanasia juga masih dilarang di banyak negara. Baru sedikit saja negara yang memperbolehkan hal tersebut yakni Kanada, Swiss, Belgia, Belanda, Luxemburg, Kolombia, dan beberapa bagian negara AS. (3)
Perilaku atau kecenderungan untuk bunuh diri sering dikaitkan dengan gangguan kejiwaan seperti depresi, schizophrenia, atau bipolar. Â Maka itu, esensi dari bunuh diri yang terdapat dalam euthanasia terklasifikasi sebagai gangguan kejiwaan pada ranah ilmu kedokteran psikiatri. Karenanya, sistem untuk menilai terlebih dahulu posisi kejiwaan seorang pasien euthanasia sebelum benar ingin menjalankan prosedur sangatlah penting. (1, 4)
Banyak juga yang berpendapat bahwa euthanasia menjadi alternatif yang baik bagi para penderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Tetapi setelah beberapa negara resmi memperbolehkannya, alasan yang digunakan pada nyatanya menjadi sangat berbeda. Seperti contoh, di Belgia para orang lanjut usia banyak yang memilih untuk melakukan euthanasia karena merasa mereka "tidak lagi produktif".
Kasus seperti ini sangat menguntungkan untuk pemerintah karena beban negara terhadap pengeluaran biaya untuk kesejahteraan orang lansia akan terus berkurang. Sama halnya juga di belanda dimana semenjak euthanasia dilegalkan, pelayanan untuk para pasien dengan penyakit kronis mengalami kemunduran drastis. Hal ini membuktikan bahwa euthanasia memiliki pengaruh negatif terhadap nilai-nilai yang sebelumnya ditanamkan di masyarakat. (4)
Euthanasia juga bisa disalahgunakan oleh pihak keluarga pasien yang melenceng dari tujuan awal euthanasia sebagai "pilihan terakhir". Seperti contoh jika anggota keluarga tidak memiliki cukup uang untuk membiayai kebutuhan pasien atau untuk mendapatkan harta warisan, maka euthanasia bisa menjadi salah satu pilihan.
Fungsi dari euthanasia sebagai mercy killing juga bisa disalahgunakan jika tidak dikelola dengan benar. Seperti contoh di Belanda, sebanyak 500 kasus euthanasia tidak disertai dengan informed consent dan tidak dilaporkan kepada negara sedangkan Belgia sendiri memiliki 3 kali lebih banyak dari jumlah itu. Dari setiap 5 orang yang di euthanasia, 1 diantaranya tidak memberikan persetujuan secara jelas dan 12% dilakukan oleh perawat tanpa keberadaan dari seorang dokter. (4)
Walaupun memang awalnya dirancang untuk melibatkan setidaknya 3 dokter dimana salah satu harus independen, hal ini tidak diimplementasikan secara baik dan benar. Sering diperdebatkan bahwa objektivitas pembuatan keputusan oleh dokter juga diragukan, karena asesmen pasien sering dilakukan oleh dokter yang memang pro-euthanasia.
Hal ini dapat menyebabkan bias terhadap hasil pengujian independen. Situasi ini sudah menjadi bukti yang cukup bahwasanya dengan regulasi yang ketat pun, pengawasan terhadap euthanasia sulit untuk dikontrol. Jika masyarakat mengetahui bahwa euthanasia itu pilihan yang tidak diatur dengan benar, maka dapat menyalahi aturan awal dari euthanasia itu sendiri. (4)
Masalah kepercayaan agama dan norma-norma dalam masyarakat juga menolak keras keberadaan euthanasia, terutama dalam agama Islam dan kristen. Hal ini disebabkan kepercayaan bahwa kehidupan adalah hal yang suci dan euthanasia sama seperti pembunuhan atau bunuh diri yang dimana pada dua agama tersebut merupakan dosa besar. Maka dari itu euthanasia dianggap secara hukum sebagai perilaku kriminal di negara-negara Islam khususnya di timur-tengah serta di kebanyakan negara di Asia. (5)
Di sisi positif, euthanasia bisa menjadi solusi untuk mencegah bunuh diri yang tidak aman. Hal ini juga mendukung program transplantasi organ bagi pasien yang ingin melakukan euthanasia beserta mendonasikan organnya. Euthanasia dapat membantu menyesuaikan waktu kematian sesuai dengan kondisi, kapan, dan dimana organ tersebut akan diperlukan.
Kelompok pro-euthanasia juga menekankan bahwa euthanasia mendukung self autonomy sebagai salah satu hak asasi manusia, dimana mereka berargumen bahwa hal ini mencakup otonomi untuk menentukan hidup atau mati. Selain itu, euthanasia juga dapat digunakan pada hukuman mati (capital punishment). Dipergunakannya hal tersebut akan memanusiakan rangkaian dari hukuman mati yang digunakan di banyak negara. (5)
Secara umum, perselisihan antara pembenaran Euthanasia itu sendiri masih sering diperdebatkan oleh para pendukung euthanasia maupun penentangnya. Euthanasia didukung akibat prinsip-prinsip modern atas kebebasan memilih termasuk dalam hal untuk hidup atau mati, dan membiarkan orang untuk mengakhiri hidupnya dengan kehormatan. Terutama bagi orang-orang dibawah kesengsaraan atau sakit yang amat signifikan.
Di sisi lain, euthanasia ditolak oleh banyak kalangan masyarakat karena bertentangan dengan nilai budaya, agama, dan kemanusiaan. Banyak juga yang menentang euthanasia karena keberadaan alternatif yang jauh lebih baik. Salah satu diantaranya adalah palliative care, yakni sesuai pendefinisian WHO adalah "perawatan dengan meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya melalui penilaian dan pengobatan rasa sakit secara fisik, psikososial, dan spiritual". Perawatan paliatif akan mempermudah proses menuju kematian dengan pengelolaan rasa sakit yang baik. (6)
Peran dokter secara medis dalam prosedur euthanasia juga memiliki andil yang cukup signifikan. Di beberapa negara yang sudah memperbolehkan euthanasia, intervensi dari opini dan keputusan dokter sesuai dengan pendapat dan keahlian professionalnya sangat dibutuhkan. Tetapi pada akhirnya, setiap dokter adalah individunya masing-masing dan memiliki prinsip-prinsip yang dipegang teguh terutama sesuai dengan janji hippocrates yang menyatakan "untuk tidak melukai" atau "do no harm".
Tetapi sejarah tidak mengatakan demikian, karena pada sebelumnya suntikan lethal digunakan untuk berbagai macam alasan pada bayi dengan kecacatan fisik maupun mental, orang-orang dengan perilaku antisosial, dan orang yang memiliki penyakit jiwa. Euthanasia juga digunakan oleh dokter-dokter pada saat Holocaust untuk para tahanan di bawah dukungan Pemerintah Nazi. Semua hal ini tentu menyalahkan aturan-aturan euthanasia yang ada pada masa kini, tetapi dokter-dokter pada jaman itu tetap memperbolehkannya sesuai dengan sudut pandang yang dimiliki. (7)
Mengutip dari perkataan ilmuwan sosial Francis Fukuyama; "Jika tidak ada rasa sakit atau kematian maka tidak akan ada simpati, kasih sayang, keberanian, solidaritas dan karakter yang kuat. Kemampuan kita untuk merasakan penderitaan adalah hal yang menghubungkan kita ke sesama manusia, mau itu yang hidup atau mati". Euthanasia juga menyalahi salah satu hak asasi manusia yaitu "hak untuk hidup". Walaupun pihak pro-euthanasia menyatakan bahwa euthanasia membawa kematian dengan kehormatan kepada banyak orang, tetap saja masih berlawanan dengan peran dokter untuk menyembuhkan dan tidak melukai. (7)
Menurut saya pribadi, sebagai seorang dokter kita harus menentang euthanasia karena telah melampaui batas. Sebagai dokter, kita tidak boleh menyerah atas proses dari penyembuhan pasien yang kita miliki, mau seberapa sulit dan mustahilnya kondisi itu terlihat. Perlu diingat bahwa selama ini untuk memajukan ilmu kedokteran diperlukan banyak kontribusi dari para pasien penderita. Hanya para pasien yang dapat membantu dunia ilmiah mengerti lebih jauh lagi tentang penyakit terminal yang diderita.
Jika euthanasia menjadi sebuah pilihan, pengetahuan dokter pencaharian ilmu-ilmu baru tentang pengobatan yang paling efektif melalui percobaan obat-obatan baru akan menjadi semakin terbatas. Kita juga harus sadar bahwa euthanasia bukanlah satu-satunya jalan keluar yang dimiliki, karena masih ada perawatan secara paliatif yang telah disebutkan sebelumnya. Perawatan ini jauh lebih bertanggung jawab dan merupakan wujud yang jauh lebih ramah bagi para dokter serta pasien. Maka itu, euthanasia menimbulkan lebih banyak kekurangan dibanding kelebihan pada dunia medis, masyarakat dan pasien itu sendiri.
REFERENCES
Math SB, Chaturvedi SK. Euthanasia: Right to life vs right to die. Indian J Med Res. 2012 Dec;136(6):899--902.
BBC - Ethics - Euthanasia: Forms of euthanasia [Internet]. 2014 [cited 2019 Aug 19]. Available from: http://www.bbc.co.uk/ethics/euthanasia/overview/forms.shtml
Assisted dying: What does the law in different countries say? - BBC News [Internet]. 2015 Oct 6 [cited 2019 Aug 19]. Available from: https://www.bbc.com/news/world-34445715
Pereira J. Legalizing euthanasia or assisted suicide: the illusion of safeguards and controls. Curr Oncol. 2011 Apr;18(2):e38--45.
BANOVI B, TURANJANIN V. Euthanasia: murder or not: a comparative approach. Iran J Public Health. 2014 Oct;43(10):1316--23.
WHO | WHO Definition of Palliative Care [Internet]. WHO. [cited 2019 Aug 19]. Available from: https://www.who.int/cancer/palliative/definition/en/
Vizcarrondo FE. Euthanasia and assisted suicide: the physician's role. Linacre Q. 2013 May;80(2):99--102.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H