Setelah seseorang menemukan gejala-gejala terhadap suatu gangguan dari dalam diri. Penting untuk mengingat bahwa infromasi yang tersedia di internet hanya sebatas pengenalan awal terhadap gejala tersebut. Langkah tepat yang bisa diikuti selanjutnya yaitu dengan menyerahkan keputusan untuk memberikan diagnosa kepada seorang ahli seperti psikolog, maupun dokter dan psikiater.
Nama  : Athaillah Pandya Reswara Azis
NIM Â Â : 202210230311141
Daftar Pustaka
Akbar, M. F. (2019). Analisis pasien self-diagnosis berdasarkan internet pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. INA-Rxiv. https://doi.org/10.31227/osf.io/6xuns
Azizah, K. N. (2018, November 1). Ngaku Depresi, Sudah Periksa Belum? Awas Self Diagnosis Bisa Bahaya. Detik. https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4283536/ngaku-depresi-sudah-periksa-belum-awas-self-diagnosis-bisa-bahaya
Â
Maskanah, Imas. (2022). Fenomena Self-Diagnosis di Era Pandemi COVID-19 dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental. Journal Of Psychological Students, 1(1), 1-10. https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jops/article/view/17467
Â
White, R. W., & Horvitz, E. (2009). Cyberchondria: Studies of the escalation of medical concerns in web search. ACM Transactions on Information Systems, 27(4), 1-37. https://doi.org/10.1145/1629096.1629101
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H