Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pentingnya Sebuah Kebanggaan

29 Juni 2011   12:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:04 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Atep Afia Hidayat - Setiap individu tampil dengan kebanggaannya, harga dirinya atau jati dirinya. Hal-hal tersebut sangat peka, labil dan responsif. Itulah kunci dari setiap identitas, yakni kebanggaannya ! Kebanggaan meliputi semua yang diprioritaskan, yang menuntut konsen yang intensif dalam kehidupannya, sesuatu yang paling diperhatikan, dan menjadi kebutuhan utama.

Kebanggaan merupakan aktivitas emosional yang mampu mengubah temperamen. Seseorang yang kurang bergairah, dengan semangat hidup yang minim, menunjukkan bahwa unsur kebanggaannya dalam posisi surut. Sebaliknya seseorang yang begitu menyukai dan cinta kehidupan, disebabkan unsur kebanggaannya yang meluap-luap.

Setiap individu memiliki sesuatu untuk dibanggakan, bak menyangkut posisi, prestasi atau harga diri. Kebanggaan bisa tiba-tiba rontok, antara lain disebabkan kritik yang tajam.

Kritikan akan selalu menggugah kebanggaan seseorang, orang yang berpikir positif akan menanggapi kritik sebagai input yang berguna. Setiap individu memiliki prestise, status dan eksistensi. Keberadaannya sangat membutuhkan pengakuan dari lingkungan sekitarnya. Seseorang akan makin berprestasi jika kebanggaannya itu mendapat pengakuan luas.

Dalam pergaulan sehari-hari, orang yang mampu dan mau menghargai kebanggaan seseorang akan dengan mudah memperoleh sambutan ramah. Pengakuan dari seseorang berarti terjadinya peningkatan rasa bangga pada orang lainnya.

Untuk terbiasa dengan sikap mengakui kebanggaan orang lain, maka diperlukan cara berpikir yang positif dan mental yang obyektif. Senantiasa melihat orang lain dari kacamata positif, selalu menghadapi permasalahan dengan sikap dan pikiran yang obyektif.

Tumbuhkanlah rasa kebanggaan pada siapa saja dalam lingkungan pergaulan kita, niscaya rasa kebanggaan kitapun akan berkembang. Pengakuan mencerminkan sikap kebesaran jiwa dan kejernihan pikiran. Semakin kita mampu mengakui kebanggaan seseorang, semakin simpatik dan menarik performance kita. Seseorang yang banyak pengagum adalah orang yang pintar membangkitkan harga diri dan kebanggaan setiap orang !

Setiap individu mengerjakan sesuatu atau menghasilkan sesuatu, untuk berbuat sesuatu itu terdapat motivasi tersendiri, antara lain supaya memperoleh pengakuan. Seorang pekerja pada sebuah perusahan, bekerja tidak semata-mata mengejar upah, tetapi terdapat motivasi tertentu, yakni kebutuhan akan penghargaan atau pengakuan, yang akan membangkitkan rasa kebanggaannya.

Kebanggaan berarti sesuatu yang spesifik, langka dan dinggap besar. Di sebuah pabrik terdapat ratusan pekerja, di sebuah fakultas terdapat ratusan mahasiswa, tetapi mereka memiliki kebanggaan sendiri-sendiri. Seorang mahasiswa yang pintar memperoleh rasa kebanggaannya karena pengakuan kawan-kawannya atas kepintarannya. Mahasiswa yang paling tidak pintar tetap berusaha memiliki kebanggannya, misalnya merasa bangga dengan statusnya sebagai mahasiswa, misalnya ketika berada ditengah keluarga atau di kampong halamannyanya.

Kebanggaan seperti nyawa kedua dalam kehidupan setiap orang. Kebanggaan seperti energi tambahan yang membuat setiap orang makin merasa hidup. Memberikan pernyataan dengan tulus terhadap seseorang akan kebanggaannya, berarti memberikan tambahan energi terhadap orang itu.

Banyak sekali ornag yang tak mampu menumbuhkan rasa kebanggaannya, mereka selalu kecil, karakter dan eksistensinya tidak menonjol, sehingga sumberdayanya banyak terbuang. Orang lain mau berdialog dengannya hanya karena basa-basi atau tatakrama. Jarang sekali yang betul-betul interest dengannya.

Kegagalan tersebut karena terjadinya proses timbal balik. Penyebab utamanya karena ketidakmampuannya dalam mengembangkan kapasitas sosialnya, shingga unsur human relation atau human interaction-nya kurang berkembang. Orang tersebut tidak mampu menghargai kebanggaan orang lain, maka dampaknya, jarang sekali orang yang bersimpati dengannya.

Kehidupan yang demikian begitu menjenuhkan, merasa terasing dalam keramaian. Baginya tinggal di manapun tak ada bedanya, sama saja dengan tinggal di tengah hutan atau di puncak gunung. Kehidupan dijalaninya dengan perasaan menjemukan, hambar, tidak berkesan. Makna sosialisasi kurang dihayati, padahal sosialisasi merupakan kunci pokok atau ciri utama kehidupan manusia.

Orang itu keluar rumah, melewati tetangga-tetangga. Ironisnya, seorangpun tak ada yang menyapa dengan tulus dan ramah, seperti sapaan-sapaan, “kemana nak?, Pergi Om ?, Siang Pak, “atau “assalamu’alikum pak!” Bahkan yang ada hanyalah muka-muka asam dan pahit, sungguh menyesakkan dan memuakkan.

Tetangga-tetangga itu ada yang bersalah, kesahalan sepenuhnya terletak pada orang tersebut, yakni dia tak mau sedikit bermurah hati atau melapangkan dada, untuk sekedar menyapa atau berbasa-basi.

Hal itu menunjukkan proses timbal-balik, orang yang disapa tentu akan menyapa kembali, orang yang diberi senyuman tentu akan tersenyum kembali. Sungguh mesra dan begitu singkat! Berarti di antara sesama terjadi proses saling mengakui eksistensi atau keberadaan. Itulah kehidupan yang humanistis!

Kadang-kadang orang yang memiliki posisi sosial dan bargaining position lebih kuat enggan mengakui kebanggaan orang yang posisi sosialnya lebih rendah. Umpamanya, ada seorang bos sebuah perusahaan yang begitu angkuh ketika berpapasan dengan bawahannya, seolah tidak ada respon, dan kurang mengakui keberadaan manusia lain.

Contoh kasus lainnya, seorang dosen yang kurang menghargai keberadaan mahasiswanya, dianggap terlalu membebani dan tak berarti. Orang-orang tersebut begitu merasa penting, sehingga tak menyediakan ruang dan waktu khusus untuk orang-orang dengan posisi tawar yang lebih rendah.

Hal itu menunjukkan kekerdilan jiwa, padanya tidak terdapat jiwa yang lapang, besar dan dinamis. Kebanggaan akan dirinya atau ke-aku-annya tidak bisa dibagi-bagikan.

Dengan menumbuhkan rasa kebanggaan pada setiap orang, berarti menciptakan iklim dialogis, untuk itu diperlukan rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi. Di harapkan antara stratifikasi sosial terjadi partneriasi yang bukan sekedar belas kasihan. (Atep Afia, pengelola PantonaNews.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun