Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Membedah Kehidupan

16 Januari 2011   00:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:32 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12950992241219372551

Oleh : Atep Afia Hidayat -

Kehidupan terjadi dalam seperseribu detik, dalam detik, dalam menit, dalam jam sampai puluhan tahun. Kehidupan adalah hidupnya diri sendiri dan hidupnya orang-orang di sekitar. Hidupnya diri sendiri ditandai adanya nafas, adanya rasa, adanya pikir, adanya haus, adanya lapar, adanya sakit, adanya sedih, adanya bahagia. Kehidupan adalah adanya, kematian adalah ketiadaannya. Tetapi sebenarnya kehidupan adalah kematian, justru setelah kematian itulah terjadi kehidupan yang sesungguhnya. Ketika seorang melepas nyawanya, sehingga tubuhnya tak bernafas, membujur kaku, saat itulah dimulai kehidupan yang sesungguhnya, kehidupan yang kekal tak berdimensi waktu, masa dan energi.

Membedah kehidupan, artinya menyingkap rahasia dan esensi kehidupan, sampai ke dasar-dasarnya, hingga menyentuh arti atau hakekat kehidupan yang sebenarnya. Kehidupan ditandai adanya kesadaran dan ketidak-sadaran. Kehidupan yang ditandai kesadaran yaitu ketika seseorang terjaga, pikiran dan perasaannya dalam kondisi ‘on’. Saat itu orang memberikan tanggapan terhadap beragam pengaruh dari lingkungan sekitar. Mulai dari merasa kegerahan, lapar, marah, bahagia, dan sebagainya. Kehidupan yang diwarnai ketidak-sadaran yaitu ketika orang tertidu atau hilang ingatan. Kehidupan dengan kesadaran meliputi berbagai tingkatan, mulai dari sadar penuh, sadar sedang dan sadar rendah.

Orang yang sadar penuh, kehidupannya ditandai dengan hubungannya yang tiada terputus dengan Allah SWT, Tuhan Pencipta Alam Semesta. Fokusnya adalah Tuhan, tujuannya adalah Tuhan, pikirnya tentang Tuhan, rasanya mengenai Tuhan, ucapnya hanya Tuhan, begitu pula tindakannya diwarnai inspirasi dan kesadaran kepada Tuhan. Orang yang 'sadar sedang' memang diwarnai ‘kehadiran Tuhan’, tetapi frekuensinya sering berganti dengan ‘kehadiran dunia’. Mayoritas manusia sebenarnya dalam kondisi sadar sedang, terutama ketika sedang dalam kesusahan maka kehidupan berfokus kepada Tuhan. Sebaliknya, kalau dalam kondisi ‘di atas angin’, meka Tuhan dilupakannya.

Apabila Allah telah memberi rezeki kepada Anda, berupa perasaan puas dalam melaksanakan ibadah secara lahiriah, dan merasa cukup kaya bersama Allah secara batiniah, maka ketahuilah bahwasanya dengan itu, Allah telah melimpahkan nikmat-Nya kepada anda lahir dan batin. Begitu tulis Syekh Akhmad Ibnu Athaillah, dalam bukunya Menyelam ke Samudera Ma’rifat dan Hakikat. Selanjutnya dikemukakan, Sebaik-baiknya permohonan yang patut anda sampaikan kepada Allah, ialah permintaan akan keistiqomahan dalam menjalankan segala yang diperintahkan.

Membedah kehidupan akan membawa kita pada inti kehidupan yang sebenarnya, yang tak lain ialah untuk beribadah kepada Allah, untuk mengabdi sepanjang hayat hanya kepada Allah. Dengan sendirinya akan memperoleh kelimpahan nikmat lahir dan batin. Untuk itu diperlukan sikap istiqomah dalam menjalankan apapun perintahNya dan menjauhi apapun laranganNya. Untuk semua itu diperlukan do’a, harapan atau permohonan yang tiada henti. Ya Allah, berikan kesadaran penuh kepada hambaMu, untuk terus-menerus menjalani kehidupan dalam koridor atau rel yang telah Engkau buat. Supaya aku selalu mendapat ridhoMu, supaya lahir dan batinku selalu bahagia.

Namun beragam gangguan, cobaan, godaan, rintangan, hambatan selalu datang menghampiri. Dengan berbagai rayuan, dalih, muslihat menjadikan orang lalai akan Tuhannya, kehidupan dunia pun menjadi fokus. Sangat tidak mudah untuk selalu berfokus kepada Allah, terlebih dalam kondisi kehidupan yang diwarnai materialisme yang sifatnya melalaikan. Banyak orang terlena dalam kehidupan yang miskin makna, detik-detiknya, hari-harinya atau tahun-tahunnya hanya diisi dengan omong kosong yang tak berujung dan sendau gurau yang tidak lucu. Akhirnya kesempatan hidup makin menyusut, padahal kehidupan berbeda dengan pulsa yang bisa diisi ulang. Kehidupan akan lari secepat kilat, bablas angine menuju titik nol. Kesadaran, istiqomah, fokus, ma’rifat, hakekat, itulah kata kunci dalam membedah kehidupan. (Atep Afia)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun