Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ke-Indonesia-an di Kawasan Perbatasan Kurang Kental

14 Januari 2011   11:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:36 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Oleh : Atep Afia Hidayat -

Kawasaan perbatasan dihadapkan pada kondisi serba-kekurangan, dari berbagai sektor pembangunan jauh tertinggal dengan kawasan lainnya. Di sebagian besar kawasan perbatasan dapat dikatakan aspek “ke-Indonesia-an” kurang mengental. Padahal kawasan perbatasan adalah bagian dari NKRI, begitu pula penduduk yang menghuni kawasan perbatasan adalah bagian dari bangsa Indonesia. Namun yang menjadi persoalan pokok adalah kinerja pemerintah yang kurang menyentuh kawasan tersebut. Bagaimanapun antara negara, bangsa dan pemerintah harus bersinergi secara optimal dan menjadi kesatuan yang utuh.

Kinerja atau kebijakan politik, hukum serta pertahanan dan keamanan pemerintah di kawasan perbatasan bervariasi, mulai dari longgar sampai sangat longgar. Maka tak heran jika kawasan perbatasan sangat rawan terhadap pelanggaran hukum. Longgarnya kinerja hukum di kawasan perbatasan dibuktikan dengan terbatasnya kuantitas dan kualitas aparat penegak hukum. Selain itu, juga tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Hampir di semua kawasan perbatasan, terjadi kelemahan dalam menerapkan law enforcement.

Serupa dengan penegakan hukum, infratruktur dan dinamika politik di kawasan perbatasan pun seperti mengalami stagnasi. Apalagi jika memperhatikan di tingkat pemerintah pusat dan daerah pun, diwarnai olehdinamika politik yang kurang sehat. Dengan sendirinya rentang kendali kebijakan politik pemerintah pusat dan daerah dengan kawasan perbatasan, menjadi sangat jauh. Dengan kata lain, kawasan perbatasan bagaikan burung yang nyaris tidak dipegangi. Bahkan akibat apresiasi pemerintah pusat yang lemah, ternyata dari 17.504 pulau yang ada, ribuan pulau di antaranya belum diberi nama, sebagian di antaranya ada di kawasan perbatasan. Jangankan dikelola secara optimal, bahkan untuk sekedar memberi nama saja tidak sempat.

Kawasan perbatasan merupakan bagian wilayah NKRI yang rawan terhadap pengambil-alihan (akuisisi) oleh Negara lain. Begitu pula gangguan keamanan seperti terjadinya infiltrasi, penyelundupan barang dan jasa, pembalakan kayu illegal, perdagangan manusia dan persoalan batas kedaulatan. Terutama di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, pengaruh ekonomi dan sosial budaya dari Malaysia semakin mudah mempengaruhi masyarakat perbatasan, karena bahasa, adat istiadat, dan tradisi yang relatif sama.

Berbagai persoalan menyangkut kebijakan politik, hukum serta pertahanan keamanan, antara lain : Kerawanan terhadap disintegrasi bangsa. Infratruktur di Negara tetangga seringkali lebih baik jika dibandingkan dengan yang ada di wilayah Indonesia. Dengan demikian, masyarakat di wilayah Indonesia menjadi lebih mudah mengakses fasilititas transportasi dan telekomunikasi yang ada di negara tetangga, baikberupa siaran radio, televisi maupun internet. Dengan demikian, informasi yang diterima masyarakat jauh lebih banyak bersumber dari Negara tetangga, Bahkan, di beberapa titik perbatasan di Kalimantan, banyak anak sekolah yang lebih hapal lagu kebangsaan Malaysia dibanding lagu kebangsaan Indonesia.

Persoalan lainnya yang juga sangat serius, yaitu berkurangnya luas wilayah NKRI. Dengan diambil-alihnya Pulau Sipadan dan Ligitan oleh Malaysia, sudah tentu menyebabkan data luas NKRI menyusut . Padahal pengamanan dan pengawasan terhadap garis batas negara relatif lemah, hal ini memberi peluang bagi Negara tetangga untuk menggeser tanda tapal batas. Di sisi lainnya, ternyata jumlah Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) juga sangat terbatas. Bagaimanapun PPLB sebgai pintu gerbang yang mengatur arus keluar masuk orang dan barang di wilayah perbatasan sangat penting. Namun baik secara kualitas atau kuantitas fungsinya belum optimal.

Untuk mengawal kawasan perbatasan, keberadaan sumberdaya manusia dan sumberdaya alat sector pertahanan dan keamanan pun menjadi sangat penting.Dalam hal ini kemampuan militer Malaysia berkembang secara cepat dalam usaha mereka mengantisipasi berbagai klaimnya dari Indonesia, Philipina, Brunai Darusalam dan Singapura (Anonim, 2007).

Menurut Muladi (dalam Suara Karya, 29 Agustus  2007), Indonesia belum mampu menjaga pulau-pulau terluar, karena berbagai keterbatasan terutama dari segi pertahanan. Keterbatasan pertahanan, antara lain karena untuk membentuk kekuatan minum yang esensial, dibutuhkan anggaran Rp. 73 triliun, tetapi baru terealisasi Rp. 33 triliun, sehingga belum tersedia sarana dan prasarana pertahanan yang memadai.

Memperhatiakan beragam persoalan tersebut, aspek pemekaran kawasan perbatasan menjadi sangat penting. Tentu saja bukan sekedar pemekaran, tetapi ditindak-lanjuti dengan penyediaan sarana, prasarana dan aparatur yang memadai. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kepada masayarakat di kawasan perbatasan. Dengan pelayanan yang optimal dan disertai pemerataan hasil pembangunan, maka orientasi masyarakat pun akan lebih berpihak kepada NKRI.

Dengan adanya daerah otonom baru di kawasan perbatasan, maka instansi seperti Pemda, Kodim, Polres, Pengadilan Negeri, dan sebagainya, menjadi simbol-simbol pemerintah RI yang siap mengayomi, melindungi dan melayani berbagai kepentingan masyarakat perbatasan.

Keberadaan pemerintah daerah di kawasan perbatasan, dengan sendirinya akan diikuti oleh perkembangan organisasi sosial kemasyarakatan dan organisasi sosial politik tingkat lokal, begitu pula media cetak dan elektronik lokal juga akan tumbuh. Kalau pemerintah daerah bekerja dengan baik, maka akan memberikan iklim yang kondusif bagi perkembangan dunia usaha lokal. Hal tersebut diharapkan menjadi benteng yang kokoh tetapi ramah terhadap kemungkinan terjadinya disintegrasi kawasan perbatasan. Bagaimanapun, kasus yang terjadi selama ini, kondisi di wilayah negara tetangga Malaysia relatif lebih menggiurkan, baik menyangkut infrastruktur transportasi, komunikasi, maupun perekonomian secara umum. (Atep Afia)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun