Aspek sosial budaya, masyarakat daerah perbatasan cenderung lebih cepat terpengaruh oleh budaya asing, karena intensitas hubungan lebih besar dan kehidupan ekonomi sangat tergantung pada Negara tetangga.
Aspek pertahanan dan keamanan, daerah perbatasan merupakan wilayah pembinaan yang luas, dengan pola distribusi penduduk yang sangat tidak merata, sehingga menyebabkan rentang kendali pemerintah, pengawasan dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan mantap dan efisien.
Dengan demikian terdapat kesenjangan  untuk seluruh sektor pembangunan, antara daerah perbatasan dengan daerah lainnya. Apalagi jika memperhatikan perkembangan selama ini, bahwa pembangunan lebih terpusat di Jakarta atau Pulau Jawa, maka keberadaan daerah perbatasan perlu disikapi dengan kebijakan yang lebih strategis dan komprehensif. Bagaimanapun keberadaan dan keutuhan NKRI sangat tergantung pada kondisi daerah perbatasan, baik di daratan maupun di lautan.
Keberadaan daerah perbatasan perlu ditata ulang, antara lain melalui kebijakan pemekaran wilayah. Sebagai contoh, pembentukan Kabupaten Kepulauan Anambas di Propinsi Kepulauan Riau (Kepri) dinilai penting untuk mendukung kebijakan pemerintah pusat menjaga pulau-pulau terluar. Kabupaten Kepulauan Anambas sebelumnya merupakan bagian dari daerah pemerintahan Kabupaten Natuna, masih sulit berkembang karena daerahnya terisolasi. Daerah ini berhadapan langsung dengan Negara-negara Vietnam, Thailand, Malaysia dan Singapura dalam kawasan Laut Cina Selatan (Kompas, 29 Oktober 2007).
Mengingat posisinya yang begitu strategis, wilayah Kabupaten Kepulauan Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas layak dijadikan propinsi tersendiri, terpisah dari Propinsi Kepulauan Riau.
Belajar dari kasus Kepulauan Anambas dan sebagai upaya untuk mempercepat pemarataan pembangunan, ada baiknya 15 kabupaten yang ada di kawasan perbatasan dimekarkan menjadi beberapa kabupaten lagi. Hal itu untuk memperpendek rentang kendali dengan wilayah terluar. Begitu pula aspirasi pembentukan propinsi baru seperti Propinsi Kalimantan Utara (pemekaran Kaltim), dan Propinsi Kapuas Raya (pemekaran Kalbar), perlu ditanggapi lebih serius oleh pemerintah pusat.
Pemerintah adalah unsur yang mendapat amanah untuk mengelola bangsa dan negara. Apa yang dijalankan pemerintah dapat diibaratkan seperti seseorang yang sedang memegang burung peliharaannya. Jika dipegang terlalu kuat, maka burung itu akan kesakitan bahkan mati. Sebaliknya jika dipegang terlalu longgar, maka burung itupun akan terbang, melepaskan diri. Jadi dalam hal ini pegangannya harus moderat, sehingga kondisi burung tersebut merasa nyaman. Dalam hal ini dapat dikatakan, bahwa kawasan perbatasan mendapat perlakuan seperti burung yang dipegang longgar. Tentu saja hal tersebut sangat beresiko terhadap keutuhan NKRI.
Hal yang lebih penting ialah bagaimana supaya pemerintah pusat lebih serius memperhatikan kawasan perbatasan, kalau perlu dibentuk Kementerian Wilayah Perbatasan, supaya lebih konsen dan serius menangani perbatasan. Bagaimanapun merah-putih harus selalu berkibar di wilayah perbatasan, nasionalisme masyarakat setempat perlu ditumbuh-kembangkan lebih lanjut. (Atep Afia).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H