Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gayus dan Lima Juta Balita Rawan Gizi

12 Januari 2011   02:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:41 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh :  Atep Afia Hidayat -

Di tengah menghangatnya pemberitaan mengenai sepak terjang Gayus, seorang "mega koruptor" yang sukses mengemplang ratusan milyar uang pajak dan mempermainkan sisitem peradilan di negeri ini,  muncul berita yang memprihatinkan, yaitu lima juta anak Balita rawan gizi.

Untuk saat ini Gayus bukan sekedar bekas pegawai pajak yang menjadi sorotan publik dan namanya begitu populer di media cetak, elektronik dan online, tetapi nama Gayus sudah menjadi ikon koruptor. Masih banyak Gayus-Gayus lain, bahkan yang lebih super dari Gayus, yang saat ini bergentayangan dan terus membobol keuangan negara.

Koruptor  merambah uang apa saja, bahkan dana untuk pengentasan kemiskinan dan rawan gizi Balita sekalipun. Yang ada dibenak sang koruptor bagaimana supaya sebanyak-banyaknya uang mengalir deras ke rekening pribadi atau rekenening orang-orang terdekatnya. Entah apa yang akan dilakukannya ketika uang ratusan milyar sudah dalam genggamannya, akhirnya sibuk wara-wiri ke luar negeri untuk menyembunyikannya.

Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia mendekati 238 juta jiwa, sekitar 28,5 juta (atau 12 persen) di antaranya adalah Balita. Ternyata dari Balita sebanyak itu 13 persen mengalami gizi kurang dan 4,9 persen gizi buruk, atau sekitar 5 juta Balita mengalami rawan masalah gizi.

Seandainya uang yang dijarah Gayus dan koruptor lain itu dibagikan buat  Balita yang rawan gizi, mungkin masa depan mereka akan lebih cerah. Bahkan, total dana yang dikorupsi bisa membiayai pendidikan sebagian Balita di Indonesia sampai jenjang pendidikan tinggi.  Tetapi tentu saja orang tua sang Balita akan menolak, bagaimanapun uang haram tidak akan memberikan keberkahan. Buat apa sehat dan berpendidikan, namun menggunakan uang curian.

Seandainya Pemerintah "berdaya" untuk menghabisi para koruptor beserta rombongannya, tentu masa depan bangsa ini akan lebih cerah, termasuk para Balita menjadi lebih sehat dan cerdas. Namun jika terjadi "impotensi" aparat penegak hukum dalam menuntaskan beragam kasus korupsi, sudah tentu uang negara atau uang rakyat yang "dicolong" akan semakin banyak.

Berbagai kegiatan pembangunan pun akan terbengkalai, termasuk pembangunan sumberdaya manusia. Untuk masa depan bangsa dan negara ini tergantung pada kualitas manusia yang berbadan, berpikiran dan berjiwa sehat. Dibutuhkan upaya pengembangan  dalam bidang pendidikan, kesehatan, pangan dan sebagainya, yang semuanya memerlukan anggaran besar.

Nah, jika sebagian dana untuk membangun manusia itu "dicuri", bagaimana jadinya kualitas manusia Indonesia di masa mendatang. Bagaimana gizi anak-anak bangsa ini jika terjadi pembiaran secara kasat mata terhadap pencurian uang rakyat secara kolektif.

Lima juta balita saat ini rawan giji. Lima juta kalau ditulis menggunakan angka 5.000.000, sangat banyak, perlu penanganan "sangat serius sekali". Sama sekali tidak bisa diabaikan atau hanya dijadikan bahan laporan statistik saja. Lima juta Balita tersebut tersebar di seluruh Propinsi di negari ini, mulai dari yang kondisinya "sangat-sangat" mengenaskan sampai yang mengenaskan.

Beberapa daerah tercatat dengan  kondisi gizi buruk Balita  paling parah, seperti  NTB, NTT, Maluku dan Sulawesi Barat. Bahkan di NTB angka kematian bayi menduduki peringkat tertinggi, 72 per 1.000 kelahiran hidup. Dengan kata lain, dari 1.000 bayi yang dilahirkan, 72 di antaranya meninggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun