Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Mungkinkah Empat - Nol?

27 Desember 2010   13:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:20 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Atep Afia Hidayat -


Itulah sepak bola. Bola memang bundar. Prediksi dari siapapun dan dari manapun syah-sayah saja. Kalkulasi di atas kertas bisa berbeda 180 derajat dengan kondisi di lapangan. Itulah yang dialami Kesebelasan Nasional Indonesia (Tim Garuda).


Setelah berjaya di Stadion Utama Gelora Bung Karno dalam babak penyisihan menekuk Kesebelasan Nasional Malaysia (Tim Harimau) dengan skor yang sangat meyakinkan, 5 - 1, hanya dalam hitungan hari, Minggu 26 Desember 2010, di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur,  dalam babak final Piala AFF Suzuki 2010 sesi pertama, Tim Garuda ditekuk 3 - 0.  Apapun yang menjadi alasan dan kambing hitam, fakta di lapangan Tim Garuda memang nyaris tidak berkutik, kocar-kacir digempur Tim Harimau.


Tim Garuda kalah ? Ya, memang kalah telak. Setelah sebelumnya mendapat sambutan dan sanjungan yang begitu dahysat karena lima kali kemenangan beruntut dalam babak penyisihan di kandang, Stadion Utama  Gelora Bung Karno, Jakarta. Faktor tuan rumah ternyata pengaruhnya begitu dominan bagi kemenangan sebuah kesebelasan. Sebagai tuan rumah, mental bertanding begitu kuat, dengan dukungan penuh suporter mulai dari Presiden RI sampai rakyat biasa. Ada ketenangan dan kenyamanan tersendiri kalau bertanding di kandang sendiri.


Penampilan dan karakter Tim Garuda beruba total ketika bertanding di kandang lawan. Apa yang diperagakan selama babak penyisihan dan semi final di Jakarta, nyaris berbeda mutlak dengan penampilan di kandang lawan. Meskipun tak dapat dipungkiri, pada awalnya Tim Garuda terprovokasi ulah penonton yang menembakkan sinar laser, terutama ke arah penglihatan penjaga gawang, Markus Haris Maulana. Konsentrasi dan fokus bermain Markus langsung buyar sesaat setelah mengajukan protes, hal itu ternyata berpengaruh kepada pemain lainnya, terutama pemain belakang. Pertandingan sempat dihentikan beberapa menit. Penonton ditertibkan, namun apadaya provokasinya sudah sukses, menggoyahkan mental bertanding.


Sudahlah. Kalah menang memang merupakan hal biasa dalam suatu pertandingan. Tak perlu disesali lebih jauh lagi. Setidaknya hal itu menjadi bahan pembelajaran yang berarti bagi Tim garuda, ternyata selain menjadi jago kandang, sebuah tim sepak bola pun harus jago tandang. Pelajaran lainnya, sebuah tim sepak bola, apalagi tingkat nasional, yang mewakili sebuah bangsa dan negara dalam suatu turnamen, jangan mudah terprovokasi.


Provokasi bisa datang dari mana saja, mulai dari pemain lawan, wasit, hakim garis dan penonton. Bagaimanapun, sepak bola bukan sekedar berlari dan berebutan bola, lalu membawa bola, mengumpan kepada teman se tim, dan mencetak gol. Sepak bola adalah sebuah "pertarungan" yang melibatkan banyak hal, mulai dari fisik, mental, intelektual, spuritual, sosial, manajerial dan finansial.


Selain sebuah permainan, ternyata sepak bola juga menjadi komoditi, baik bisnis-ekonomi maupun sosial-politik. Ketika Tim Garuda dalam puncak kejayaannya, setelah membantai empat lawannya dalam babak penyisihan dan semi final Piala AFF Suzuki 2010, banyak pihak yang "merangkul" secara mendadak. Memang tujuannya mulia, sebagai simpati dan dukungan, namun di balik itu ada kepentingan yang tersembunyi, maka munculah istilah politisasi, ekonomisasi, dan sebagainya. Ya, lingkup dan determinasi sepak bola makin meluas, bahkan bisa menggugah nasionalisme, sebagaimana yang terjadi belakangan ini.


Namun ya itu tadi, euforia dengan beragam imbasnya terhadap kehidupan masyarakat bahkan dinamika pemerintahan, diawali dengan kemenangan demi kemenangan. Persoalannya jika kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan obsesi, lantas bagaimana dengan nasib euforia, akankah padam begitu saja, lenyap dihembuskan angin dan suasana hiruk pikuk serta hingar bingar, kembali mereda dan meredup.


Meskipun, masih ada harapan pada babak final sesi kedua di Gelora Utama Bung Karno, Jakarta, Rabu 29 Desember 2010. Namun apapun hasilnya kita harus menerimanya dengan ikhlas. Bagimanapun tidak mudah bagi Tim Garuda untuk menekuk Tim Harimau dengan minimal 4 gol tanpa balas, padahal Tim Harimau sedang dalam kondisi puncak. Ya, sekali lagi kita hanya berharap. Semoga dari "Satu-Lima", berbalik menjadi "Tiga-Nol", dan berbalik lagi menjadi "Empat-Nol". Bisakah ? Sekali lagi, bola memang bundar, selalu menggelinding, berputar.. (Atep Afia)

Universitas Mercu Buana Jakarta

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun