Seseorang, siapapun dia, akan merasa bahagia dan bangga jika dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat pada orang lain, lebih lagi jika berhasil membuat sesuatu yang digunakan orang lain.
Kebanggaan tidak hanya dirasakan oleh pembuatnya, tetapi dirasakan juga oleh penggunanya, seperti para penumpang kereta listrik Commuter Jakarta-Tangerang, kereta Jokolelono buatan tehnisi PJKA, juga kereta Menoreh Jakarta-Semarang, decak kagum dan perbincangan hangat tak henti sepanjang perjalanan.
Tak lama lagi masyarakat jakarta akan menikmati perjalanan cepat canggih menggunakan kereta MRT, bangga banget tentunya bisa naik kereta setara yang ada di negara-negara maju.
Dinegara maju sana, mewujudkan jaringan kereta MRT membutuhkan waktu yang sangat lama, sedangkan di Jakarta tidak lama, bahkan sangat cepat.
Mengapa disini bisa lebih cepat?
Ya karena disini semuanya serba beli, tinggal pesan dari luar, bisa utang lagi, ambil praktisnya, gak usah peduli jadi tertawaan orang sana.
Sedangkan di negara sana, semuanya dibuat sendiri, perlu riset pelik yang perlu waktu lama, namun pembuatnya menjadi bertambah pandai, mereka masih memegang prinsip bahwa setiap kegiatan harus membuat pelakunya bertambah pandai, menjadi kebanggaan bangsa. Lingkungan memang didorong ke arah sana.
Bangsa ini diwaktu lampau pernah bangga, karyanya menjadi pembicaraan dunia, anak bangsanya berhasil membuat kapal layar yang melanglang benua, membangun bangunan candi besar, menjuarai turnamen bulutangkis dunia lama berturut-turut, menemukan cara membuat gelagar jalan layang Cawang ke Tanjung Priuk, Jakarta, tanpa banyak mengganggu lalulintas kendaraan, beton dicetak sejajar jalan kemudian digeser melintang. Juga dibidang kependudukan dan keluarga berencana, percepatan pembangunan melalui transmigrasi , dsb.
Kebanggaan perlu dikawal
Mengapa bangsa ini menjadi bangga membeli? Mungkin karena lengah, kebanggaan tidak dikawal, alpa menumbuhkan, Â mendorong, membangkitkan, bahkan mungkin secara tidak disadari malah menghambat dan membunuh kebanggaan.
Apa mungkin sudah terlambat untuk bangkit? Mungkin iya mungkin tidak, berpulang pada kita semua.
As140524
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H