Beberapa orang menyuarakan agar gerakan ini dilakukan di seluruh Indonesia. Ini gerakan moral. Jadi, masyarakat harus diselamatkan. Jika tidak, Indonesia akan hancur. Ingin tertawa tapi takut ada yang tersinggung.Â
Memang benar ada beberapa kelompok yang sakit hati selepas Pesta Demokrasi 2019. Namun, kita patut bangga dan harus terbuka mengakui bahwa demokrasi kita sudah sangat dewasa di era sekarang ini.Â
Kita perlu meninggalkan lagu lama Orde Baru. Berani maju dalam persaingan politik harus siap menitikan air mata. Ingat, amarah jangan ikut-ikutan muncrat. Tahan emosi jangan sampai tak terkontrol. Republik masih trauma melihat gelombang kematian massa besar-besaran di era korona ini.Â
Saya bahagia melihat pemandangan segar ketika lawan politik berkoalisi di akhir pesta. Ketegangan mulai lentur serta luntur. Ingin rasanya bersatu dengan KAMI menjadi "Indonesia Merangkul". Mengapa merangkul? Ya, karena ada yang merasa tersingkir dan tak dihargai. Banyak yang dipecat. Anak tiri. Tersingkir. Terbuang. Terjerumus.Â
Bisakah kita menjernihkan pola pikir zaman batu yang selalu melekat di kepala kita soal dendam-mendendam? Jadilah "Indonesia Gentle" yang tidak baperan ketika kalah dalam pertarungan politik. Atau, ketika dipecat karena kerja tak tuntas.Â
Meminjam harapan dan mimpi saudara-saudara kita di Timur Tengah, kita ingin besok, Indonesia, di detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun yang berbeda, bisa tersenyum melihat "Indonesia Gentle" bersatu dalam "Indonesia Merangkul." Melawan siapa? G30S/PKI dalam senyap.Â
PKI? Gawat? Muncul lagi? Indonesia harus diselamatkan? Kalau begitu Gerakan KAMI jangan dibubarkan, ya? Diam sebentar. G30S/PKI itu, "Gerakan 30 Sekon Penularan Korona Indonesia." Lawan G30S/PKI dalam senyap ini dengan menaati protokol kesehatan. Paham!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H