Senja menyapu indah percikan sinar mentari. Dia beranjak menuju ke tepian. Merah tua di langit sore perlahan menghilang. Jejak dalam bayang mulai luntur dan lenyap.Â
Duniaku terlahir dalam senja. Saat panas mulai redup seonggok anak mengitari tanah. Berlari. Berteriak. Tertawa. Bergurau. Semua terukir begitu saja. Mungkin kebetulan.Â
Senjaku seperti ibu tukang tenun. Duduk manis di ujung barat. Memanggil penjelajah cinta mengotori kaki dan tangan. Benang-benang galeri dipental dengan jemari cinta yang mulai keriput. Rapuh nan lemah namun bertahan hingga malam tiba.Â
Perlahan rasa itu telah pergi. Tersimpan di benakku memori indah masa lalu. Masih terdengar jelas dentuman buah kelapa yang jatuh ke tanah. Suara ibu memanggil di kala malam menyelimuti diri. Galeri rasa terus bersuara dalam rindu dan kangen.Â
Terlukis di mata polos bentangan cinta yang tercecer di tanah tempat aku bermain. Di sudut-sudut tua terpatok tiang tak bermulut yang menjadi saksi tentang masa indahku. Dalam diam galeri rasa ini terus berontak memaksa ke masa lalu. Dalam bisik kutenangkan. Diam dan bersabarlah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI