Setelah sistem pemerintahan terbentuk akhirnya pada tanggal 20 Mei 2002 diumumkan lahirnya negera baru yang lengkap dengan lembaga pemerintahan, Undang-Undang Dasar, dan Parlemennya. Oleh karena itu, tanggal 20 Mei dirayakan sebagai hari lahirnya negara Timor Leste. Selamat ulang tahun negara Timor Leste yang ke-17 tahun.
Narasi Sejarah
Dalam peta dunia, Timor Timur (Timor Leste) merupakan bagian dari pulau Timor. Dalam catatan sejarah jajahan, pulau di Timor dibagi menjadi dua pemerintahan, yakni Timor Barat (di bawah jajahan Belanda) dan Timor Timur (di bawah jajahan Portugis). Walaupun ada pembagian, dari segi budaya, adat istiadat dan religius lokal memiliki banyak kemiripan.
Keadaan geografisnya didominasi oleh pegunungan. Karena itu, sudah bisa dipastikan bahwa daerah Timor memiliki banyak sungai yang menyusur sepanjang pantai utara hingga selatan. Namun, banyaknya anak sungai tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang mayoritas sebagai petani. Debit air sungai hanya akan bertambah pada musim hujan. Selebihnya pulau Timor akan kelihatan sebagai pada sabana yang tak terjamah.
Kegersangan Timor Timur itu estetik. Mengapa? Banyak bangsa Eropa yang  berdatangan. Kekeringan tidak pernah memiskinkan sumber daya alamnya. Di Timor ada beberapa hasil bumi yang menjanjikan seperti cendana dan lahan yang cocok untuk perkebunan kopi.
Selain itu ada beberapa kekayaan lain di bawah bumi seperti emas, perak, dan tembaga yang terdapat di wilayah Baucau. Keramik dan fosfat terdapat di sekitar Maliana, Baucau, Same, Aileu, dan Ainaro. Marmer dan mangan terdapat di daerah Maliana, Baucau dan Viqueque. Minyak bumi di laut Timor bagian barat, yakni di Suai-Kovalima.
Penduduk Timor Timur menampakan tiga tipe. Pertama, Gelombang perpindahan penduduk pertama dari golongan Vedo-Australoid. Kelompok ini memiliki kemiripan dengan orang-orang veda di Srilanka. Hal ini tidak menunjukkan bahwa penduduk TimorTimur berasal dari sana. Untuk membuktikannya dapat diteliti melalui bahasa yang tidak ada kemiripan.
Kedua, penduduk yang menampakan tipe Papua Melanesia yang berciri Negroid (berkulit hitam). Tipe penduduk seperti ini ditemukan hampir di semua pulau Timor secara khusus di bagian barat dan di Timor Timur bagian pegunungan.
Ketiga, penduduk melayu tua (proto-Melayu) dan melayu muda (deutero-Melayu). Gelombang ini disebut gelombang penduduk dari Austronesia. Penduduk ini yang menjadi penduduk Indonesia. Â Sementara penduduk Indonesia merupakan percampuran antara penduduk dari deuteron Melayu dan Melanesia melahirkan penduduk yang kini ditemukan di Indonesia Timur, yang kebanyak menghuni pulau Timor (Nusa Tenggara) dan Maluku.
Berkaitan dengan bahasa, para ahli Linguistik berpendapat bahwa ada tiga bahasa daerah yang digunakan, yakni bahasa Makasai (Baucau dan Viqueque), bahasa Fataluco (Lautem), dan bahasa Bunak di daerah Bobonaro, Fatululik dan Zumalai. Ketiganya tergolong  bahasa pre-Austronesia.
Selain keempat bahasa yang ada, sebagian penduduk menggunakan bahasa-bahasa lain seperti bahasa Tetum, Mambai, Galole dan Tokodode. Keempat bahasa ini merupakan rumpun bahasa dari Austronesia. Hal ini karena penduduk Timor Timur merupakan bagian dari hasil perkawinan antara penduduk deotro Melayu dengan Melanesia.
Berbicara mengenai budaya tidak terlepas dari budaya yang dibawa oleh migran Austronesia. Budaya bercocok tanam, pertanian, ladang dan penggunaan alat-alat dari batu, kayu terutama bambu memiliki kemiripan dengan budaya asli Austronesia.
Kebudayaan Timor Timur tidak bisa dipisahkan dengan kebudayaan di pulau Timor. Lalu apa yang memisahkan? Jawaban yang hingga kini belum bisa diganti adalah keberadaan politik Portugis dan Belanda yang menjajah serta membangun skenario memecahbelah kesatuan penduduk di pulau Timor.
Masa KelamÂ
Pada tanggal 18 Agustus 1515 bangsa Portugis mewujudkan mimpinya dengan mendarat di pelabuhan pulau Lifau, Oekusi. Pelayaran terus berlanjut ke Batu Gede, Kupang, Mena dan Manatuto. Sejak menginjakkan kaki di pulau Timor, Portugis membangun sistem ekonomi tradisional yang dibangun oleh kerajaan-kerajaan di Timor.
Penataan sistem ekonomi yang lebih modern dengan daya beli yang kuat, disertai dengan politik adu domba yang terkesan elok namun licik membuat kerajaan-kerajaan di Timor saling menghanguskan demi mendapat keuntungan kekuasaan politik dan ekonomi.
Kenyataan ini dibaca oleh rakyat. Hingga mereka membuat perlawanan. Pada tahun 1598 timbul pemberontakkan pertama rakyat di pulau Solor dan Timor terhadap Portugis. Namun, kedatangan dan keberhasilan Belanda menguasai Malaka menimbulkan simpati rakyat terhadap Portugis. Banyak raja yang terpecah. Muncul dua kubu yang pro Belanda dan pro Portugis.
Penjajah di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja selalu mencari kepentingan. Oleh karenanya, meski sering terjadi perang di antara mereka namun pada akhirnya mereka tidak mau ditonton sebagai raksasa yang kalah terhadap sesamanya.
Belanda dan Portugis berusaha mengakhiri persaingan dan perseteruan mereka. Pada tahun 1859 diadakan perjanjian batas wilayah. Portugis menyerahkan pulau Flores dan Solor serta mengakui keberadaan Belanda di Timor Barat yang berpusat di Kupang.
Belanda harus mengakui wilayah kekuasaan dan jajahan Portugis yang mencakup seluruh wilayah Timor Timur, termasuk Oekusi, serta menyerahkan daerah Maubara dengan uang sebesar 80.000 Florins (uang Belanda). Sayangnya, kenyataan politik dan ekonomi yang dipecah-belah ini tidak diketahui oleh rakyat Timor.
Dalam perjalanan waktu kesadaran mulai muncul dalam hati rakyat. Pada 1 Juni 1959 terjadi pemberontakan rakyat Timor Timur di Uatocarabau dan Uatolari di daerah Viqueque dan Baguia. Tujuannya untuk melepaskan diri dari Portugis. Pemberontakan ini berhasil dilumpuhkan oleh Portugis dengan serangan balasan yang begitu kejam.
Peran Gereja
Pada tahun 1641 diadakan perjanjian antara raja-raja di Mena, Lifau, Amanuban dengan Portugis yang diwakili oleh pada misionaris Katolik, Dominikan. Dalam perjanjian itu disepakati bahwa Portugis akan membaptis raja-raja dan keluarga mereka menjadi Katolik, sedangkan raja-raja itu mengizinkan Portugis menebang kayu cendana. Namun, efek dari perjanjian itu berujung pada politik dalam artian bahwa raja-raja berada di bawah pengaruh politik dan bersekutu dengan Portugis.
Penetapan pajak yang tinggi oleh pemerintah membuka persoalan baru. Gereja menolak secara kera tindakan merendahkan atau menekan rakyat. Gereja memiliki fokus pada orang miskin. Pertentangan yang terjadi tidak melumpuhkan karya Gereja.
Pada tahun 1787 hubungan Gereja dan pemerintah semakin parah. Hal ini berupa tuduhan yang tidak bersalah dimana Gereja menghasut raja Manutato untuk melawan Portugis. Keadaan semakin diperburuk oleh perjanjian politik antara Belanda dan Portugis. Isis perjanjiannya "...orang Katolik di mana pun mereka beradaboleh dilayani dengan izin pemerintah. Gereja terus membangun relasi dengan pemerintah melalui permohonan izin pengembangan misi. Karena itu Gereja di Timor Timur terus berkembang.
Banyak terjadi pertentangan perihal kemerdekaan Timor Timur. Terjadi pembentukan beberapa partai yang ingin maju untuk menentukan nasib rakyat Timor Timur. Adapun partai-partai yang maju, yakni UDT, ASDT-FRETELIN, APODETI, KOTA dan TRABALISTA.
Ada koalisi antara partai UDT dan Fretelin. Namun, koalisi tidak berjalan lama karena UDT sangat menentang politik Fretelin bagi rakyat Timor Timur sangat merugikan. Perang saudara tak terhindari. Pada tanggal 7 Desember 1975 UDT, APODETI, KOTA dan TRABALISTA mengajukan petisi untuk bergabung dengan Indonesia.
Fretelin tetap bersikukuh untuk mengumumkan lahirnya Republik Demokrasi Timor (RDT), pada tanggal 28 November 1975. UDT, APODETI, KOTA dan TRABALISTA juga mengumumkan prolamasi baliho dimana mereka ingin kembali bergabung dengan Indonesia.
Indonesia berada di dua situasi yang sulit. Menerima proklamasi baliho berarti siap mendapat kecaman dunia internasional. Jika tidak menolak maka nasib mereka yang mau bergabung dengan Indonesia akan berada dalam ancaman.
Sikap pemerintah Indonesia tertuang dalam pernyaan 4 Desember 1975 yang berbunyi, "Pemerintah bersama rakyat Indonesia mempunyai kewajiban moral untuk melindungi rakyat Timor Timur agar proses dekolonisasi dapat berjalan sesuai dengan keinginan seluruh rakyat Timor Timur".
Menjelang jajak pendapat terjadi pergolakan yang sangat besar. Gereja memiliki peran penting saat milisi yang didukung oleh TNI dengan kejam melakukan penangkapan, penganiayaan dan bahkan pembunuhan. Berhadapan dengan peristiwa kemanusiaan itu Gereja membela kehidupan.
Gereja tidak melihat dua pihak yang sedang berperang namun merangkul keduanya karena kehidupan lebih penting daripada politik dan ideologi. Arah dan ideologi bisa berubah kapan saja namun nyawa manusia tidak akan berganti-ganti sesuai dengan keinginan politiknya.
Jajak pendapat dilaksanakan pada akhir Mei 1998. Namun, ditunda hingga 30 Agustus 1999. Tanggal 4 September 1999, diumumkan hasil jajak pendapat. Kemenangan diraih oleh kelompok pro kemerdekaan. Hasil jajak pendapat belum memberi kenyamanan bagi rakyat. Demi menyelamatkan diri sekitar 400 ribuan pengungsi memadati wilayah Indonesia di NTT, NTB, Bali, Sulawesi dan Jawa. Â Â
Rekonsiliasi HatiÂ
Pasca jajak pendapat seluruh rakyat Timor Timur harus disatukan kembali. Banyak orang yang ingin kembali ke kampung halaman. Rekonsiliasi hati diangkat setinggi langit guna menyatukan semua bingkai yang telah hancur.
Berbagai pihak mulai disatukan kembali. Sistem pemerintahan mulai terbentuk. Setelah jajak pendapat, selama tiga tahun dibentuk undang-undang dasar negara Timor Leste. Mereka kembali menyatu dan tetap eksis hingga sekarang.
Melihat perjuangan rakyat Timor Leste ada semangat yang membara dalam diri mereka. Keinginan untuk merdeka adalah hak segala bangsa. Maka sudah menjadi keinginan bersama mereka yang prokemerdekaan untuk membangun kehidupan bersama di bawah satu pemerintahan yang sah.
Rakyat Timor Leste semakin sejahtera. Ada kerinduan dari rakyat yang keluar dari Timor Leste untuk bertemu keluarga. Ada yang berhasil namun ada yang hanya tinggal kerinduan. Tragedi hidup dan mati di Timor Leste menggugat hati untuk tetap menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.
Belajar dari perjuangan rakyat Timor Leste, jika ada yang mencoba memecahbelahkan rakyat dan meruntuhkan ideologi bangsa Indonesia karena perbedaan politik, agama dan lain sebagainya, kita perlu mempertahankan secara baik. Pancasila berhadapan dengan kebhinekaan yang ada di Nusantara ini sudah mampu merangkul semua orang menjadi satu kesatuan.
Rekonsiliasi hati bisa menjadi langkah yang baik untuk menghangatkan situasi panas yang ada di NKRI. Tetaplah jaya Indonesia. Merdeka selalu Timor Leste.
Sumber:
* P. Hiasintus Ikun CMF, CLARETIAN INDONESIA-TIMOR LESTE dalam Kisah, Karya dan Titian Harapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H