Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Waelengga, Jalan Menuju Mimpi

17 Mei 2019   12:44 Diperbarui: 18 Mei 2019   08:22 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak Waewole bermain perahu (Dok. Stefan Bunga)

Kehidupan masyarakat di Waelengga sangat harmonis. Ada tiga agama di Waelengga, yakni Katolik, Islam dan Protestan. Aku bersyukur masyarakat selalu menjaga keharmonisan hidup bersama. Tidak pernah ada persoalan yang bisa memecahkan persatuan masyarakat Waelengga. Jika kalian ingin belajar tentang keharmonisan hidup bersama, silahkan datang ke tempat asalku, Waelengga. 

Anak-anak Waewole sedang menikmati indahnya alam Waelengga (Dok. Stefan Bunga)
Anak-anak Waewole sedang menikmati indahnya alam Waelengga (Dok. Stefan Bunga)

Surga Waelengga

Saat mengisahkan tentang Waelengga, aku melihat ekspresi beragam dari teman-teman. Aku tak bisa menebak apa yang mereka rasakan. Semuanya mendengar dengan serius. Lalu, ada yang bertanya tentang bagaimana kehidupan masa kecilku. Mereka sepertinya ingin mengetahui kisah masa kecilku. Di sinilah aku mulai menunjukkan Surga yang ada di Waelengga tercinta. 

Setelah mendengar kisah kalian, aku merasa bangga sebagai anak Waelengga. Meski tidak pernah mengikuti kursus dan menikmati pemandangan indah, aku sebenarnya memiliki segalanya. Aku melihat hidup kalian berada dalam rutinitas yang sudah diatur dengan baik. Aku hidup dalam kebebasan yang sesungguhnya. 

Saat bangun pagi, aku membantu Mama menanak nasi atau menggoreng nasi sisa malam hari. Setelah makan pagi aku berangkat ke sekolah. Aku tidak diantar menggunakan motor dan kendaraan lain. Kedua kaki inilah yang selalu berjalan bersamaku. 

Di sekolah aku bebas bermain dan belajar. Namun, pulang sekolah adalah saat yang paling indah. Kami selalu menyempatkan waktu untuk memetik buah asam, kesambi, mangga, dan kelapa. Kalian bisa membayangkan betapa ramai dan menarik pengalaman ini. Akibat yang tidak bisa dihindari adalah kotornya seragam sekolah kami. 

Saat kembali ke rumah, baju seragam yang kotor itu dimasukkan ke dalam tas. Hal ini agar tidak dilihat oleh Mama. Jika Mama mengetahuinya, kami akan masuk dalam dunia yang disebut "dunia pencubitan dan pemukulan". Coba bayangkan betapa emosinya Mama jika baju yang baru dicuci kemarin untuk dipakai sampai besok, seketika kotor dan noda. 

Ketika selesai makan siang, aku mengambil hati Mama dengan melakukan hal baik ini. Biar dikatakan anak yang rajin, aku mencuci semua peralatan makan. Hal ini agar Mama tidak menyuruhku untuk tidur siang. Bagi kami anak Waelengga, pada masa kecil khususnya, tidur siang adalah penderitaan yang paling besar. Untuk itu, kami selalu menghindar dan cepat meninggalkan rumah setelah membereskan peralatan makan. 

Kalian tahu, siang hari menjadi momen rekreasi bagi kami. Tempat yang akan kami kunjungi di antaranya bukit Toloroja, hutan Alopau, hutan Tenge, hutan Maghileko, hutan Waewole, hutan Sambikoe, hutan Watu Nggene, hutan Lekolembo, sungai Waelengga, sungai Waewole, sungai Waekoe dan sungai Wae Mokel. 

Dengan berbekal katapel (anak Waelengga bilang kartupel) dan korek api, kami bisa merasakan kebahagiaan di surga Waelengga. Setelah menembak burung dan menjelajahi hutan, tempat yang akan kami kunjungi adalah sungai. Namun, sebelum ke sungai, kami menuju hutan kelapa. Bagi kami, kelapa curian dan kelapa milik pribadi semuanya tiada berbeda. Bagi kami pohon kelapa di hutan adalah milik bersama. Kami kerap kali dikejar oleh pemilik kebun kepala. Bersyukur belum pernah ada yang tertangkap. Jika tertangkap, dunia cubit dan pemukulan akan kami alami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun