Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Puasa di Flores dan Gadis Berjilbabku

8 Mei 2019   22:28 Diperbarui: 8 Mei 2019   22:50 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hatiku berbunga-bunga. Aku belum pernah melihat gadis muslim secantik ini. Empat tahun aku menetap di tempat ini dan belum pernah melihatnya. Kehadirannya membuatku semakin bersemangat. Wajah dan senyum manis gadis itu terus melekat di ingatanku. Aku tak pernah bosan membayangi wajahnya. Dia cantik dan penuh kelembutan. Aku mengakui itu.

Aku bergabung ke keluarga Mustofah untuk berbuka bersama. Mereka berdoa bersama secara Islam. Aku tetap mengingat Kristus. Tanda salib menandai makan malam bersama. Keluarga Mustofah tahu identitasku sebagai seorang Katolik. Namun, semuanya bukan menjadi masalah. Mereka justru merasa terahmati berkat kehadiranku. Pemahaman mereka tentang agama lain semakin terbuka.

"Ayo, Ten. Kita makan bersama ya. Jangan malu-malu habiskan ya!" pinta ayah Mustofah yang adalah seorang ustad.

"Makasih pak. Selamat berbuka buat keluarga semuanya," jawabku seraya menyapa semua keluarga.

Makan malam begitu nikmat. Aku kembali ke kos dengan penuh kebahagiaan. Beberapa ketupat kujinjing. Inilah bekal makan pagi besok sebelum ke kampus. Selepas makan, Mustofah dan Iksan berpamitan untuk mengikuti kegiatan Remaja Masjid. Biasanya aku menemani mereka namun malam ini ada tugas yang harus kuselesaikan. Pak ustad bersama ibu menikmati acara di televisi seputar puasa.

Saat tiba di kamar, aku masih mengingat gadis cantik yang kujumpai di masjid tadi siang. Hatiku berdetak cepat saat dia hadir di hadapanku. Perasaan demi perasaan mulai menghampiri. Rasa suka mulai timbul. Hatiku mulai merasa galau. Aku tak lagi memikirkan makanan ataupun tugas kuliah. Yang ada di benakku hanyalah malaikat masjid siang tadi.

Dalam nada memohon aku berlutut di hadapan Bunda Maria dan Tuhan Yesus. Aku mengucap syukur atas semua pengalaman yang kuterima hari ini. Di hadapan Maria, aku memohon rahmat mencintai secara tulus. Dalam doa aku menyerahkan gadis muslim itu. Satu intensi khusus baginya agar menjadi gadis yang baik. Penyerahan dan doaku sedikit menenangkan gelora hatiku. Tuhan tahu apa yang kurasakan dan Dia memberi ketenangan hati.

Bersambung....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun