Ah, Aten. Yang ada di pikiranmu hanya makan, makan dan makan. Iya pastilah. Kamu boleh bergabung. Kamu udah jadi bagian dari keluarga aku," ungkapnya.
Iksan datang menemui Mustofah. Mereka berangkat menuju masjid. Mengenal mereka adalah kebahagiaanku di tanah rantau. Hampir empat tahun aku tinggal di lingkungan mayoritas beragama Islam. Bulan puasa adalah bulan yang sangat istimewa bagiku. Aku bisa bersolider dengan saudara-saudara muslim. Mereka sangat baik dan selalu berbaik hati.
***
Bulan puasa ini mengingatkanku pada kenangan masa kecil. Waelengga adalah kampung halamanku di Manggarai Timur, Flores, NTT. Masyarakat di sana selalu hidup dengan damai. Mayoritas masyarakat beragama Katolik. Sebagian beragama Islam dan Kristen Protestan. Meski demikian, persatuan dan persaudaraan tetap terjaga.
Bulan puasa merupakan saat yang tepat untuk bermain bersama teman-teman muslim. Keakraban di antara kami tidak akan pernah luntur meski banyak isu yang beredar. Agama tidak bisa menjadi pemisah atau pemecah relasi persaudaraan kami. Hubungan keluarga, persahabatan dan persaudaraan selalu menyatukan kami. Inilah kebanggaan kami di bumi Waelengga.
Banyak hal konyol yang kami lakukan bagi sesama sahabat kami yang sedang berpuasa. Terkadang kami mengganggu mereka dengan memakan sesuatu di depan mereka. Mereka tidak akan pernah marah. Tindakan seperti ini hanyalah sebuah lelucon untuk mencairkan suasana. Tak ada yang akan tersinggung, sebab kami selalu hidup dalam kelebihan dan kekurangan secara bersama. Inilah indahnya hidup bersama di kampung halaman.
Saat buka puasa menjadi momen yang paling indah. Terkadang saudara-saudara yang berpuasa tidak mendapat makanan karena keinginan kami melahap semuanya. Semuanya tidak menjadikan kami sebagai musuh namun sebagai saudara. Tak ada yang bisa menggantikan pengalaman indah di bulan puasa saat berada di Flores.
***
Saat buka puasa telah tiba. Semua umat muslim bersalam-salaman. Mereka terlihat bahagia. Aku turut dalam kebahagiaan itu. Mereka mengucapkan permohonan maaf satu dengan yang lain. Aku pun ikut memohon maaf. Dalam hati aku merasa kembali ke kampung halaman. Indah sekali sore ini. Rindu akan kampung halaman menghiasi hati di kala suasana memanggil pulang.
Di sela-sela silahturahmi itu, aku mendapati seorang gadis cantik. Aku tak pernah bertemu dengannya. Wajahnya membius sebagian diri ini. Aku terperangah menatap senyum manisnya. Jilbab pink yang dikenakannya menampakan kekudusan. Aku tak pernah akan kehadirannya. Dengan sedikit kencang aku menampar kedua pipiku. Mungkin dengan cara itu aku bisa sadar dari mimpi indahku berhadapan dengan gadis cantik ini.
Aku kaget saat dia berdiri tepat di hadapanku.
"Mas, mohon maaf ya," ungkapnya dengan lembut.
"Maafkan aku ya, Mbak," pintaku.