Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Anona

26 Februari 2019   23:40 Diperbarui: 26 Februari 2019   23:55 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ingatkah engkau di pagi cerah musim hujan beberapa tahun silam. Saat itu kita berpacu memetik buah di samping rumah. Suara kita memecah pagi yang begitu cerah. Di atas pohon kita berebut memetik buah. Saat itu aku ingat, engkau tak dapat satu buah pun. Aku punya banyak engkau tidak. Semua pohon di sekitar rumah kita susuri. Lagi-lagi engkau tak dapat sebuah pun.

Aku menyimpan buah itu di bawah lemari kamar mama. Sehabis pulang sekolah baru makan. Raut wajahmu sedih. Ada kerinduan yang tak terpuskan. Bila itu ada mungkin engkau tak sesedih saat itu. Aku bisa menatap dari aroma wajahmu. Engkau seorang yang ceria tiba-tiba muram dalam kesedihan.

Saat pulang sekolah, mama telah menyiapkan makanan. Nasi di periuk, sayur di tacu dan ikan kering sebuah piring yang di gantung di sebuah besi. Aku tak menaruh hati pada makanan yang ada. Dengan langkah yang penuh semangat aku bergegas menuju kamar mama. Buah yang kupetik pagi tadi siap untuk dinikmati.

Aku kembali ke dapur. Kulihat engkau menyedok nasi, sayur dan menurunkan ikan dari gantungan besi. Sekejap waktu semuanya habis engkau nikmati. Aku menaruh rasa padamu. Kupilih buah terbaik dan terbesar dari semua yang baik untukmu. Ada kebahagiaan yang timbul dari hatiku. Engkau mampu tersenyum dan menemukan jiwa yang hilang sejak pagi tadi. Semuanya berubah dalam sekejap.

Akhirnya, kita menikmati makan siang bersama dengan buah manis yang ditanam oleh bapa dan mama sejak kita belum dilahirkan. Buah ini lambang cinta mereka untuk kita. Jika ada waktu ingatlah buah itu. Buah itu ada sebelum kita lahir. Dia tumbuh bersama di atas tanah dan di dalam hati kita. Jika buah kebahagiaan itu telah matang ingatlah mereka yang selalu ada dan mendoakanmu.

Bertualanglah kemana saja kaki ingin berlangkah. Petiklah semangat seperti saat kita berlomba memetik buah di pagi hari. Berilah kebahagiaan bagi orang yang membutuhkan. Di saat itu engkau akan merasa bahwa buah kebaikan telah menghasilkan sesuatu.

Aku janji akan mengirimkan doa kepada Tuhan untukmu. Pergilah dengan sejuta impian. Jangan menoleh ke belakang tuk mengingat semua yang pernah engkau rasakan. Untuk memasuki suatu pengalaman hidup yang baru kita perlu meninggalkan yang lama. Jangan pernah berhenti karena alasan bapa dan mama sudah tua. Ingat mereka bisa hidup sebelum kita dilahirkan. Pergilah dan jangan takut memasuki realitas hidup yang baru.

Katakanlah pada senja di ujung Timur:

"AKU DATANG UNTUKMU KARENA TUHAN ADA BERSAMAKU"

Salam, PEACE WAELENGGA

Yogyakarta, 26 Januari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun